Mohon tunggu...
Muhammad Ichlasul Arifin
Muhammad Ichlasul Arifin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hai Saya Muhammad Ichlasul Arifin Bisa dipanggil Arif, aku sangat menyukai tentang sejarah yang berkaitan dengan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dinamika Politik dan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum 1951 di Yogyakarta

29 Juni 2024   23:30 Diperbarui: 29 Juni 2024   23:31 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar .1.: proses pendaftaran pemilih oleh panitia yang dilaksanakan di danurejanSumber: BPAD D.I. Yogyakarta, Arsip Foto Pemilu 1951

Pemilihan umum adalah indikator keberlangsungan demokrasi dan keberhasilan pemerintahan sebuah negara. Pemilihan yang efektif menghasilkan proses pembentukan sistem pemerintahan, pembagian kekuasaan, penegakan hukum, dan kontrol pemerintah. Akibatnya, banyak negara berpikir tentang cara membuat sistem pemerintahan yang demokratis dengan menggunakan pemilihan umum. Pasca Proklamasi 1945, Indonesia mulai mengadakan pemilu, tetapi baru berhasil dilakukan pada tahun 1951 dan 1955.

PENULIS: Fadela Hayati dan Annisa Nur Latifah 

Latar Belakang Diselenggarakannya Pemilihan Umum 1951 di Yogyakarta

Sangat penting untuk menyelidiki Pemilihan Umum 1951 di Yogyakarta. Pemilihan Umum 1951 harus dilihat dari sudut pandang bagaimana pemerintah lokal dan pemerintah pusat berinteraksi untuk membangun sistem demokratis di negara baru. Jadi, hasilnya dapat menjelaskan apa yang terjadi di Yogyakarta selama periode tersebut jika digunakan sebagai ukuran untuk penyelenggaraan pemilihan umum secara nasional.

Pemilu yang diadakan di Jogja setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1951 merupakan tonggak sejarah penting dalam kemajuan demokrasi Indonesia. Pemilu 1951 adalah pemilu pertama yang belum lengkap dan menghadapi banyak masalah. Bertujuan untuk memilih anggota Konsituante untuk menyusun Konstitusi baru untuk menggantikan Konstitusi 1945. PNI dan PKI menjadi peserta pemilu terbesar di Jogja, bersaing ketat untuk merebut suara melalui kampanye dan acara masa yang meningkatkan suasana di kota menjelang pemungutan suara. Sayangnya, pemilu 1951 tidak adil secara keseluruhan dan demokratis, dengan banyak kecurangan yang menguntungkan partai tertentu. Meskipun demikian, pemilu ini tetap bersejarah karena untuk pertama kalinya rakyat Indonesia dapat menggunakan hak suara meksi yang tidak ideal untuk memilih wakil mereka di parlemen.

Pengalaman dengan penyelenggaraan pemilu di Jogja pada tahun 1951 memberi banyak pelajaran berharga untuk perbaikan sistem pemilu dan demokrasi Indonesia di masa depan. Selain itu, sebagai pusat pergerakan nasional, Jogja semakin mengukuhkan peran pentingnya dalam membangun tradisi demokrasi melalui penyelenggaraan pemilu yang lebih adil dan berkualitas.

Pemilihan umum untuk memastikan penyelenggaraan pemilu yang lancar, panitia pemilihan Yogyakarta telah mempersiapkan pemilu secara menyeluruh sejak awal, dengan menyusun jadwal dan tahapan pelaksanaan yang ketat. Jadwal yang disusun oleh panitia dimulai dengan pendaftaran dan berakhir dengan pelantikan anggota dewan terpilih. Dimulai pada 16 Juli dan berlangsung hingga 24 Desember 1951. Sosialisasi pemilu sudah dimulai sebelum Juli 1951, tetapi prosesnya lebih dari enam bulan. Karena pemilihan umum anggota DPR Daerah Yogyakarta adalah sesuatu yang baru bagi panitia dan masyarakat, penyelenggaraannya sulit. Panitia menghadapi masalah dengan tingkat pendidikan warga, angka buta huruf, dan kesadaran politik yang rendah saat memulai proyek besar itu. Komite mengakui bahwa Undang-Undang No. 7 Tahun 1950 dan PP No. 36 Tahun 1950, yang memungkinkan pelaksanaan.

Meskipun beberapa pemilu telah diadakan sebelumnya pada paruh kedua tahun 1940-an, Pemilu 1951 di Yogyakarta adalah yang paling signifikan dalam sejarah politik Indonesia. M. Nazir Salim menunjukkan bahwa ingatan kesuksesan Pemilu 1955, yang diulang-ulang dan membentuk ingatan sosial tentang sejarah politik mereka, terkait dengan pemilu lokal yang dihelat lebih awal. Oleh karena itu, ada pemahaman bahwa Pemilu 1951 di Yogyakarta dan Sulawesi adalah pemilihan lokal pertama di Indonesia.

Partai-partai politik yang menjadi peserta pemilu 1951

Berbagai partai politik dari berbagai latar belakang dan ideologi berpartisipasi dalam Pemilihan Umum 1951, mencerminkan perbedaan politik dan kekuatan sosial di Indonesia setelah kemerdekaan. Partai Masyumi menjadi wadah bagi kelompok Islam modernis perkotaan yang dipimpin oleh Mohammad Natsir dan Prawoto Mangkusasmito. Masyumi mengusung ideologi Islam inklusif dengan basis massa yang tersebar di kota-kota Jawa Barat. Sementara itu, Partai Nasional Indonesia (PNI), dipimpin oleh Bung Karno, berideologi nasionalisme sekuler dan banyak didukung oleh kelas menengah kota di pusat pergerakan seperti Jakarta dan Surabaya. Nahdlatul Ulama (NU), lembaga Islam terbesar di Indonesia, mewakili komunitas Islam tradisional yang berasal dari pedesaan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di wilayah pedesaan NU menjadi kekuatan kekuatan politik yang dominan dengan konstituante petani dan santri.

Selanjutnya, satu-satunya partai komunis yang berpartisipasi dalam pemilu adalah Partai Komunis Indonesia (PKI), yang dipimpin oleh Dipa Nusantara Aidit. PKI berbasis di kalangan petani dan buruh miskin dan menguat di Jawa Tengah dan Bali. PSII, partai pedagang yang dipimpin oleh HS Tjokroaminoto, dan Parkindo, partai umat Kristen yang dipimpin oleh Ong Eng Die, adalah dua partai Islam lainnya yang turut serta. Semua partai ini memiliki basis massa dan ideologi yang beragam, dan ketujuh partai politik utama ini bersaing secara dinamis dalam pemilihan umum perdana tahun 1951, yang menjadi tonggak sejarah untuk kemajuan desentralisasi.

Pemilihan umum 1955 di Yogyakarta

            Indonesia pertama kali menyelenggarakan pemilu berskala nasional pada tahun 1955 untuk membuktikan pengakuannya sebagai negara demokratis. Namun Pemilu 1955 bukanlah percobaan pertama penyelenggaraan pesta demokrasi di Indonesia, sebelumnya juga pernah diselenggarakan pemilu  dalam skala lokal di beberapa daerah pada tahun 1951-1952.

            Pemilu 1955 diikuti lebih dari 100 partai, organisasi, dan perorangan. Berbagai elemen masyarakat terlihat sangat antusias dalam menyambut pesta demokrasi ini, hal ini wajar karena pada masa Demokrasi Parlementer, rakyat sipil maupun partai atau organisasi politik bebas menyalurkan aspirasi politiknya. Selain itu, antusiasme masyarakat yang tinggi juga dikarenakan pemilu ini telah ditunda berkali-kali sehingga menjadi daya tarik masyarakat.

            Menjelang pemilihan umum, panitia pemilihan di berbagai daerah mempersiapan dan mengecek berbagai kebutuhan pemilu agar pesta demokrasi ini berjalan dengan lancar. Selain itu, untuk menghadapi pemilu ini panitia dari berbagai daerah diberikan pelatihan, termasuk yang dilakukan di daerah Kabupaten Daerah Istimewa Yogjakarta lainnya, seperti di Kulon Progo dan Gunung Kidul. Sebulan menjelang diadakannya pemilu, pekerjaan yang harus dilakukan oleh panitia pemilihan adalah mengirimkan kertas suara, daftar kandidat, dan berbagai kebutuhan logistik pemilu lainnya.

Saat itu, tingkat literasi di Indonesia masih sangat rendah dan belum menyeluruh, sehingga menuntut berbagai partai politik untuk berpikir kreatif agar kampanye mereka dapat diterima dan dipahami berbagai lapisan masyarakat. Kampanye telah berlangsung sejak awal tahun 1953 sampai tahun 1955. Banyak metode yang digunakan oleh partai-partai politik, seperti kampanye lapangan, ceramah, mengikuti acara atau rapat organisasi komunitas tertentu, menggaet anggota baru, bahkan kampanye visual lewat baliho, spanduk, dan iklan di media massa. Selain itu, uniknya partai politik pada saat itu mengajarkan cara-cara perdamaian kepada para pengikutnya dan calon pemilih untukmerahasiakan pilihan mereka kepada publik dan membebaskan mereka untuk memilih siapa saja.

            Tempat pemilihan umum dilakukan diberbagai tempat publik, seperti sekolah, dibeberapa rumah tokoh desa, atau bangunan sederhana dari bambu yang sengaja dibangun untuk pemilu. Ada sekitar 96.000 TPS yang tersebar diseluruh Indonesia. Semua masyarakat sangat berpartisipasi dalam pemilu ini, termasuk para difabel dan para pemilih yang terjerat perkara hukum menunggu putusan perkaranya untuk dapat mengikuti pemilu. Partisipasi masyarakat Yogyakarta yang luar biasa ini membuat situasi fasilitas publik seperti pasar, pertokoan, dan stasiun sangat sepi. Selain itu, kantor-kantor pemerintahan juga tutup kecuali kantor-kantor penting seperti kepolisian, kejaksaan , dan sebagainya.

            Untuk memastikan ketertiban dan keamanan pelaksanaan pemilu ini, Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII bekeliling ke beberapa daerah di Provinsi Yogyakarta untuk meninjau proses pemilihan.

            Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang berhasil dalam melaksanakan pemilu 1955, dapat disimpulkan bahwa Yogyakarta sukses mengadakan dazn mengamankan pesta demokrasi dan juga berhasil dalam hal tingkat partisipasi warga yang sangat tinggi dalam menyemarakkan pemilu pertama tersebut. Ada beberapa faktor yang memengaruhi tingginya partisipasi masyarakat yogakarta, pertama, Yogakarta memiliki pengalaman historis pada pemilu sebelumnya. Kedua, karena mobilitasi yang relatif berhasil dari pemerintah dan partai politik. Ketiga, terjalinnya hubungan yang baik antarwarga negara di Yogyakarta. Keempat, kuatnya identifikasi antara pemilih dengan platform atau ideologi partai politik.

DAFTAR PUSTAKA

 

Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI)

https://historia.id/politik/articles/pemilu-di-wilayah-kesultanan-PzEZO/page/3

 

Foto 1. Peti kayu berisi surat suara diturunkan dari truk di salah satu TPS di Kabupaten Bantul. Sumber: ANRI, Kementerian Penerangan DIY 1950- 1965, 
Foto 1. Peti kayu berisi surat suara diturunkan dari truk di salah satu TPS di Kabupaten Bantul. Sumber: ANRI, Kementerian Penerangan DIY 1950- 1965, 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun