Munculnya hal-hal seperti ini tentu tidak secara instan, dan hal ini adalah salah satu barang promosi yang diperdagangkan di depan umum. Ini seperti menjadi budaya tersendiri untuk mencari generasi penerus (kader)—padahal merupakan salah satu pemicu praktek-praktek korup yang sampai kasusnya sampai sekarang mulai terbenam lagi. Perlu ditekankan adalah segala macam praktek kaderisasi dan pencarian generasi penerus adalah memunculkan generasi yang memiliki potensi dan peningkatan SDM yang dimiliki—bukan melalui cara-cara karbitan dengan mengobral kemanfaatan dari link tersebut.
Kontemplasi
Semua memiliki waktu dan tempatnya masing-masing dalam mengimplikasikan link ini agar dapat bermanfaat dalam skala yang lebih besar. Ketika kita men”cap” link merupakan hal yang negative, berarti sama saja kita mengatakan bahwa manusia dengan sifatnya yang tidak bisa hidup sendiri itu salah. Saya melirik pada salah satu hukum alam, yang intinya menganjurkan hidup seimbang, tidak menggunakan link tersebut secara berlebihan dan tidakpu kurang. Pemanfatan dan pandangan berlebihan terhadap Link akan berimbas pada semakin buruknya budaya-budaya interaksi yang dibangun masyarakat, karena cenderung akan bersifat kapitalis dan monopolis. Ketika kurang dimanfaatkan, kita akan stagnan pada keadaan pas-pasan.
Begitu petingnya link ini, tidak banyak orang menghabiskan banyak duit dan pikiran untuk memangunnya menjadi lebih baik, semua dilakukan oleh berbagai kalangan—pointnya adalah tidak semua link yang ada digunakan untuk mengembangkan SDM seseorang untuk kepentingan rakyat, bukan untuk memakmurkan tindakan korup dan bisnis konspirasi. Wallahualam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H