Pernahkah kita melihat gambar di atas?. Jika iya, di mana sering melihatnya?.
pernahkah kita merasa terpaksa membayar layanan yang sebenarnya tidak kita butuhkan?
Saat ini, parkir gratis selalu menjadi polemik di masyarakat. Pasalnya, banyak tempat-tempat yang menyediakan informasi baik berupa spanduk atau bentuk informasi lainnya tentang parkir gratis tapi nyatanya masih ada segelintir orang yang menganggap itu hanyalah pajangan belaka tanpa mematuhi perintah yang ada di dalam spanduk tersebut.
Bukan tanpa alasan, segelintir orang yang sering kita temui di pusat-pusat perbelanjaan, warung makan, tempat keramaian bahkan acara pernikahan memanfaatkan keramaian untuk meraup untung. Hanya bermodalkan sumpritan dan mantra ajaib "Parkir" bisa meraup keuntungan yang begitu banyak.Â
Disisi lain, tempat parkir yang dimaksud di atas secara wajar dan jelas tidak ada pungutan apa pun termasuk parkir.
Beberapa hari yang lalu, sempat viral di Twitter unggahan foto spanduk bertulisan "Parkir Gratis" di depan minimarket sebagai tanda bahwa tukang parkir di lokasi tersebut bukanlah petugas resmi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua orang mengharapkan kehadiran penyedia jasa yang telah disebutkan di atas.Â
Misal saja, tanpa tukang parkir dan pak ogah, mungkin kita bisa parkir dan memutar balik kendaraan kita secara mandiri. Bisa saja ada yang merasa terganggu dari kehadirannya.
Di luar dari semua itu, munculnya Pekerja Informal tidak terlepas dari keterimpitan hidup dan minimnya kesempatan kerja dan justru pekerjaan ini merupakan wujud kreativitas yang dapat menyelamatkan banyak keluarga.
Bayangkan saja, satu motor dipungut Rp 2000 untuk parkir, dan motor/ kendaraan lainnya yang berbelanja di pusat perbelanjaan dalam sehari minimal 10 kendaraan yang berarti pendapatan minimal  terendah Pekerja Informal adalah Rp 20.000/hari.
Seribu, dua ribu sampai seikhlasnya adalah upah  yang biasanya mereka dapatkan dengan kinerja mereka dengan menjaga ketulusan hati.
Polemik ini akan terus ada sampai dengan masalah utamanya terselesaikan (keterimpitan hidup dan minimnya kesempatan kerja).
Yang sepatutnya kita lakukan adalah kembali ke diri kita sendiri. Apakah kita mau memberi dengan ikhlas atau tidak memberi sama sekali adalah pilihan yang kita tentukan sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H