Mohon tunggu...
Muhammad Ilham Darmawan
Muhammad Ilham Darmawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Mercu Buana

Mahasiswa Universitas Mercu Buana, Meruya. Jurusan S1 Akuntansi Nama : Muhammad Ilham Darmawan NIM : 43221010028 Dosen Pengampu : Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sadulur Papat Lima Pancer Kearifan Lokal Indonesia

26 Oktober 2022   16:20 Diperbarui: 26 Oktober 2022   16:47 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SAJEN SEDULUR PAPAT BOOK OF INDONESIAN ENCYCLOPEDIA

Sadulur papat lima Pancer , melalui keutamaan lima yakni "sang Hyang Batara Kala" atau "waktu" dengan empat sadulur (data Indrawi : hidung, mata, telinga, dan juga mulut) di trans substansikan;

  • Lobang Hidung ("Timur") ; menjadi warna putih; sukma purba, dihuni oleh Batara Bayu; atau teks Sunda Wiwitan sang Hyang Wening _Wisnu.

  • Telinga ("Barat"), warna kuning; dihuni batara Sambu atau teks Sunda Wiwitan sang Hyang Wenang _ Brahma.

  • Bibir dan lisan ("Selatan"), sukma wasesa, berwarna merah suka rebut berantam dan permasalahan dihuni sang Batara Brahma atau teks Sunda Wiwitan oleh Hyang Guring Tunggal_ sang Hyang pengajar Siwa;

  • Mata disimbolkan wilayah (Utara), warna hitam, sukmanya langgeng, dihuni sang Batara Sriten; atau teks Sunda Wiwitan sang Hyang Tunggal_ Mandala Agung;

Sadulur papat limo pancer, istilah tersebut berasa dari sebuah kerangka anasir kuno yaitu Bumi, udara, air, dan juga api, kemudian terjadi perubahan yang diubah dari namanya dan juga bentuk lain yaitu "ketuban, darah, udel atau juga pusar, dan juga ari-ari". Kemudian dilakukan sebuah pengulangan sebagai sadulur papat limo pancer limo. Sajen sedulur papat merupakan sebuah sesaji atau sajen yang bisa beragam jenis nasi atau juga biasa disebut suga yang dilakukan dalam rangka menghormati dari empat saudara kembar yang ada pada empat penjuru mata angin atau juga hal tersebut biasanya bisa disebut juga yaitu sedulur papat limo pancer, yang kemudian menggunakan urutan menjadi sebagai berikut. :

1. Sega putih artinya ubo rampe  berupa nasi putih disejajarkan dengan arah timur atau Tirtanata, symbol  kakang kawah.

2. Sega cemeng atau nasi hitam merupakan ubo rampe   berupa nasi hitam diasumsikan mewakili  arah utara atau dianggap Warudijaya. Sega cemeng mendeskripsikan tali pusar.

3. Sega abang atau nasi merah artinya ubo rampe yang berupa nasi merah. diasumsikan mewakili  arah selatan atau Purbangkara,  menggambarkan symbol darah.

4. Sega Kuning atau nasi kuning merupakan ubo rampe yang  diasumsikan mewakilkan dari arah barat atau juga Sinotobrata,  hal ini menjelaskan dari sebuah simbol saudara termuda ari-ari.

Sesungguhnya Sajen Sedulur Papat merupakan bentuk lain berasal dari mahakarya seni agung, ingin menyatakan  terdapat sesuatu yang (fixed), misalkan manusia tidak mungkin membikin padi, membentuk nasi, serta seterusnya; "Sajen Sedulur Papat" merupakan ungkapan Nirkata, meniru dengan meminjam "tata" (menata karya seni) atau karya sastra non istilah pada bentuk proses atau Bila dikaji secara ilmiah beliau merupakan bentuk aplikasi Aristotle's Four Causes (berasal dari bentuk material, formal cause: efficient cause: serta  final cause).

"Sajen Sedulur Papat" artinya pergeseran tindakan batiniah menjadi lahiriah. beliau merupakan perubahan non materi, menjadi materi, untuk mencapai Geist mental Jawa Kuna; "Sajen Sedulur Papat" merupakan repetisi atau mimesis peniruan karya mikrokosmos pada makro kosmos untuk akhirnya mampu menemukan tuhan Maha Esa.

Sadulur papat lima Pancer merupakan suara atau bunyi pada Musik Aesthetics Gamelan "Nang Ning Nung Neng Gong";  menjadi paripurna olah rasa (rahsa/roso) pada setiap ritual kehidupan insan Jawa Kuno; terdapat banyak makna yang bisa diartikan pada istilah ini (dalam Jawa Kuna tidak terdapat yang dianggap makna tunggal pada sebuah kata bisanya mempunyai 8 arti minimal atau Dasa nama).

Musik Aesthetics Gamelan  mengutakamakan keseimbangan suara kenong, saron, kendhang, serta gambang dan  bunyi gong di setiap penutup irama dari ke atau menuju merepresentasikan jiwa serta pemujaan pada sang ilahi yang bersifat sacral/Agung. perjalanan batin serta Jiwa manusia Jawa (Mengerti) bahwa tuhan selalu diingat (sadar) di manapun serta kapanpun  terdapat pada waktu bersifat  (eling);

Kembalinya di pemahaman kehidupan menjadi asal serta tujuan "mengada (Dasain") umat insan menyebutnya sebagai  "urip iki ono sing nguripi", maka "Dao" atau ibu serta bapak sebagai reduksi berasal dari "sang Hyang Kersa" membentuk informasi yang masuk akal dari berbagai macam suatu menjadi ada dan juga nyata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun