Pemberdayaan adalah proses di mana individu dan kelompok masyarakat diberi kekuatan, kompetensi, dan kreativitas untuk bertindak secara mandiri. Ini melibatkan pembebasan potensi pribadi dan sosial, serta memberikan kekuasaan kepada pihak yang kurang berdaya.Â
Pemberdayaan komunitas bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan cara seperti peningkatan pendidikan, kesehatan, pembukaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan, untuk mengurangi kesenjangan sosial.
Di Indonesia, masyarakat pesisir menghadapi tantangan besar terkait tingkat kemiskinan yang tinggi, kerusakan sumber daya pesisir, rendahnya kemandirian organisasi sosial desa, serta minimnya infrastruktur dan kesehatan lingkungan di pemukiman desa. Hal ini menyebabkan desa-desa pesisir menjadi sangat rentan terhadap bencana alam dan perubahan iklim.
Undang-undang Indonesia nomor 1 tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil bertujuan untuk mengkoordinasikan perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat.Â
Pemberdayaan komunitas bertujuan untuk memandirikan masyarakat dari kemiskinan dan keterbelakangan, sehingga mereka dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan ekonomi dan sosial mereka sendiri.
Kesenjangan dan ketidakberdayaan mengacu pada kondisi di mana kebutuhan dasar masyarakat belum terpenuhi secara layak, seperti pangan, pakaian, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan, dan transportasi.Â
Di sisi lain, keterbelakangan mencakup rendahnya produktivitas, kelemahan sumber daya manusia, serta keterbatasan akses terhadap tanah, terutama di daerah yang masih sangat bergantung pada sektor pertanian. Selain itu, pasar lokal dan tradisional melemah karena lebih diorientasikan pada memenuhi kebutuhan perdagangan internasional, yang berdampak pada kondisi ekonomi lokal.
Makalah ini fokus membahas pemberdayaan komunitas di wilayah pesisir atau pantai. Wilayah ini kaya akan potensi sumber daya pesisir, kelautan, dan perikanan, serta memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai destinasi pariwisata bahari. Masyarakat pesisir telah lama mengandalkan sumber daya alam di sekitar pantai untuk penghidupan mereka.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 65% wilayah laut, Indonesia memiliki potensi ekonomi yang besar dari sumber daya alam seperti terumbu karang, hutan mangrove, pantai pasir, serta infrastruktur buatan seperti tambak, kawasan pariwisata, dan industri. Meskipun begitu, sektor kelautan memberi kontribusi ekonomi yang relatif kecil secara nasional.Â
Oleh karena itu, wilayah pesisir dan laut Indonesia membutuhkan pendekatan terpadu untuk mengelola potensi alamnya dan mengatasi tantangan yang ada.
potensi sumber daya pesisir
Sejak periode Repelita VI pada era Orde Baru, pemerintah Indonesia mulai memperhatikan sektor kelautan dalam pembangunan nasional. Sebelumnya, fokus utama adalah eksploitasi sumber daya daratan yang meliputi potensi besar dari sumber daya mineral dan hayati seperti hutan. Namun, dengan berlalunya waktu dan habisnya sumber daya daratan seperti hutan, serta sulitnya menemukan sumber daya baru seperti minyak dan gas, perhatian pemerintah beralih ke sektor kelautan.
Undang-undang No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil mengidentifikasi sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai sumber daya hayati (seperti ikan, terumbu karang, dan mangrove), sumber daya nonhayati (seperti pasir dan mineral laut), sumber daya buatan (infrastruktur kelautan terkait dengan kelautan dan perikanan), serta jasa-jasa lingkungan (seperti keindahan alam dan energi gelombang laut).
Meskipun Indonesia memiliki potensi kelautan yang besar, hanya sebagian kecil dari potensi tersebut yang telah dimanfaatkan secara optimal. Contohnya, potensi perikanan laut baru dimanfaatkan sebesar 62%, sedangkan potensi perikanan pantai dan pariwisata bahari juga masih tergarap sebagian kecil. Biota laut yang berpotensi untuk industri pangan, kosmetik, dan farmasi juga hanya dimanfaatkan sebagian kecil. Perhubungan laut, baik dalam negeri maupun internasional, masih banyak didominasi oleh pelayaran asing.
Secara keseluruhan, meskipun potensi sumber daya laut Indonesia sangat besar, pengelolaannya belum mencapai potensi maksimal yang tersedia.
Pengembangan model adaptasi teknologi marikultura, khususnya dalam pembudidayaan hasil laut, merupakan tahapan strategis yang sangat penting. Proses adaptasi teknologi ini tidak hanya mencakup pengembangan keterampilan teknis, tetapi juga melibatkan pengorganisasian dan peningkatan kemampuan manajerial. Berikut adalah tahapan yang akan ditawarkan kepada kelompok masyarakat nelayan secara garis besar:
a) Pelatihan dan demonstrasi dalam budidaya hasil laut akan dilakukan secara bertahap dan bergilir kepada kelompok nelayan di wilayah target.
b) Pemagangan akan diberikan kepada kelompok nelayan yang telah melalui tahap pelatihan, sehingga proses adaptasi teknologi dapat tersebar lebih luas.
c) Studi banding akan dilakukan ke daerah yang lebih maju, dimana kelompok nelayan yang dianggap mampu menjadi penggerak akan dipilih untuk mengunjungi daerah tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H