Mohon tunggu...
Muhammad Husni Mubarok
Muhammad Husni Mubarok Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN KHAS Jember

Nulis aja dulu

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Urgensi Undang-undang Asset Recovery di Indonesia

3 April 2023   19:54 Diperbarui: 3 April 2023   20:04 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Asset recovery atau yang dikenal dengan perampasan aset kali ini kembali digaungkan melalui adanya pembahasan RUU perampasan aset dan juga ditengah maraknya pegawai pemerintahan yang terungkap kekayaannya. Tak sedikit dari mereka bahkan mempamerkan harta-hartanya di sosial media. Hal ini menyebabkan rakyat overthinking terhadapnya. Mengapa tidak, rakyat dibuat heran dengan kekayaan fantastis yang dimiliki pejabat negara yang tak sebanding dengan profil pendapatannya atau dengan besaran pajak yang disetor. Maka dari itu perlu adanya peraturan yang mampu mengkontrol dan mengawasi hal tersebut.

Seberapa pentingkah RUU perampasan aset?

Asset recovery atau perampasan aset dinilai mampu untuk membantu menyelesaikan kasus korupsi dan berbagai tindak pidana ekonomi lainnya. Hal ini dikarenakan dalam RUU perampasan aset terdapat aturan yang dalam UU tindak pidana korupsi itu sendiri belum diatur. Contohnya seperti pengelolaan harta atau aset yang telah dirampas karena kasus korupsi yang dalam realitanya saat ini tidak dikelola dengan baik, tidak dimaksimalkan, dan bahkan hilang. 

Aset-aset tersebut akan sangat memungkinkan diawasi dengan baik oleh adanya aturan perampasan aset. Sehingga tidak ada lagi aset-aset yang mangkrak setelah dirampas atau tidak dikelola dengan maksimal. Semisal dengan melakukan lelang dengan jelas yang dapat membuat aset tersebut menjadi bernilai dan berguna kembali serta mengelola aset tersebut sesuai dengan fungsinya.

Selain itu dengan adanya aturan tentang perampasan aset ini dapat memberikan efek jera bagi para pelaku tindak pidana ekonomi dan koruptor. Sebab selama ini koruptor hanya terkena hukuman badan saja, namun harta-harta mereka tidak ditelusuri. Sehingga ketika mereka bebas dari masa hukuman, mereka tetap dengan kondisi yang masih kaya raya. Alhasil banyak koruptor yang meremehkan dan tenang-tenang saja ketika terkena kasus bahkan mengulangi perbuatannya lagi. Karena mereka hanya tinggal pasang badan saja untuk dikenakan hukuman tanpa khawatir harta mereka habis. 

Namun dengan adanya aturan perampasan aset, maka mereka tidak bisa lagi mempertahankan kekayaannya. Maka seharusnya hukuman bagi para koruptor dan tindak pidana ekonomi lainnya ialah selain dikenakan hukuman pidana badan, yakni dengan menjatuhkan mereka kedalam kemiskinan. Karena yang mereka takutkan bukanlah masuk sel namun masuk kedalam jurang kemiskinan.

Saat Indonesia menandatangani konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa melawan korupsi tahun 2003, maka sejak saat itu harus ada aturan dalam suatu negara yang ikut menandatangani konvensi tersebut terkait dengan perampasan aset atau asset recovery. Namun hingga saat ini Indonesia belum memiliki aturan khusus tentang perampasan aset tersebut. Indonesia juga belum menganggap perampasan aset tersebut sebagai suatu aturan yang penting dalam pemidanaan. Hal ini dapat dibuktikan salah satunya dengan KUHP Bab II tentang Pidana yang mengkategorikan perampasan dan penyitaan termasuk kedalam pidana tambahan bukan pidana pokok.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun