Film adalah sebuah karya seni visual yang menggabungkan unsur naratif dan sinematik, yang mensimulasikan pengalaman dengan menggunakan gambar bergerak dan suara untuk menyampaikan konsep, cerita, persepsi, perasaan, keindahan, atau suasana. Film dapat ditayangkan di bioskop atau televisi, dan ada banyak jenis dan genre yang berbeda-beda.Â
Menurut Effendi (1986 ; 239) film diartikan sebagai hasil budaya dan alat ekspresi kesenian. Film sebagai komunikasi massa merupakan gabungan dari berbagai teknologi seperti fotografi dan rekaman suara, kesenian baik seni rupa dan seni teater sastra dan arsitektur serta seni musik.
Di era digitalisasi yang sangat kuat dan berkembang pesat seperti sekarang ini, banyak perubahan yang terjadi pada beberapa industri salah satunya perfilman. Dalam beberapa tahun terakhir ini, industri film sangat banyak mengalami perubahan yang mana peran ini dipegang oleh platform OTT (Over The Top) seperti Netflix, Video, Catchplay+, Amazon Prime, dan lain-lain.Â
Hal ini sering memicu perdebatan tentang seberapa besar dampak dari layanan OTT yang memang sedang digemari dari semua kalangan setelah terjadinya pandemic Covid-19. Namun apakah ini berdampak terhadap industri film di Indonesia seperti bioskop ataupun platform konvensional lainnya?
Seperti yang telah di katakan sebelumnya bahwa semenjak adanya pandemi Covid-19, sejak saat itulah seluruh pekerjaan dilakukan dari rumah (Work From Home), sehingga dengan adanya perilaku yang berulang tersebut menyebabkan kita menjadi bosan karena tidak adanya hiburan yang bisa dilakukan, apalagi pada saat itu tempat wisata ataupun hiburan ditutup total dan hanya boleh berdiam diri dirumah saja.Â
Dikarenakan kasus ini maka para penyedia layanan berusaha banting setir agar dapat menemukan solusi yang bisa membuat masyarakat bisa hidup seperti sedia kala walaupun dari rumah.Â
Dengan bantuan teknologi yang maju serta aksesbilitas internet yang memadai, maka masyarakat belajar untuk terbiasa menonton serial tv atau film di rumah mereka sendiri.Â
Hingga pada akhirnya platform OTT memberikan wadah bagi mereka untuk merasakan kenyamanan untuk menonton serial tv atau film melalui gawai pintar mereka sendiri tanpa harus repot keluar rumah. Sehingga hal seperti ini merubah cara kita dalam mengonsumsi sebuah konten atau karya baik itu serial tv maupun film sehingga apakah mungkin bioskop yang mendistribusikan film di Indonesia akan merasa tertekan atau ditinggalkan oleh masyarakat?
Mari kita bahas terlebih dahulu bioskop di Indonesia. Pada dasarnya jika kita menonton suatu film di bioskop maka akan ada perasaan atau pengalaman lain yang kita tidak dapatkan jika hanya menonton film lewat platform OTT saja. Karena selama berpuluh-puluh tahun layar yang besar, suara nyaring yang bergema serta hawa di dalam bioskop itu tidak bisa tergantikan oleh yang lain sehingga apakah platform OTT ini bisa memberikan pengalaman yang sama dengan kita nonton langsung di bioskop?
Namun, dilain sisi platform OTT ini telah menjembatani bagi para rumah produksi atau pembuat film independen untuk mengepakkan sayapnya di industri film kreatif yang mugkin tidak bisa didapatkan pada bioskop konvensional, untuk itu kita sekarang sering melihat sebuah karya-karya yang jarang kita temui serta menarik di platform OTT ini.
Sehingga yang saya sadarkan sekarang itu apa sih yang perlu bioskop konvensional untuk mendistribusikan film nya di era sekarang maupun sebaliknya. Melalui kuliah umum yang disampaikan oleh manager Catchplay+ bahwa platform OTT ini tidak bisa mengalahkan bioskop-bioskop dalam hal pendistribusian film, tetapi tanpa disadari juga pengguna platform OTT di Indonesia itu mencapai 80 Juta masyarakat yang menggunakan platform OTT terhitung setelah pandemic Covid-19.Â
Sehingga bagimana caranya dua platform ini dapat menciptakan sinergi bersama sehingga dapat memajukan perindustrian film di Indonesia, dengan cara bekerja sama yang menciptakan suatu strategi bagi distribusi film di tanah air ini.Â
Misalnya seperti suatu film yang rilis di bioskop maka setelah 2 minggu kemudian film tersebut juga mendapatkan hak tayang dalam platform OTT yang diharapkan agar kedua distribusi film ini dapat sama-sama keuntungannya di jalan yang berbeda.
Dengan segala perubahan teknologi dan digitalisasi yang terjadi di era sekarang, maka diharapkan akan memberikan banyak inovasi serta aksebilitas bagi para pelaku jasa layanan OTT ini yang bisa menjadi wadah bagi para penggiat film untuk menyalurkan karya serta aspirasinya di platform OTT.Â
Begitu pula dengan bioskop yang akan tetap menjadi wadah bagi para insan perfilman untuk mendistribusikan karya nya dengan pengalaman serta perasaan yang tidak bisa ditemukan di platform lainnya.Â
Pada akhirnya kita harus dapat melihat kedua distribusi ini sebagai peluang untuk industri film dalam menopang karya serta menjadi pengembangan bagi perfilman di Indonesia maupun dunia, entah itu harus menonton di bioskop atau platform OTT yang terpenting ialah kita dapat terus mendukung serta menghargai karya-karya film serta orang dibaliknya, yang pasti dengan cara yang legal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H