Semata-mata untuk detak jantung yang ter-hela atas nama rakyat tertindas, tak banyak yang ku tahu tentang mu, Eks, namun sepenggal ini ku tulis dengan imajinasi penuh, dengan bahasa paling sederhana yang tak mampu diredam gas air mata.
"Para perempuan menjamah jejak langkah di setapak jalan terjal penuh ancaman, tak mengenal resiko besar yang akan di alami, terkadang tantangan di depan mata dengan berani dan berlangkah maju menebus jaring-jaring stigma yang menggores hati dan pikiran. Namun karena sudah terbiasa ditempa badai pengetahuan dan mengasah akal pikiran, baginya ini sebuah angin lalu yang harus di dobrak dan bongkar atas mitos-mitos juga pengetahuan kolot yang membelenggu dan menindas perempuan. Dari berabad-abad lamanya kehadiran adalah amanah yang harus dituntaskan".
Demikianlah kau menulis di kolong beranda untuk beri semangat pada mereka yang bertarung dengan hiruk pikuk malam. Eks, atas semua percakapan kita, ku telah simpan dalam-dalam, berharap penuh pada remang-remang purna, agar kita segera temu dan ngopi bersama, sembari berdiskusi tentang Lara yang tak berwujud dan leptop ku yang rusak, juga mempercakapkan Halmahera yang perlahan habis dijarah. Dua bola mata mu yang pekat, yang teduh bila di tatap, tetaplah terjaga dan terpelihara. Sehat selalu yah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H