RUU Cipta Kerja merupakan salah satu topik hukum yang aktual dan kontroversial. RUU ini telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 5 Oktober 2020 dan telah diundangkan oleh Presiden pada tanggal 2 November 2020. Namun, RUU ini masih menuai perdebatan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, pengusaha, dan pekerja.
Substansi RUU Cipta Kerja
RUU Cipta Kerja mengatur tentang berbagai bidang, termasuk ketenagakerjaan, investasi, perizinan, dan lingkungan hidup. Beberapa poin penting dalam RUU Cipta Kerja antara lain:
- Penyederhanaan perizinan usaha
RUU Cipta Kerja menghapus atau menyederhanakan 79 aturan perizinan usaha, termasuk izin usaha, izin lingkungan, dan izin lokasi. Hal ini diharapkan dapat mempermudah dan mempercepat proses perizinan usaha di Indonesia.
Sebagai contoh, RUU Cipta Kerja menghapus izin prinsip dan izin lingkungan untuk usaha skala mikro dan kecil. Hal ini diharapkan dapat mempermudah UMKM untuk memulai usahanya.
- Peningkatan investasi
RUU Cipta Kerja memberikan kemudahan bagi investor, termasuk kemudahan dalam memperoleh izin usaha, kemudahan dalam memperoleh tanah, dan kemudahan dalam menyelesaikan sengketa. Hal ini diharapkan dapat menarik lebih banyak investasi ke Indonesia.
Salah satu contoh kemudahan yang diberikan kepada investor adalah pemberian izin usaha melalui online single submission (OSS). Melalui OSS, investor dapat mengurus semua izin usahanya secara online, mulai dari izin usaha, izin lingkungan, hingga izin lokasi.
RUU Cipta Kerja diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru, baik melalui investasi maupun melalui pengembangan UMKM. RUU ini juga memberikan kemudahan bagi UMKM untuk memperoleh kredit dan akses pasar.
Salah satu contoh kemudahan yang diberikan kepada UMKM adalah pemberian kredit usaha rakyat (KUR) yang lebih besar dan dengan bunga yang lebih rendah.
- Perlindungan tenaga kerja
RUU Cipta Kerja memberikan perlindungan bagi tenaga kerja, termasuk jaminan sosial, upah minimum, dan waktu kerja. Namun, beberapa ketentuan dalam RUU Cipta Kerja dinilai dapat merugikan tenaga kerja, seperti ketentuan tentang upah minimum sektoral dan ketentuan tentang outsourcing.