Mohon tunggu...
Hasim Arfah
Hasim Arfah Mohon Tunggu... Administrasi - jurnalis

saya adalah mantan aktivis persma di UNM. Jurnalis Tribun Timur. Tertarik pada aktivitas membaca, menulis dan berdiskusi. Kunjungi Blog saya hasimarfah.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

8 Bulan yang Mengasikkan

29 Juni 2014   00:31 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:22 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awal September tahun lalu, aku lupa tanggalnya, aku kenal dengan seorang perempuan. Namanya aku singkat aja, JM.

Aku ingin menceritakan JM itu siapa dan awal kami berkenalan.
Mulanya hanya sebatas teman chatting biasa. Biasa... untuk mengisi waktu luang. Okay... Aku mula dari handphone android-ku kala itu, merknya Samsung Ace II. Aku beli dengan uang sendiri. Orang tuaku kaget juga kenapa bisa aku dapatkan handphone. Aku beralasan karena project kecil.

Aku instal tentunya berbagai aku sosial. Maklum waktu itu aku belum ada kerja yang tetap. Lima bulan sebelumnya aku keluar pada sebuah perusahaan yang selama ini menopang ekonomi pribadiku. Aku memang sengaja karena ujung mahasiswa telah ada di depan mata.

Beberapa teman menawariku untuk menginstal we chat. Sebuah akun sosial buatan negeri tirai bambu, China (Tiongkok). Aku installah akun sosial ini.

Malam sebelum aku ke Jakarta, aku mengaktifkan mode pencarian dekat sekretariat LPPM Profesi, Jl Dg Tata Raya, Kompleks Hartaco Indah Blok IV AB. Sekretariat ini sering aku singgahi sebelum bergeser ke rumahku di Sungguminasa, Gowa.

Aku menemukanlah seorang perempuan. Memakai kacamata. Kiranya aku dia anak perumahan dekat sini.

Aku mulai chatting. Biasalah kata-kata awal aku berkenalan dengan seorang kenalan baru. Menyapa, menanyakan boleh kenalan dan selanjutnya.

Dia pun merespon dengan baik. Tak terasa obrolan kami berlanjut hingga beberapa bulan. Tiap malam pasti aku tak pernah absen. Meski saat aku harus terbang ke Jakarta. Biasalah sarjana muda, mencari kerja.

Beberapa minggu kemudian, aku tak pernah lagi komunikasi dengannya. Mungkin dia anggap aku orang jauh. Dia di Makassar. Aku di Jakarta.

Beberapa minggu kemudian aku kembali ke Makassar. Aku juga menganggapnya, JM ini adalah orang yang entah dari mana.

Keesokan harinya, aku ke kampus jalan-jalan, lagian waktu itu ada teman yang butuh bantuanku menyelesaikan skripsinya.

Handphoneku pun aku taruh di atas meja. Beberapa saat kemudian datang seniorku, Tuti. Dia pun "membongkar" aku sosial dan foto-foto di dalam smartphone-ku. Aku kaget dia mengenali JM ini.

"Ini sepepuku, kenapa kau bisa kenalan dengan dia," sergapnya.

Aku pun menjelaskan awal perkenalan kami. Dia pun memberikan aku nomor handphone JM.

Mulai saat itu, aku mulai rajin chatting dengan JM. Berkenalan lebih dalam.  Dia pun banyak mengungkapkan jati dirinya. Aku pun menjadi pendengar setianya jika sudah curhat mengenai kuliahnya yang tak pernah sekalipun dia tinggalkan sampai-sampai dia selalu dapat A.

Mengenai ketakutannya yang berlebihan kepada ayahnya, mengenai neneknya yang dianggapnya judes tapi tegas. Mengenai sepupu kecilnya, Alif yang dia perlakukan sebagai adik.

Saya sampai hampir tahu semua keluarganya dan aktivitasnya. Selain saya rajin mengomentari statusnya. Dia juga tak pernah habis kata-kata jika bercerita mengenai dirinya.

Suatu ketika saya mengkritik dirinya. Sial bagi saya, saya pun diblokir dari Facebook dan dihapus di BBM.

Saya pun menghiraukan dia. Saya anggap biasalah. Lagian saya juga tak tahu siapa dia. Orang yang saya hanya kenal melalui akun sosial.

Hubungan seseorang dari akun sosial kebanyakan palsu dan hanya banyak senang-senangnya.

Empat bulan kemudian, saya pun berinisiatif menelponnya. Dia pun mengangkat telpon saya entah kenapa sehingga dia pun menerima kembali pertemanan saya.

Mulai saat itu, hubungan kami makin intens. Tercatat dua kali dia membawakan saya kue hasil buatannya.

Kue buatanya enak. Beberapa teman juga memperebutkan kue kering khas Bulukumba, kampung halamannya.

Aku pun mengajaknya jalan bersama namun dia menolak. Kecuali ada teman atau keluarganya yang dia ajak. Aku pun bingung, kok pake acara ngajak keluarga yah.

Tapi aku kan hanya ingin mengajaknya ketemu dan ngobrol. Akhirnya dia mau. Aku pun berinisiatif mengajaknya nonton. Komunikasi kami berjalan lancar setelah itu bahkan dia juga semakin banyak menceritakan keluarganya.

Okay... Aku tak mau banyak menceritakan dia lagi. Biarlah sebagian kisahnya tersimpan di dalam memori kami.

Saya langsung saja ke pemutusan komunikasi kami. Malam sebelum kami putus komunikasi, saya sempat memberikan komentar pada fotonya. Keesokan dia pun menghilang dari daftar teman di BBM-ku.

Saya pun tak tahu kenapa saya bisa di-delete contact. Beberapa kali menelponnya, dia tak mau jawab. Dua pekan aku intens menelponnya namun tetap saja nihil.

Semalam, muncul foto dirinya dengan seorang lelaki. Aku tak tahu siapa dia tapi aku pun memberikan komentar tak mau lagi menghubunginya dengan menulis delapan bulan yang mengasikkan.

"Sebelumnya terima kasih banyak kak, maaf kalau selama saya banyak salah, hanya bilang itu," katanya dilengkapi emo menangis.

Tapi saya beruntung berkenalan dengan dia karena banyak memberikan masukan yang baik untuk saya.

Selamat tinggal JM. Semoga bisa sukses seperti cita-citamu yang ingin menaikkan haji kedua orang tuamu. Kalau kamu butuh bantuan dalam hidup jangan lupa telpon saya jika kamu berkenang. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun