Partisipasi masyarakat yang lebih bermakna tersebut setidaknya memenuhi tiga prasyarat, yaitu: pertama, hak untuk didengar pendapatnya (right to be heard); kedua, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered); Â dan ketiga, hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained). Partisipasi publik tersebut terutama diperuntukkan bagi kelompok masyarakat yang terdampak langsung atau memiliki perhatian (concern) terhadap rancangan undang-undang yang dibahas.
 Dengan adanya partisipasi masyarakat maka putusan MK ini menjadi penting, karena prinsip representation in ideas dibedakan dari representation in presence, dimana perwakilan fisik saja belum tentu mencerminkan keterwakilan gagasan atau aspirasi. Maka perlu penegasan yang dilibatkan dalam pembentukan undang-undang adalah masyarakat terdampak atau bukan. Sejalan dengan itu, relevan kiranya ke depan proses pembentukan undang-undang dilakukan dengan pendekatan demokrasi deliberatif.Â
Dalam konsep demokrasi deliberatif yang dikemukakan oleh Jurgen Hubermas setidaknya mengharuskan adanya ruang publik agar masyarakat dapat menyampaikan setiap pendapatnya terkait pembentukan sebuah kebijakan. Ruang publik yang dimaksud Hubermas dapat berupa ruang publik secara fisik ataupun ruang publik dalam pengertian kondisi. Sehingga pemenuhan partisipasi akan dapat dinilai dari ada atau tidaknya ruang publik ini. Putusan MK ini menguatkan kontrol dari lembaga peradilan agar pembentuk undang-undang lebih berhati-hati dalam proses legislasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H