Mohon tunggu...
Muhammad Ilham Tri Setyo
Muhammad Ilham Tri Setyo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi - Universitas Pembangunan Jaya

Saya adalah seorang mahasiswa yang memiliki hobi menulis dengan topik komunikasi menghadirkan sisi unik dari perkembangan komunikasi saat ini sangat penting bagi kehidupan terutama pada kemajuan bangsa.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Yuk, Kenali Fungsi Tradisi Nyadran Bagi Keluarga Millenial

20 November 2022   00:56 Diperbarui: 20 November 2022   00:55 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Membahas terkait budaya Indonesia sudah dituliskan sejak abad ke-4 Masehi, pada dasarnya orang Indonesia telah dianggap sebagai kumpulan orang yang berbudaya. Dari perjalanan kehidupan masyarakat yang memperkaya unsur budaya Indonesia tak luput pengaruh esensial pembentuk budayanya, seperti faktor wilayah strategis geografi dengan kepulauan menjadi bagian integrasi dari perdagangan sekitar Asia dengan jalur perdagangan Eropa. Selanjutnya, faktor kedatangan para saudagar yang melakukan gerakan komersial sehingga menghasilkan akulturasi perubahan budaya besar yang dihasilkan dari kontak lintas budaya selama bertahun-tahun. 

Menurut Triandis (dalam Samovar, 2009), Budaya adalah seperangkat elemen objektif dan subjektif buatan yang di masa lalu meningkatkan peluang kelangsungan hidup menyebabkan kepuasan masyarakat dalam ceruk ekologis dengan demikian menjadi milik kebaikan bersama dan di antara orang-orang yang berbicara bahasa yang sama dan hidup pada waktu dan tempat yang sama sehingga mereka dapat berkomunikasi satu sama lain. 

Nah, suku Jawa dikenal beragam budaya yang berdampingan dengan kehidupan sehari-hari. Salah satu budayanya adalah Tradisi Nyadran atau  Sadha yang berarti keyakinan atau penghargaan. 

Awal perkembangan tradisi dimulai sejak zaman dahulu saat mayoritas agama Hindu, dimana mereka percaya bahwa hidup di alam selanjutnya akan abadi dan bentuk menghormati para leluhur. Perlahan berubah semenjak agama Islam disebarkan oleh para wali atau sunan melalui campuran dakwah kanjeng Sunan Kali Jaga. 

Tradisi Nyadran sendiri sangat berharga bagi orang Jawa. Tradisi ini diadakan secara rutin setiap tahun untuk memperingati para leluhur yang telah meninggal. Biasanya tradisi Nyadran ini terjadi sebelum bulan Ramadhan. Namun, tidak semua wilayah memiliki tradisi Nyadran di bulan Roi, dan wilayah memiliki tradisi Nyadran di bulan lain sesuai tradisi pendahulunya. Dalam pelaksanaan tradisi Nyadran dilakukan berbagai pawai dan upacara. Perlengkapan ritual dan Rampe Nyadran ubo memiliki keunikan tersendiri. 

Dari proses tradisi Nyadran kita diperlihatkan betapa berharganya peran leluhur dalam menyokong kehidupan generasi selanjutnya. Setiap anggota keluarga diperkenalkan perjuangan yang dilakukan tiada henti oleh para leluhur. Sehingga fungsi krusial nih bagi perkembangan generasi dizaman ini, Adapun fungsi Nyadran sebagai berikut. 

1. Tanpa Keluarga, Kamu Bukan Siapa-siapa

Korelasi fungsi keluarga saat tradisi Nyadran, bila diresapi, sangat baik bagi gaya hidup kepala rumah tangga. Fungsi ini dapat kita laksanakan secara spiritual artinya dalam pelaksanaan tradisi Nyadran, kita dapat mendekatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan memberikan penjelasan arti dari regenerasi yang membentuk awal keluarga, karena dalam pelaksanaan tradisi Nyadran kita harus menghormati para nenek moyang yang telah wafat. Tidak dapat dipungkiri, aktivitas perekonomian juga hadir dalam rangkaian pelaksanaan acara dengan itu dibutuhkan pengelolaan dana yang baik dan anak diarahkan pola perencanaan anggaran dalam keluarga. Jika dalam fungsi sosial kita dapat mengambil peran sosial, dalam melaksanakan tradisi Nyadran kita dapat menumbuhkan kembali sifat gotong royong yang akhir-akhir ini mengalami penurunan. Dengan melaksanakan tradisi Nyadran kita dapat saling membantu antar anggota komunitas dapat pula menjadi ruang anak agar mengenal lingkungan dan melakukan bimbingan penyesuaian diri di lingkup lokal serta praktik langsung tata norma berkomunikasi supaya keeratan hubungan terjalin kondusif.

2. Membentuk Identitas Diri Anak 

Menurut Phinney (2003), identitas etnis adalah struktur multidimensi dinamis yang terkait dengan identitas diri atau merasa seperti anggota kelompok etnis tertentu. Ada empat komponen inti identitas etnis, yaitu: (1) Kesadaran etnis, diartikan seseorang harus menyadari bahwasanya identitas diri dibangun dari karakteristik etnis yang khas dan berbeda. (2) Identifikasi etnis, bermaksud memberikan gambaran unsur suatu kelompok etnis yang ditandai melalui labeling masingmasing sub kelompok agar mudah dikenali. (3) Sikap etnis, mengartikan bentuk komunikasi non verbal berupa perasaan diri tentang kelompok atau etnis lainnya. (4) Tingkah laku etnis, dinyatakan sebagai pola tingkah laku yang khas pada kelompok etnis. Berdasar pada komponen tersebut, terbentuk tahapan dalam membentuk identitas diri, yaitu: 

- Tahapan pertama : korelasi kenampakan perilaku anak terkait difusi identitas, dilihat pertama kali saat diperkenalkan tentang tradisi Nyadran yang tergambarkan ketika anak-anak merasa enggan atau tidak modern untuk menunjukan ciri khas budaya tempat atau di suatu golongan mereka dilahirkan untuk dimunculkan pada era sekarang, apalagi melihat efek normalisasi budaya-budaya baru dari globalisasi yang mengikis kemurnian budaya lokal atau etnis menjadi tren berkelanjutan. 

- Tahap kedua : pencarian identitas dijelaskan berupa demonstrasi pencarian lanjutan atau awal keterlibatan koneksi dengan orang-orang melalui fitur yang jelas dengan partisipasi aktif pada titik ini dalam proses eksplorasi, yaitu mencoba untuk belajar lebih lanjut tentang budaya dan latar belakang mereka di balik itu. Konteks relevansi tahap ini, peran kuat orang tua mengajarkan anaknya untuk menemukan identitas etnis ketika mereka memulai langkah untuk memunculkan kembali tradisi Nyadran tatkala kurun proses eksplorasi dilakukan oleh anak. 

- Tahap ketiga : pencapaian identitas etnis yang didefinisikan sebagai komitmen untuk menilai rasa persatuan dengan kelompok. Ciri yang nampak ketika remaja yang telah mencapai identitas etnis ini adalah rasa aman bagi diri sendiri dalam anggota kelompok. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun