Mohon tunggu...
Muhammad Haykal
Muhammad Haykal Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Bukanlah siapa-siapa, hanya seorang mahasiswa yang menginginkan perubahan pada negerinya. \r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dilema Sang Satrio Piningit

17 Februari 2015   07:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:03 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Satu dekade yang lalu, tepatnya pada tahun 2005, Jokowi memutuskan untuk mencalonkan diri sebagia Walikota Solo dibawah usungan partai politik PDI Perjuangan sebagai kendaraan politiknya. Dan akhirnya beliaupun bisa terpilih menjadi Walikota Solo pada periode 2005-2010. Perjalanan bisnisnya mengelilingi Eropa waktu itu, adalah motivasi utamanya untuk mengubah kota kelahirannya tersebut meyerupai kota-kota yang ada di Eropa. Selama masa kepemimpinannya kota Solo telah banyak mengalami perubahan dan kemajuan yang pesat. Dengan gebrakan-gebrakan progresif, Jokowi mampu menyulap kota Surakarta menjadi kota budaya dan bahkan menjadikan kota Surakarta sebagai tuan rumah Konferensi Organisasi Kota-Kota Warisan Dunia pada bulan Oktober 2008 lalu.

Kegiatan ‘blusukan’ juga merupakan sesuatu yang rutin bagi sang Walikota. Sikap rendah hati Jokowi yang sering sekali mengobrol dengan rakyat dan mendengarkan keluh kesah mereka telah berhasil memikat hati rakyat pada saat itu. Sehingga, pada pemilihan Walikota 2010-2015, Jokowi berhasil meraih mayoritas suara, sungguh fantastis!

Popularitasnya di Solo rupanya telah berhasil mengundang perhatian para tokoh negara Buktinya, pada tahun 2012 beliau diminta oleh Jusuf Kalla untuk maju mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada Pilgub DKI tahun 2012 lalu. Dan akhirnya keluar sebagai pemenang.

Semenjak terpilih sebagai gubernur, popularitasnya melambung tinggi dan ia terus menjadi sorotan media, ditambah lagi dengan terobosan-terobosan yang ia lakukan pada saat menjabat sebagai Gubernur DKI, muncullah wacana untuk menjadikannya calon presiden untuk Pemilu Presiden 2014. Tidak cukup sekedar wacana, hasil survei juga menunjukkan bahwa nama Jokowi terus diunggulkan. Sehingga akhirnya, pada tanggal 14 Maret 2014, Jokowi menerima mandat dari Megawati untuk maju sebagai calon presiden dari PDI-P. Dan seolah-olah takdir telah menentukan sang pengusaha mebel menjadi satrio piningit yang akan memimpin negeri ini, sehingga ia keluar sebagai pemenang Pemilu Presiden 2014-2019.

Dibulan pertama menjabat sebagai Presiden, Jokowi menjadi sosok yang dielu-elukan seantreo negeri. Meriahnya pesta rakyat disaat pelantikannya menarik perhatian dunia terhadap pesta demokrasi di Indonesia. Rakyat Indonesia pun berbangga disaat Pemimpin barunya dimuliakan pada saat acara-acara bergengsi seperti Konferensi Tingkat Tinggi APEC, Asean dan G20.

From Hero to Zero

Saat ini, Presiden Indonesia ke-7 sedang dalam keadaan ‘galau’, karena Presiden Joko Widodo belum juga mengambil keputusan apapun terkait pelantikan Komjen Budi Gunawan menjadi Kapolri. Sementara disisi lain PDI Perjuangan terus menekankan agar Komjen Budi Gunawan dilantik menjadi Kapolri. Uniknya, disaat kondisi krusial seperti ini Presiden Joko Widodo malah menggelar kunjungan ke Tiga Negara ASEAN beberapa hari yang lalu.

Sejak dilantik pada 20 Oktober 2014 yang lalu, memang banyak sekali permasalahan-permasalahan penting yang dialami oleh Presiden Jokowi. Mulai dari Perpecahan didalam DPR, Kenaikan BBM hingga yang terakhir ini pelantikan Komjen Budi Gunawan, tak tanggung-tanggung sumber permasalahannya kali ini adalah dari kubu partai pengusungnya PDI-Perjuangan. Partai PDI Perjuangan yang dipimpin oleh Megawati memaksa agar Presiden Joko Widodo segera melantik Budi Gunawan, padahal KPK telah memberi tanda merah kepada Komjen Budi Gunawan.

Tak hanya itu, permasalahan yang muncul antara KPK dan Polri yang semakin hari tambah semakin pelik juga menambah beban ‘galau’ sang Presiden. Ditambah DPR yang akan meminta penjelasan Presiden jika Budi Gunawan batal dilantik semakin membuat beban di pundak Jokowi ‘overweight’. Sehingga tak pelak sang Presiden menginginkan ‘refreshing’ singkat ke negara-negara tetangga agar bisa keputusan terbaik disaat kembali nanti.

Partai Baru

Mungkin selama ini kita rakyat Indonesia menyesal dan berandai-andai ‘’Kalau saja Prabowo yang jadi Presidennya, bukan Jokowi. Pasti tak ada pihak yang menekannya (Prabowo) disaat mengambil keputusan’’. Memang benar, kalau saja dulu Prabowo yang jadi Presiden maka tak ada yang dapat menghalanginya. Buktinya, MPR dan DPR. Semuanya dikuasai oleh orang-orangnya.

Kalau saja dulu Prabowo yang jadi Presidennya akan sangat mudah baginya untuk ‘terjerumus’ ke jalanseorang diktator. Karena semua kekuasaan berada ditangannya. Akan tetapi takdir menentukan bahwa Jokowi yang menang dan fakta yang ada sekarang adalah; Kita memiliki seorang Presiden yang sedang tertekan dalam keputusannya.

Memang, demi lancarnya kebijakan yang diambil, seorang Presiden harus bebas mengambil keputusan (Tidak adanya tekanan dari pihak manapun). Contoh nyatanya adalah Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu. Sebelum menjadi Perdana Menteri Turki, Ahmet Davutoglu dilantik dahulu menjadi ketua umum partainyaAK Partibaru dia menjadi Perdana Menteri. Begitu pula Perdana Mentri Turki sebelumnya Recep Tayyip Erdogan. Pendiri partaiAK Partiini dulunya adalah seorang anggota dariFazilet Partisiatau Virtue Party yang saat itu dipimpin oleh Necmettin Erbakan. Partai yang kental akan ideologi Islam itu tidak bisa bergerak bebas pada saat itu, disebabkan oleh tekanan dari militer.

Menaggapi hal ini, ErdoÄŸan memutuskan keluar dari partai tersebut dan mendirikan Partai yang bernamaAK Parti,sehingga banyak petinggi-petinggi dari Virtue Party pada saat itu membencinya dan dianggap sebagai pengkhianat.

Namun, saat ini AK Parti adalah partai nomor satu di Turki dan Erdogan telah berhasil menjadi Perdana Mentri Turki pada masa 2003 – 2014 dan berhasil pula dalam pemilu Presiden 2014-2019.

Ringkasnya, kalau memang kubu PDI-Perjuangan dan Presiden Joko Widodo bertekad berkerja untuk pembangunan negeri, hanya ada dua jalan yang harus mereka pilih: Jalan yang pertama, mereka harus melantik Joko Widodo untuk menjadi Ketua Umum PDI-Perjuangan, karena tidak mungkin ada pemimpin negeri yang dipimpin! Dan yang kedua adalah, Jokowi harus berani membentuk partai baru agar terbebas dari belenggu PDI-Perjuangan. Dan yang perlu diingat, ini bukanlah pengkhianatan! Karena Jokowi harus memilih antara partai atau rakyat!

Untuk baca lebih lanjut:
https://muhammadhaykall.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun