Sumpah Pemuda, yang diikrarkan 95 tahun silam, bukanlah sekadar peristiwa sejarah yang lalu. Â Ia adalah sebuah janji, sebuah komitmen yang terus relevan hingga saat ini, bahkan di tengah arus perubahan yang begitu deras di era digital. Â Refleksi atas Sumpah Pemuda bukan hanya sekadar mengenang peristiwa, melainkan juga merenungkan sejauh mana kita telah mengimplementasikan nilai-nilai luhurnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Semangat persatuan yang dikumandangkan para pemuda tahun 1928, Â merupakan kunci keberhasilan perjuangan kemerdekaan. Â Mereka mampu melampaui perbedaan suku, agama, dan ras, untuk bersatu dalam satu tujuan: kemerdekaan Indonesia. Â Di era digital saat ini, tantangan persatuan justru datang dalam bentuk yang berbeda. Â Penyebaran informasi yang cepat dan mudah melalui media sosial, Â seringkali dimanfaatkan untuk menyebarkan hoaks, ujaran kebencian, dan memecah belah persatuan. Â Kita dihadapkan pada polarisasi yang tajam, Â di mana perbedaan pendapat seringkali berujung pada permusuhan.
Bahasa persatuan, Bahasa Indonesia, yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda, juga menghadapi tantangan baru. Â Penggunaan bahasa gaul, singkatan, dan bahasa asing yang berlebihan, Â berpotensi mengikis kekayaan dan keutuhan Bahasa Indonesia. Â Kita perlu menjaga dan melestarikan Bahasa Indonesia sebagai perekat persatuan dan identitas bangsa. Â Bukan hanya sebagai bahasa resmi, tetapi juga sebagai bahasa yang mampu mengakomodasi keberagaman budaya dan dialek di Indonesia.
Lebih dari sekadar persatuan dan bahasa, Sumpah Pemuda juga mengajarkan kita tentang pentingnya komitmen dan tanggung jawab. Â Para pemuda 1928 menunjukkan komitmen yang kuat untuk memperjuangkan kemerdekaan. Â Kini, komitmen kita diuji dalam berbagai hal, mulai dari menjaga lingkungan, Â memperjuangkan keadilan sosial, hingga melawan korupsi. Â Kita perlu memiliki tanggung jawab moral untuk membangun Indonesia yang lebih baik, Â sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa.
Refleksi Sumpah Pemuda di era digital menuntut kita untuk lebih bijak dalam memanfaatkan teknologi. Â Kita harus mampu menyaring informasi, Â menghindari penyebaran hoaks, dan menggunakan media sosial untuk memperkuat persatuan, bukan memecah belah. Â Kita juga perlu aktif dalam menjaga dan melestarikan Bahasa Indonesia, Â serta berkomitmen untuk membangun Indonesia yang lebih baik. Â Api persatuan yang dinyalakan para pemuda 1928 harus terus kita jaga dan kita wariskan kepada generasi mendatang. Â Sumpah Pemuda bukanlah akhir dari sebuah perjuangan, melainkan awal dari sebuah perjalanan panjang menuju Indonesia yang lebih maju, adil, dan makmur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H