Mohon tunggu...
Muhammad IlhamMubarok
Muhammad IlhamMubarok Mohon Tunggu... Ilmuwan - muhammadilhammubarok.wordpress.com

muhammadilhammubarok.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Data Knowledge Information Wisdom (DIKW)

2 April 2019   20:20 Diperbarui: 2 April 2019   20:36 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Philosophia merupakan akar kata dari kata filsafat yang berasal dari Bahasa Yunani. Kata philosophia merupakan kata majemuk yang terdiri dari dua kata yaitu Philos dan Sophia. Jika kata Philos berarti cinta, maka kata Sophia berarti kebijaksanaan, kearifan, dan bisa juga berarti pengetahuan. Jadi secara harfiah, filsafat berarti mencintai kebijaksanaan. Sedangkan subjek yang mencintai kebijaksanaan dalam tradisi Yunani klasik disebut dengan philosophos (atau filsuf dalam Bahasa Indonesia). 

Namun, dalam tradisi Yunani klasik, cakupan makna kata Sophia ternyata sangat luas. Pada masa itu, Sophia bukan hanya berarti kearifan, kebijaksanaan, atau pengetahuan semata, melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan yang luas, kebajikan intelektual, pertimbangan yang sehat sampai kepandaian pengrajin, dan bahkan kecerdikan dalam memutuskan soal-soal praktis.

Kemudian faktor apa yang menyebabkan filsafat muncul dan mewarnai hampir seluruh kehidupan manusia? Ada sejumlah faktor yang memotivasi manusia untuk berfilsafat. 

Pertama, ketakjuban. Banyak filsuf mengatakan bahwa yang menjadi awal kelahiran filsafat adalah thaumasia (kekaguman, keheranan, atau ketakjuban). Dalam karyanya yang berjudul Metafisika, Aristoteles mengatakan bahwa karena ketakjuban manusia mulai berfilsafat. 

Pada mulanya manusia takjub memandang benda-benda aneh di sekitarnya, lama-kelamaan ketakjubannya semakin terarah pada hal-hal yang lebih luas dan besar, seperti perubahan dan peredaran bulan, matahari, bintang-bintang, dan asal mula alam semesta.

Istilah ketakjuban menunjuk dua hal penting, yaitu bahwa ketakjuban itu pasti memiliki subjek dan objek. Jika ada ketakjuban, sudah tentu ada yang takjub dan ada sesuatu yang menakjubkan. Ketakjuban hanya mungkin dirasakan dan dialami oleh makhluk yang selain berperasaan juga berakal budi. Makhluk yang seperti itu sampai saat ini yang diketahui hanyalah manusia. J

adi, yang takjub adalah manusia. Jika subjek dari ketakjuban itu manusia, apakah yang menjadi objek ketakjuban itu? Objek ketakjuban ialah segala yang ada dan yang dapat diamati. Itulah sebabnya, bagi Plato pengamatan terhadap bintang-bintang, matahari, dan langit merangsang manusia untuk melakukan penelitian. Penelitian terhadap apa yang diamati demi memahami hakikatnya itulah yang melahirkan filsafat. Pengamatan yang dilakukan terhadap objek ketakjuban bukanlah hanya dengan mata, melainkan dengan akal budi. 

Pengamatan akal budi tidak terbatas hanya pada objek-objek yang dapat dilihat dan diraba, melainkan juga terhadap benda-benda yang dapat dilihat, tetapi tidak dapat diraba, bahkan terhadap hal-hal yang abstrak, yaitu yang tak terlihat dan tak teraba. Oleh karena itu pula, Immanuel Kant bukan hanya takjub terhadap langit berbintang-bintang di atas, melainkan juga terpukau memandang hokum moral dalam hatinya, sebagaimana yang tertulis dalam kuburannya : coelum stellatum supra me, lex moralis intra me (bintang di langit di atasku, tapi hukum moral ada di bawahku).

Kedua, ketidakpuasan. Sebelum filsafat lahir, berbagai mitos dan mite memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia. Berbagai mitos dan mite berupaya menjelaskan asal mula dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam semesta serta sifat-sifat peristiwa itu. Akan tetapi, ternyata penjelasan dan keterangan yang diberikan oleh mitos-mitos dan mite-mite itu makin lama tidak memuaskan manusia. 

Ketidakpuasan itu membuat manusia terus-menerus mencari penjelasan dan keterangan yang lebih pasti dan meyakinkan. Kenyataannya memang demikian. Ketidakpuasan akan membuat manusia melepaskan segala sesuatu yang tak dapat memuaskannya, lalu ia akan selalu berupaya menemukan apa yang dapat memuaskannya.

Ketiga, hasrat bertanya. Ketakjuban manusia telah melahirkan pertanyaan-pertanyaan dan ketidakpuasan manusia dalam membuat pertanyaan-pertanyaan itu tak kunjung habis. 

Pertanyaan tak boleh dianggap sepele karena pertanyaanlah yang membuat kehidupan serta pengetahuan manusia berkembang dan maju. Pertanyaanlah yang membuat manusia melakukan pengamatan, penelitian, dan penyelidikan. Ketiga hal itulah yang menghasilkan penemuan baru yang semakin memperkaya manusia dengan pengetahuan yang terus bertambah. Karena itu, pertanyaan merupakan sesuatu yang hakiki bagi manusia.

Keempat, keraguan. Manusia selaku penanya mempertanyakan sesuatu dengan maksud untuk memperoleh kejelasan dan keterangan mengenai sesuatu yang dipertanyakannya itu. 

Tentu saja hal itu berarti bahwa apa yang dipertanyakannya itu tidak jelas atau belum terang. Karena sesuatu itu tidak jelas atau belum terang, manusia perlu dan harus bertanya. Pertanyaan yang diajukan untuk memperoleh kejelasan dan keterangan yang pasti pada hakikatnya merupakan suatu pernyataan tentang adanya aporia (keraguan atau ketidakpastian dan kebingungan) di pihak manusia yang bertanya.

Kembali kita menilik tentang apa itu filsafat. Secara umum filsafat merupakan sebuah kegiatan pencarian dan petualangan tanpa henti mengenai makna kebijaksanaan dan kebenaran dalam pentas kehidupan, baik tentang Tuhan Sang Pencipta, eksistensi dan tujuan hidup manusia, maupun realitas alam semesta. 

Karena kegiatan pencarian itu tidak pernah final, tidak pernah membuahkan sebuah pencapaian kebijaksanaan dan kebenaran secara komprehensif (sempurna), maka setiap orang yang berfilsafat harus bertindak rendah hati. 

Masih ada semesta makna kearifan dan kebenaran tak terpahami; masih ada kebijaksanaan yang tersisa, masih ada jejak makna yang belum kita mengerti. Sehingga filsafat menjadi sebuah undangan tak berkesudahan terhadap kebijaksanaan.

Namun sampai disini, terbentang pertanyaan yang menggoda. Lalu apakah makna kebijaksanaan itu? Filsuf adalah orang yang mencinta dan mendamba sekaligus telah mencecap secercah makna kebijaksanaan. 

Lalu apa juga maknanya ketika kita berbicara tentang orang yang bijaksana? Kebijaksanaan bukan hanya miliki seorang ilmuwan yang ahli dalam salah satu lapangan ilmu pengetahuan. Begitu pula, orang yang telah mengerti banyak hal, orang yang telah menguasai berbagai ilmu pengetahuan belum tentu menjadi orang yang bijaksana. 

Kebijaksanaan adalah lebih dari sekedar ilmu pengetahuan. Seseorang baru disebut bijaksana apabila ia mempunyai pengertian yang mendalam mengenai arti dan nilai sesungguhnya daripada barang-barang, mengenai arti dan nilai hidup, arti dan nilai manusia, apabila ia mendasarkan pendapat dan pandangannya tidak atas pertimbangan-pertimbangan yang dangkal saja, tetapi melihat, merasa, memerhatikan, arti yang terdalam dari semuanya.

Dengan demikian secara garis besar, bijaksana mengandung dua makna yang tidak bisa dipisahkan antara keduanya. Pertama, mempunyai insight yakni pengertian yang mendalam, yang meliputi seluruh kehidupan manusia dalam segala aspeknya dan seluruh dunia dengan segala lapangannya, dan hubungan-hubungan antara semuanya itu. Kedua, sikap hidup yang benar, yang baik, dan yang tepat, berdasarkan pengertian tadi, yang mendorong akan hidup, yang sesuai dengan pengertian yang dicapai itu.

Pada titik inilah seorang filsuf sejatinya adalah orang yang memiliki wawasan yang luas dan mendalam sekaligus mampu mengamalkan wawasan tersebut dalam tataran praktis secara tepat, benar, dan kontekstual. Sehingga pantas disebut orang yang selalu mendamba sekaligus mencicipi kebijaksanaan hidup. Orang-orang yang seperti itulah yang memang pantas dimahkotai kebijaksanaan; sebagai orang-orang yang bijaksana.

Dalam membingkai pengertian tersebut, orang-orang cerdas yang memiliki wawasan yang luas dan mendalam, namun tak mampu mengimplementasikannya secara tepat, benar, kontekstual, sebenarnya tidak layak disebut filsuf; mereka belum pantas disebut sebagai orang-orang yang mendamba sekaligus menyerap secercah kebijaksanaan hidup. Mahkota kebijaksanaan hidup tidak layak disematkan kepada mereka.

Gambar 1 yaitu piramida data, information, knowledge, dan wisdom di atas telah merepresentasikan apa yang kita bahas sebelumnya. Objek dari ketakjuban manusia adalah segala hal tentang alam semesta ini. 

Alam semesta ini diibaratkan sebuah data. Data yang begitu besar dan tidak akan pernah habis untuk dieksplorasi. Ada data yang dapat diukur sehingga diketahui manfaat dari pengukuran data tersebut. Namun ada pula data yang hingga saat ini belum bisa diukur. Ketika ada sebuah data yang dapat diukur naiklah derajatnya menjadi sebuah informasi penting bagi manusia.

Tubuh manusia adalah sebuah ciptaan yang sempurna dari Allah SWT. Kita dapat mengukur berapa berat badan dan tinggi badan dari tubuh manusia. Pengukuran ini berdasarkan dari ketakjuban manusia mengenai begitu beragamnya tinggi dan berat badan manusia sehingga timbul sebuah ide untuk menuliskan tinggi dan berat badan manusia dalam angka.

Tinggi dan berat badan manusia dalam angka inilah yang menjadi informasi penting. Namun ketakjuban dan keingintahuan manusia tidaklah berhenti sampai disitu, timbul banyak pertanyaan, salah satunya adakah hubungan antara tinggi badan dan berat badan manusia. Pertanyaan inilah yang mendasari manusia untuk terlibat dalam penyelidikan lebih lanjut dari informasi yang telah ada. Berbagai penelitian dan ide pun muncul seiring dengan perkembangan zaman.

https://www.topendsports.com/testing/height-weight-table1.htm
https://www.topendsports.com/testing/height-weight-table1.htm
Gambar 2. Visualisasi Grafik Tinggi Badan dengan Berat Badan.

Sifat hubungan antar variabel yang begitu terkenal dalam statistika adalah linier. Berdasarkan grafik hubungan antara berat badan dan tinggi badan seperti gambar 2 terlihat bahwa terdapat hubungan yang positif antara tinggi badan dengan berat badan. 

Hubungan yang positif dalam artian bahwa ketika tinggi badan seseorang semakin tinggi maka kemungkinan besar akan diiringi dengan semakin besarnya berat badan. Apakah hanya sampai disitu aja kesimpulan yang kita dapat? Tidak. Lalu bagaimana dengan sebuah ketidaknormalan mengenai hubungan yang seharusnya positif tersebut. Akhirnya timbul yang namanya berat badan ideal.

Melalui penyelidikan lebih lanjut itulah yang menyebabkan sebuah informasi yang ada naik menjadi knowledge. Informasi tidak hanya sekedar menjelaskan sebuah ukuran namun mampu memberikan kita pengetahuan mengenai apa yang terjadi sebenarnya dibalik sebuah pengukuran tersebut. 

Ketika kita sudah mengetahui berat badan yang ideal untuk tinggi badan tertentu tentunya kita menginginkan bahwa berat badan kita akan ideal. Hal itulah nantinya yang menjadi pedoman dalam berkehidupan sehari-hari tentang sikap, perilaku, pemikiran, dan pola hidup guna mencapai berat badan ideal. Itulah yang dinamakan wisdom atau kebijaksanaan.

Alur contoh kecil di atas telah memberikan kita gambaran mengenai dua makna bijaksana yaitu insight dan sikap hidup yang benar, baik, dan tepat. Insight berarti kita telah memiliki pengertian yang mendalam mengenai tinggi badan dan berat badan. Sikap yang benar berarti bahwa kita mengimplementasikan insight yang kita peroleh dengan tindakan yang benar dan tepat. Pada titik inilah kita dapat dikatakan sebagai filsuf sejati.

Referensi :
Zaprulkan. 2015. Filsafat Ilmu Sebuah Analisis Kontemporer. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun