Contoh: Sebuah perusahaan diharuskan untuk membayar pajak penghasilan berdasarkan pendapatan tahunan yang dilaporkan. Dalam undang-undang perpajakan, terdapat tarif yang jelas dan taksiran pajak yang harus dibayar berdasarkan pendapatan tersebut.
2. Antitesis: Ketidakpatuhan Wajib Pajak
Definisi: Antitesis adalah posisi yang bertentangan dengan tesis. Dalam konteks pengauditan pajak, antitesis di sini adalah tindakan ketidakpatuhan yang dilakukan oleh wajib pajak, seperti penghindaran pajak, pelaporan informasi yang tidak akurat, atau manipulasi data keuangan.
Contoh: Perusahaan yang sama mungkin tidak melaporkan semua pendapatannya atau melakukan penggelapan pajak dengan cara mengurangi biaya yang sebenarnya tidak terjadi, sehingga berakibat pada pengurangan jumlah pajak yang seharusnya dibayar.
3. Sintesis: Kebijakan Perpajakan yang Diperbaharui
Definisi: Sintesis adalah resolusi dari konflik antara tesis dan antitesis. Dalam konteks auditing pajak, sintesis dapat berupa pengembangan kebijakan perpajakan yang lebih adil dan transparan, dengan mempertimbangkan kepatuhan wajib pajak dan potensi pelanggaran yang terjadi.
Contoh: Setelah melakukan audit dan menemukan bahwa terdapat ketidakpatuhan dari beberapa wajib pajak, otoritas pajak mungkin memutuskan untuk mengembangkan kebijakan baru yang memberikan insentif bagi wajib pajak yang taat serta memberikan sanksi yang lebih tegas bagi mereka yang terbukti melakukan pelanggaran. Misalnya, program pengampunan pajak (tax amnesty) dapat ditawarkan untuk mendorong wajib pajak yang belum patuh untuk melaporkan kewajiban pajaknya tanpa dijatuhi sanksi yang berat.
Bagaimana Hanacaraka, Data Sawala, Padha Jayanya, dan Maga Bathanga dalam Model Dialektika Hanacaraka dalam Auditing Pajak?
Model Dialektika Hanacaraka dalam konteks auditing pajak dapat dipahami melalui beberapa konsep inti yang diambil dari budaya Jawa, yang bertujuan untuk mencapai keselarasan dan keharmonisan dalam pengambilan keputusan. Beberapa konsep tersebut adalah Hanacaraka, Data Sawala, Padha Jayanya, dan Maga Bathanga.
Model Dialektika Hanacaraka dalam auditing pajak menekankan pentingnya keterbukaan, kesetaraan, dan inovasi dalam proses audit. Menggunakan konsep Hanacaraka, Data Sawala, Padha Jayanya, dan Maga Bathanga, auditor dapat mengembangkan pendekatan yang lebih harmonis dan efektif dalam menilai kepatuhan pajak. Hal ini tidak hanya memperbaiki kualitas audit tetapi juga membangun hubungan yang lebih baik antara otoritas pajak dan wajib pajak.
Implementasi model ini dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi semua pemangku kepentingan.