Hari ini, seluruh waktu saya di kantor dihabiskan dalam rapat monitoring dan evaluasi program agen perubahan dan reformasi birokrasi. Seyogyanya, rapat ini rutin dilakukan di awal triwulan. Namun, kali ini rapat dilaksanakan di pertengahan triwulan, yang cukup membuat kepala kantor gusar. Beliau merasa tidak ada kondisi krusial yang seharusnya menghambat jadwal rutin ini.
Pukul 08.30, setelah apel pagi, saya segera menuju ruang kepala kantor tanpa sempat menyeduh kopi. Sebagai anggota tim agen perubahan, saya bergabung dengan delapan rekan lainnya. Namun, satu orang berhalangan hadir karena sakit. Memahami ruangan akan penuh, saya mengambil kursi tambahan sebelum masuk.
Rapat dimulai dengan pemaparan dari masing-masing pemilik program. Ada sembilan program inovasi yang disusun, sesuai jumlah anggota tim. Program-program ini bertujuan mendorong perubahan signifikan di instansi kami, sesuai mandat Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 27 Tahun 2014.
Mayoritas program kami fokus pada internalisasi nilai-nilai inti BERAKHLAK (Berorientasi pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif). Beberapa lainnya menyasar masyarakat, mendukung reformasi birokrasi tematik seperti pengentasan kemiskinan, peningkatan investasi, digitalisasi administrasi, dan percepatan prioritas aktual presiden.
Setelah pemaparan, diskusi dimulai. Kepala kantor menyoroti pentingnya prinsip SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound) untuk memastikan keberhasilan program. Beliau mengingatkan, program harus memiliki ukuran yang jelas agar dampaknya terlihat nyata, ada perubahan sebelum dan sesudah adanya program.
Beliau juga mendorong kami untuk lebih berani mengajak partisipasi pegawai lain. Sebagai agen perubahan, tugas kami adalah mengubah kebiasaan buruk menjadi lebih baik. Hal ini termasuk beralih dari cara kerja manual menuju digitalisasi, yang membutuhkan keberanian dan inovasi.
Pesan penting lainnya adalah membangun komunikasi yang lebih cair. Persepsi negatif sering menghambat kolaborasi, padahal belum tentu benar. Terkadang, rasa takut mengganggu pekerjaan orang lain justru membuat kita enggan mengajak mereka terlibat.
Pada akhirnya, beliau menekankan pentingnya berpikir kritis dan kreatif, melihat dari perspektif luas untuk menemukan celah dan peluang memaksimalkan hasil program.
Diskusi berlangsung santai dengan sesekali celetukan ringan yang mencairkan suasana. Rapat ditutup dengan harapan bahwa program-program ini dapat mencapai hasil maksimal di triwulan terakhir tahun ini. Semua catatan dan evaluasi akan menjadi bekal untuk pelaporan ke kantor pusat, dengan target nilai yang memuaskan.
Sebagai agen perubahan, perjalanan ini adalah tantangan dan tanggung jawab yang membawa semangat baru untuk terus maju.