Mohon tunggu...
Muhammad IlhamPramudya
Muhammad IlhamPramudya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Andalas

saya sangat hobi menonton konten yang membahas teknologi, Anime, dan budaya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Esensi Rumah Baghi Bagi Masyarakat Lahat

6 Desember 2024   12:57 Diperbarui: 9 Desember 2024   08:07 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ukiran Ulir Pakis ( Sumber : Foto Pribadi )

Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman budaya dan telah dihuni oleh masyarakat dari berbagai suku bangsa sejak zaman dahulu. Keberagaman ini tidak hanya memperkaya kehidupan sosial, tetapi juga menciptakan warisan budaya yang mendalam dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Setiap suku bangsa memiliki keunikan budaya yang tercermin melalui berbagai aspek, seperti bahasa, aksara, pola hidup, pakaian tradisional, hingga rumah adat yang khas. Warisan-warisan budaya ini tidak hanya menjadi bagian dari identitas nasional, tetapi juga menyimpan nilai sejarah, filosofi, dan kearifan lokal yang penting.

Di antara berbagai unsur budaya yang ada, rumah adat menjadi salah satu aspek Penting dalam memahami kebudayaan yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat. Rumah adat setiap suku bangsa di Nusantara memiliki ciri khas tersendiri, mulai dari arsitektur, tata letak, hingga fungsi-fungsi tertentu yang berkaitan erat dengan nilai-nilai budaya dan kepercayaan setempat. Misalnya, ada rumah adat yang dirancang khusus untuk menunjang kegiatan adat dan ritual suci, ada pula yang diatur sesuai dengan norma-norma sosial untuk mencerminkan status atau peran dalam masyarakat.

Keberadaan rumah adat tidak hanya sekadar simbol budaya, tetapi juga menjadi gambaran peradaban, sejarah, dan pola kehidupan masyarakat di masa lalu. Rumah adat mencerminkan bagaimana masyarakat menjalani kehidupan sehari-hari, mulai dari aspek sosial, ekonomi, hingga spiritual. Selain itu, rumah adat juga menjadi saksi perkembangan teknologi, seni, dan keahlian masyarakat di berbagai daerah. Dalam konteks ini, rumah adat berfungsi sebagai "buku sejarah" yang hidup, menyimpan jejak perkembangan masyarakat dari generasi ke generasi.

Dengan mempelajari rumah adat, kita tidak hanya memahami kebudayaan yang ada di masa lampau, tetapi juga memperoleh wawasan tentang pola pikir, nilai-nilai, dan tradisi yang diwariskan hingga saat ini. Rumah adat membantu kita memahami bagaimana manusia beradaptasi dengan lingkungan, mengembangkan sistem sosial, dan menciptakan identitas kolektif yang memperkuat keberagaman budaya di Indonesia. Oleh karena itu, pelestarian rumah adat sangatlah penting untuk menjaga nilai-nilai sejarah, budaya, dan identitas bangsa.

Di Desa Pagar Gunung, Kecamatan Lahat, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, berdiri sebuah rumah adat yang menjadi warisan budaya masyarakat Basemah, yaitu Ghumah Baghi atau yang juga dikenal sebagai Rumah Baghi atau Rumah Bari. Rumah adat ini telah menjadi bagian dari sejarah masyarakat Basemah selama ratusan tahun, dibangun dengan kearifan lokal dan nilai-nilai leluhur yang diwariskan dari generasi ke generasi. Terletak di tengah pemukiman warga, Rumah Baghi tak sekadar bangunan, melainkan simbol identitas dan kebanggaan masyarakat Basemah, yang menggambarkan kehidupan dan adat istiadat mereka yang terus terjaga hingga kini.

Ghumah Baghi memiliki keunikan tersendiri dalam desain arsitekturnya, terutama pada bagian atap yang berbentuk meruncing seperti tanduk. Bentuk atap ini sekilas menyerupai gaya rumah adat Minangkabau dan Toraja. Namun, yang membedakan Ghumah Baghi adalah atapnya yang tidak terlalu tinggi atau lancip, memberikan kesan lebih sederhana namun tetap khas. Atap ini dibuat dari bahan alami berupa ijuk atau serabut dari pohon aren, dengan rangka yang terbuat dari bambu. Penggunaan material alami ini tidak hanya mencerminkan keterikatan masyarakat dengan alam sekitar, tetapi juga memberikan ketahanan yang cocok untuk kondisi iklim setempat.

Konstruksi Rumah Baghi sangat unik karena dibangun dengan metode tradisional yang mengandalkan pasak sebagai pengikat antar rangka, tanpa menggunakan paku. Setiap bagian bangunan dirakit dengan cermat melalui teknik sambungan yang kuat, termasuk pemasangan papan dinding. Lembaran papan dinding dipasang pada kerangka dengan memasukkan papan ke dalam alur khusus yang berfungsi sebagai pengunci, menciptakan struktur yang kokoh dan terintegrasi dengan baik.

Selain itu, Rumah Baghi memiliki ciri khas yang membuatnya berbeda dari rumah tradisional lainnya. Sejak awal pembangunannya, rumah ini dirancang hanya memiliki satu daun pintu utama yang terletak di bagian tengah. Pintu ini dibuat dari satu keping kayu tebal dan dipasang dengan engsel sumbu sederhana di bagian atas dan bawah pintu. Detail ini tidak hanya menambah keunikan rumah, tetapi juga menunjukkan teknik konstruksi dan prinsip-prinsip desain tradisional yang diwariskan secara turun-temurun dalam masyarakat Basemah.

Ketika memasuki Rumah Adat Baghi, pengunjung akan menemukan desain interior yang unik dan mencerminkan nilai-nilai budaya masyarakat Besemah. Rumah ini dirancang tanpa sekat atau kamar, sehingga seluruh ruangnya terbuka dan menyatu. Meski demikian, terdapat perbedaan ketinggian pada lantai di dalam ruangan, yang memiliki dua tingkatan sebagai penanda status keluarga. Bagian lantai yang lebih tinggi terletak di depan ruangan dan digunakan sebagai tempat duduk bagi para meraje, yaitu anggota keluarga yang berasal dari garis keturunan laki-laki. Mereka mencakup kakek, wak, paman, dan kerabat lain yang termasuk dalam silsilah laki-laki.

Sementara itu, lantai yang lebih rendah diperuntukkan bagi anak belai, yakni keturunan perempuan beserta suami dan anak cucu mereka. Penempatan yang berbeda ini mencerminkan nilai budaya masyarakat Besemah yang mengutamakan garis keturunan laki-laki, atau disebut sistem patrilineal. Melalui struktur ruang ini, terlihat jelas bagaimana budaya dan struktur sosial masyarakat Besemah diatur berdasarkan garis keturunan ayah, dengan laki-laki sebagai pusat dari silsilah keluarga. Rumah Baghi bukan sekadar tempat tinggal, tetapi juga simbol yang menegaskan peran dan kedudukan masing-masing anggota keluarga dalam masyarakat Basemah, serta menjaga tradisi leluhur mereka dari generasi ke generasi.

Rumah Baghi hadir dalam tiga ukuran berbeda kecil yaitu 6x6, sedang 7x7, dan besar 8x8, menurut Bapak Pati Kisshi, pemilik satu-satunya Rumah Baghi yang masih ada di desa  Pagar Gunung mengatakan rumah ini dulunya menjadi tempat bermusyawarah para wali dan rumah ini didirikan dalam satu malam. meskipun masih ada mitos seperti itu namun masyarakat tetap menjaga dan mempertahankan rumah itu sebagaimana mestinya. Rumah baghi ini tersebar di beberapa desa yang ada di Kabupaten Lahat yaitu desa Jarai, Geramat, Pagar Gunung, Tanjung Sakti, dan Pagar Batu.. Selain itu ukiran, corak, dan ornamen yang ada pada Rumah Baghi menjadi indikator penting status sosial dalam masyarakat Basemah, Rumah Baghi memiliki keunikan tersendiri yaitu rumah yang selalu menghadap ke arah timur hal ini juga kurang diketahui oleh Bapak Pati kenapa rumah ini menghadap ke timur, tetapi Bapak Pati beranggapan menghadap ke timur karena sebagai sumber kehidupan dari timur.

Ukiran-ukiran khas yang kaya makna dan menunjukkan strata sosial dalam masyarakat, yang didasarkan pada tingkat ekonomi dan budaya setempat. Setiap ukiran memiliki makna tertentu yang melambangkan nilai-nilai dan kebiasaan dalam kehidupan masyarakat.

Beberapa motif ukiran di Rumah Baghi antara lain:

  • Ulir Pakis: Motif tanaman pakis yang menjalar ini melambangkan ajaran tauhid, mengingatkan pentingnya keesaan dalam keyakinan.

Foto Ukiran Ulir Pakis ( Sumber : Foto Pribadi )
Foto Ukiran Ulir Pakis ( Sumber : Foto Pribadi )
  • Pakis Layu: Ukiran yang menggambarkan tanaman pakis layu ini bermakna bahwa semakin tinggi derajat dan ilmu seseorang, semakin rendah hati ia harus bersikap.

Foto Ukiran Pakis layu Input ( Sumber : Foto Pribadi )
Foto Ukiran Pakis layu Input ( Sumber : Foto Pribadi )
  • Pucuk Rebung: Berbentuk tunas bambu yang meruncing ke atas, motif ini melambangkan kejayaan dan harapan akan kemajuan.

Foto Ukiran Pucuk Rebung ( Sumber : Foto Pribadi )
Foto Ukiran Pucuk Rebung ( Sumber : Foto Pribadi )
  • Tanduk Kerbau: Motif berbentuk tanduk kerbau yang melengkung dengan gagah ini melambangkan kebesaran dan keanggunan, terinspirasi dari bentuk tanduk pada pakaian pengantin perempuan khas daerah Lahat.

Foto Ukiran Tanduk Kerbau ( Sumber : Foto Pribadi )
Foto Ukiran Tanduk Kerbau ( Sumber : Foto Pribadi )

Melalui ukiran-ukiran ini, Rumah Baghi bukan hanya bangunan fisik, tetapi juga cerminan nilai-nilai budaya dan falsafah hidup yang dijunjung oleh masyarakatnya. Pada akhirnya, menjaga Rumah Baghi merupakan upaya yang harus diusahakan oleh pemerintah, masyarakat, juga generasi muda untuk dilestarikan. Mari kita jaga dengan lebih peduli dan sadar akan pentingnya nilai yang terkandung di dalam rumah ini, karena ini merupakan warisan dari leluhur yang penuh dengan nilai-nilai kultur yang harus dijaga dan menjadi identitas bagi masyarakat Lahat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun