Mohon tunggu...
Muhammad Iftahul Jannah
Muhammad Iftahul Jannah Mohon Tunggu... karyawan swasta -

manusia bisa terang karena ada manusia lain

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Miskin, Sedang, dan Kaya - Dalam Pergerakan Mahasiswa

20 Mei 2012   16:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:03 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya katakan beruntung karena mahasiswa yang seperti ini adalah mahasiswa yang kebanyakan memaknai intelektual sebagai suatu kebutuhan, oleh karnanya mereka dalam sebagian besar, malakukan tindak-tanduk atas dasar pengetahuan dan totalitas, dengan motif yang tentu jelas untuk kehidupan mereka yang lebih baik. Mereka yang merasakan “susah”nya hidup tentunya akan memiliki pikiran yang sama dengan orang-orang yang berjuang untuk kemajuan bangsa ini—melewati batas-batas tirani yang memungkinkan menjadi penghalang. Mengamati dari sudut kebutuhan, tentu mereka memiliki kebutuhan yang besar atas pendidikan. Terkadang nekat dalam bertindak, karena tidak memiliki apa-apa (harta), sehingga bisa dikatan sebagai golongan mahasiswa yang “bebas”. Pergerakan yang dibangun oleh golongan mahasiswa seperti ini dari tahun ke tahun merupakan pergerakan yang sering menimbulkan pergolakan—baik itu bersifat kres ataupun memiliki akhir yang tragis.

Saya pikir adalah suatu kewajaran ketika intelektual seperti ini dalam perjuangan, untuk tidak mengulangi nasibnya sampai pada keturunannya, melakukan manuver yang bisa dikatakan “keras”, penolakan, demonstrasi dan cara-cara yang lain adalah bukti nyata dari keinginan yang kuat untuk mengubah, serta adanya tunggangan jiwa murni karena ingin mengubah—tidak semua golonganya melakukan hal seperti ini, hanya semangat ini yang melahirkan banyak moment perubahan bangsa kita sampai dengan saat ini—semangat dan penghargaan atas intelektualitaslah yang harusnya kita patrikan.

Sejalan dengan golongan mahasiswa seperti ini—karena memang tidak semua mahasiswa yang memiliki status ekonomi “pas-pas”an memiliki keinginan untuk merubah—terkadang tipe seperti ini memiliki salah satu kecenderungan untuk memulai ataupun lebih menginisiasi pergerakan mahasiswa yang bertujuan untuk melakukan perubahan, baik dalam kerangka pendidikan, kelembagaan mahasiswa di universitas/kampus, dan sebagainya. Apa kita harus menjadi miskin terlebih dahulu sebelum menentukan langkah, saya rasa tidak!!!

Yang Sedang

Pada golongan mahasiswa yang kedua ini, saya katakana sebagai golongan mahasiswa “sedang” atau seperti yang saya tuliskan diatas adalah golongan mahasiswa yang “bimbang”. Dari beberapa teman yang saya lihat, golongan ini merupakan golongan yang saya pikir paling banyak di antara dua golongan lain yang saya tuliskan. Hampir rata diseluruh institusi/lembaga pendidikan di Indonesia. Golongan ini saya katakana golongan “bimbang” dalam kerangka pergerakan mahasiswa karena, golongan ini sepertinya memiliki perhitungan dan standar sendiri ketika ingin melakukan suatu tindakan—maksud saya adalah terkadang pada saat dibutuhkan, golongan ini tindak kunjung bertindak dan terkadang ketika memiliki nafsu untuk bertindak, maka golongan ini akan hadir sebagai orang yang dapat mengatur irama “gerakan” mahasiswa.

Sifat terkadang muncul dan terkadang terbenam inilah yang menjadi ciri khas mahasiswa golongan sedang, sedang sangat berbeda dengan golongan mahasiswa “miskin” yang terbilang reaksioner. Hal ini tentunya akan menimbulkan ketimpangan pemikiran, terutama dalam eskalasi pergerakan mahasiswa. Kita tahu bahwa ketika kita ingin menjadikan suatu pergerakan yang memiliki impact dalam suatu permasalahan yang sedang dihadapi—ada beberapa persyaratan sebagai berikut : ada tokoh, ada organisasi massa, ada strategi, dan ada keterlibatan aktif secara missal dari berbagai elemen mahasiswa. Ketika golongan ini pada saatnya nanti “mati suri” karena tidak memiliki “mood” dalam suatu perjuangan yang semestinya dikawal, akan sia-sialah suatu perjuangan yang diusung sebagian orang—mengingat jumlah golongan ini memiliki massa yang cukup banyak.

Peran golongan sedang ini sebetulnya sangat sentral, sebagai penyeimbang—terlebih ketika golongan ini memiliki kesadaran atas intelektualitas dan tanggung jawab moralnya sebagai salah satu pelopor perubahan. Kebimbangan golongan inipun akan dapat menjadi boomerang yang sangat tajam ketika eskalasi permasalahan yang seharusnya dikawal atau ditanggapi tidak mendapat respon positif dari golongan ini. Salah satu contoh kebimbangan tersebut adalah, adanya pikiran mencari aman, karena merasa tidak mengganggu “lingkaran kehidupan nyaman” dari golongan ini—dapat dilihat dari sikap menunggu dan apatis dalam memikirkan suatu masalah.

Hal ini tentu saja akan menjerumuskan salah satu teman seperjuanga yaitu (golongan miskin), yang selalu bergejolak untuk melawan sesuatu yang menurutnya tidak adil dan bersifaf sewenang-wenang. Inilah yang patut disadari oleh golongan ini, sadar akan tanggungjawab dan sadar akan kepemilikan intelektualitasnya dalam hidup, sehingga perjuangan akan menghasilkan perjuangan yang massif—tidak lagi memiliki banyak pertimbangan di saat keadaan yang mendesak.

Yang Kaya

Untuk golongan ini, sebetulnya sangat mudah untuk menemukannya—memiliki hasrat untuk berjuang tapi tidak pernah turun ke medan perang, ketika suatu pergerakan yang dibangun bernasib sial, maka mereka akan mudah menjadi “penceramah” akibat kegagalan pergerakan tersebut. Sekiranya golongan ini, karena telah mendapat ke”nyamanan” dalam mengikuti pendidikan, mereka tidak akan berpikir jauh dan panjang terhadap persoalan yang terjadi, tapi mereka tahu banyak tentang segala sesuatu. Hanya saya masih belum dapat mendefinikan secara gambling apa yang menjadi motifnya sehingga golongan ini jarang bergerak.

Dalam pandangan sesaat kita akan menemukan fenomena yang menurut saya positif dari golongan ini—mereka akan sangat memiliki potensi untuk melakukan pergerakan untuk merubah, ketika jubah dan status mereka yang melebihi golongan lainnya dibuang dan tidak dinikmati sampai lupa daratan. Mereka dapat menjadi contoh intelektualitas aristokratis dan intelektualitas teknokrat, mereka bisa menjadi tameng sekaligus contoh representative orang-orang kaya di negeri ini yang memiliki kesadaran intelektual untuk bermanfaat dan mengabdi untuk rakyatnya. Hal ini akan membawakan kita pada angin segar, ketika golongan ini ikut terjun dalam pergerakan mahasiswa yang begitu komplek—dan tentunya secara otomatis akan mempengaruhi semangat dan kondisi psikologis golongan lainnya untuk melakukan suatu pergerakan. Ketika baik akan menjadi bapak—ketika acuh akan menjadi sampah intelektual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun