Mohon tunggu...
Muhammad Husni
Muhammad Husni Mohon Tunggu... Mahasiswa - SPI 1.NIM:211104040038

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jalan Panjang Sila Pertama dalam Pusara Sejarah

18 November 2021   10:00 Diperbarui: 18 November 2021   10:02 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya padat dan juga terdapat macam-macam suku,budaya dan agama yang berbeda-beda.Ini merupakan tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia.Untuk itu,maka harus memiliki ideologi dasar negara yang kuat dan di setujui oleh semua pihak.

Maka terbentuklah dasar negara Republik Indonesia yaitu Pancasila.

Bermula pada tahun 1945 dalam persidangan BPUPKI tepatnya bulan Juni.Saat para pendiri bangsa harus menentukan dasar negara, apakah Islam atau Pancasila.Komprominya ialah Pancasila 22 Juni 1945 yang sila pertamanya berbunyi "Ketuhanannya dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya". Kompromi itu pada 17 Agustus 1945 ditolak oleh sekelompok anak muda yang menyatakan bahwa kalau sila pertama seperti itu,maka kaum Nasrani dari Indonesia timur tidak akan bergabung dengan RI.Para tokoh Islam legawa untuk menghilangkan tujuh kata itu dan menyetujui sila pertama menjadi ketuhanan yang maha esa.

Pada 1956-1959 dalam konstituante, partai NU bersama partai-partai Islam lainnya kembali memperjuangkan negara berdasar Islam.Upaya ini tidak berhasil.Ketika Konstituante menghadapi jalan buntu dan ada usulan untuk mengambil UUD 1945 sebagai UUD hasil produk konstituante.Akhirnya Dekrit presiden 5 Juli 1959 memberlakukan kembali UUD 1945,yang sila pertamanya ialah ketuhanan yang maha esa, walaupun NU menginginkan tujuh kata piagam Jakarta itu dimasukkan kembali ke dalam sila ketuhanan.

Pada akhir 1984 Muktamar NU ke-27 mengakui Pancasila sebagai dasar negara.Sikap NU yang didasarkan pada kajian tentang hubungan Islam dan Pancasila yang di susun oleh KH.Achmad Siddiq itu, mengubah secara mendasar peta kepartaian di Indonesia.Menarik perhatian kita bahwa yang menyusun kajian tentang hubungan Islam dan Pancasila adalah seorang kiai pesantren,bukan profesor dari Universitas.Kiai Achmad Siddiq adalah santri Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari.Dapat diduga pengaruh pemikiran Hadratussyaikh terhadap Kiai Ahmad Siddiq salam menyusun naskah dokumen tersebut cukup besar.Lalu kemudian ormas Islam lain pun mengikuti untuk menerima secara resmi Pancasila sebagai dasar negara.

Menjadi sebuah pertanyaan yang sulit di jawab mengapa ormas Islam pada waktu itu tidak langsung menerima Pancasila?Ada dugaan bahwa para tokoh Islam dan para ulama menafsirkan Pancasila itu bersifat sekuler, tidak bersifat agamis.Padahal sila pertamanya adalah ketuhanan yang maha esa.Ini karena disandarkan kepada Bung Karno yang sering menyebutkan nama Kemal Attaturk.

NU yang di pimpin oleh Hadratussyaikh memaknai sila ketuhanan yang maha esa dalam pengertian bahwa sila-sila yang lain harus sesuai dan tidak bertentangan dengan sila ketuhanan.Bagi NU wujud pengejawantahan sila pertama Pancasila, adalah berdirinya Kementerian Menteri Agama Wahid Hasyim memaknai sila pertama dengan Kebijakan membuat MoU dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada 1951 untuk memberikan pengajaran agama di sekolah dan mendirikan madrasah yang menjadi tonggak masuknya pendidikan Islam ke dalam sistem Pendidikan Nasional.

UU Perkawinan (1974) dan UU Peradilan Agama (1989) termasuk bentuk penafsiran sila pertama dari sejumlah UU yang memberi ruang bagi aspirasi umat Islam.Perlu diingat bagaimana proses pembahasan UU Perkawinan yang menjadi UU pertama yang memasukkan ketentuan syariat Islam yang partikular kedalam sistem hukum Indonesia.Saat itu para pemuda dan mahasiswa Islam menyerbu ke dalam Ruang Sidang Pleno DPR saat terjadi pembahasan RUU Perkawinan yang bertentangan dengan syariat Islam.

Akhirnya UU Perkawinan di sahkan pada Januari 19474 dan mengatur bahwa perkawinan adalah sah bila dilakukan sesuai dengan hukum agama masing-masing.Golkar,PPP,dan Fraksi ABRI menyetujui UU Perkawinan sedangkan PDI menolak.Kejadian yang sama juga terjadi pada pengesahan terhadap UU Peradilan Agama.Golkar,PPP,dan Fraksi ABRI menyetujui UU Peradilan Agama sedangkan PDI menolak.

Hal yang sama juga terjadi dalam pembahasan RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yang mana UU ini masih mempertahankan kelangsungan pendidikan Islam di bawah Kementerian Agama.Yang menolak ini adalah PDI Perjuangan dan partai-partai kecil.Sedangkan partai-partai besar lainnya menyetujui UU tersebut.

Beberapa contoh di atas menunjukkan, bahwa walaupun sebagian besar rakyat Indonesia menerima Pancasila sebagai dasar negara, masih terdapat perbedaan dalam menafsirkan Pancasila, khusus nya pada sila pertama.Dalam konteks masa kini, sejumlah masalah masih perlu mendapat perhatian yaitu masalah pemidanaan LGBT,kawin sesama jenis, perkawinan antara agama, keberadaan HTI,syiah,dan Ahmadiyah dalam negara republik Indonesia.

HAM menjadi masalah utama dalam memastikan sila pertama.Dalam menyikapi kaum LGBT,aspek HAM menjadi dasar argumentasi pendukung LGBT.Mereka tidak mau memahami dalam pasal 28 J, bahwa HAM Indonesia harus menyesuaikan diri dengan perkembangan moral, nilai-nilai agama dan ketertiban umum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun