Mohon tunggu...
Muhammad Ilyasa
Muhammad Ilyasa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

mahasiswa uin syarif hidayatullah jakarta semester 3

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Begal di Lingkungan Masyarakat antara Kebutuhan dan Kejahatan

8 Januari 2024   21:52 Diperbarui: 8 Januari 2024   22:01 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Jakarta, 4 Januari 2024 - Kejahatan begal telah menjadi fenomena yang mengkhawatirkan di banyak kota di Indonesia. Setiap tahun, ribuan orang menjadi korban begal yang mengakibatkan kerugian finansial, trauma emosional, dan bahkan kehilangan nyawa. Begal adalah aksi kejahatan yang dilakukan oleh sekumpulan orang dengan cara merampas atau merampok barang berharga dari seseorang dengan menggunakan senjata api atau dengan alat tajam lainnya, seperti motor, tas, maupun barang lainnya. Begal biasanya terjadi di tempat-tempat yang rawan dan jalanan yang sepi.

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya begal di masyarakat. Salah satu faktor utama adalah faktor ekonomi. Banyak orang mengalami kesulitan ekonomi akibat pengangguran, pengurangan gaji, atau penutupan usaha. Hal ini dapat mendorong sebagian orang untuk melakukan kejahatan begal sebagai cara cepat untuk mendapatkan uang atau barang berharga lainnya.

Selain faktor ekonomi, faktor sosial juga berperan dalam fenomena begal. Ketidakadilan sosial, kurangnya pendidikan, dan kurangnya peluang pekerjaan dapat membuat sebagian orang merasa frustrasi dan marah terhadap masyarakat. Mereka kemudian melampiaskan emosi negatif mereka dengan melakukan kejahatan begal terhadap orang-orang yang dianggap lebih beruntung atau lebih kaya.

Namun, tidak semua orang yang melakukan begal adalah orang jahat yang tidak punya hati. Beberapa di antara mereka adalah orang-orang yang terpaksa melakukan begal karena alasan yang mendesak, seperti untuk membayar hutang, biaya pengobatan, atau biaya sekolah. Mereka mengaku tidak memiliki pilihan lain selain melakukan begal, karena mereka tidak memiliki keterampilan, modal, atau jaringan yang dapat membantu mereka mendapatkan pekerjaan atau usaha yang layak.

Salah satu contoh adalah Athala, seorang mantan begal yang kini telah bertaubat dan menjadi pengusaha kecil. Rudi mengaku pernah melakukan begal sebanyak 2 kali. Athala mengatakan bahwa ia melakukan begal karena ia harus membayar hutang yang menumpuk akibat kecanduan judi.

"Saya sangat menyesal telah melakukan begal. Saya tahu itu salah, tapi saya tidak punya pilihan lain. Saya sudah mencoba mencari kerja, tapi tidak ada yang mau menerima saya. Saya juga tidak punya modal untuk berbisnis. Saya merasa terdesak dan putus asa. Saya hanya ingin membayar hutang saya" ujar Athala.

Athala mengatakan bahwa ia berhenti melakukan begal setelah ia ditangkap oleh polisi dan dihukum penjara selama satu setengah tahun. Di dalam penjara, ia mendapatkan bimbingan rohani dan keterampilan kerja dari para relawan. Setelah bebas, ia mendapatkan bantuan dari salah satu relawan untuk ikut menjadi penjaga warkop. Kini, ia mengaku hidupnya lebih baik dan lebih bahagia.

"Saya bersyukur kepada Tuhan dan kepada para relawan yang telah membantu saya. Saya juga minta maaf kepada kedua korban yang pernah saya begal. Saya berharap mereka bisa memaafkan saya. Saya tidak akan pernah lagi melakukan begal atau kejahatan lainnya. Saya ingin hidup jujur dan bermanfaat bagi masyarakat," kata Athala.

Adsyla adalah salah satu saksi yang pernah melihat kejahatan begal di masyarakat. "Saya tinggal di dekat sini, jadi saya mendengar suara teriakan dan bising dari jalan, ada beberapa pemuda yang sedang mengejar target sibegal. Saya melihat ada yang membawa samurai dan senjata tajam lainnya. Sempat saya rekam kejadian tersebut tapi tidak terlalu lama, dan kelanjutannya saya kurang tahu pasti," kata Adsyla

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan bantuan sosial, ekonomi, dan psikologis kepada orang-orang yang berpotensi melakukan begal, seperti pengangguran, orang miskin, atau orang yang bermasalah dengan hukum. Selain itu, juga perlu meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan, dan kesempatan kerja bagi masyarakat, khususnya bagi generasi muda. Hal ini dapat mencegah mereka terjerumus ke dalam kejahatan begal atau kejahatan lainnya.

Di sisi lain, juga perlu meningkatkan kewaspadaan dan keamanan bagi masyarakat, khususnya bagi para pengguna jalan. Beberapa tips yang dapat dilakukan adalah dengan menghindari tempat-tempat yang rawan begal, seperti jalanan sepi, gelap, atau buntu. Juga perlu memperhatikan barang-barang berharga yang dibawa, seperti tas, dompet, atau ponsel.

Fenomena begal di Indonesia adalah masalah yang kompleks dan multidimensi. Tidak ada solusi yang mudah dan cepat untuk mengatasi masalah ini. Diperlukan kerjasama dan komitmen dari semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun media, untuk menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, dan sejahtera bagi semua orang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun