Mohon tunggu...
Muhammad Hanif Aufa Taher
Muhammad Hanif Aufa Taher Mohon Tunggu... Mahasiswa - Finance Officer - Mahasiswa Magister Akuntansi - Universitas Mercu Buana

Mahasiswa Magister Akuntansi - NIM 55523110033 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pemeriksaan Pajak - Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

TB2_Pemeriksaan Pajak_Diskursus Model Dialektika Hegelian dan Hanacaraka pada Auditing Perpajakan

30 November 2024   15:56 Diperbarui: 30 November 2024   16:04 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Modul TB2_Diskursus Dialektika Model Hegelian dan Hanacaraka pada Auditing Perpajakan_Bapak Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV.(4)

Kewajiban perpajakan memiliki tujuan penting, yaitu untuk mengumpulkan dana yang dibutuhkan pemerintah dalam menyediakan layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan berbagai program sosial lainnya. Selain itu, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk redistribusi pendapatan dan pengurangan ketimpangan sosial. Dengan kata lain, kewajiban perpajakan diharapkan dapat menciptakan keadilan sosial dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Namun, implementasi kewajiban ini tidaklah selalu berjalan mulus. Banyak aspek yang mempengaruhi seberapa baik masyarakat memenuhi kewajiban perpajakan mereka, termasuk persepsi terhadap keadilan sistem perpajakan dan efektivitas pemerintah dalam menggunakan dana yang dihasilkan oleh pajak (Musgrave & Musgrave, 1989).

Antitesis: Ketidakpatuhan Wajib Pajak

Antitesis adalah hasil reaksi terhadap tesis, yang dalam konteks audit perpajakan dapat dicontohkan melalui fenomena ketidakpatuhan dan penghindaran pajak oleh wajib pajak. Ketidakpatuhan ini sering kali mencerminkan ketidakpuasan terhadap kebijakan perpajakan dan dapat dipicu oleh berbagai faktor seperti:

  1. Persepsi Ketidakadilan: Jika masyarakat merasa bahwa sistem perpajakan tidak adil---misalnya, jika mereka merasa bahwa beban pajak tidak dibagi secara merata---mereka cenderung tidak patuh (Slemrod, 2004).
  2. Kurangnya Pemahaman: Banyak wajib pajak yang tidak sepenuhnya memahami kewajiban perpajakan mereka, baik karena kurangnya pendidikan fiskal maupun kompleksitas hukum perpajakan. Ini dapat menyebabkan ketidakpatuhan yang tidak disengaja (Kirchler, 2007).
  3. Penghindaran Pajak: Dalam beberapa kasus, wajib pajak berusaha menghindari kewajiban pajak melalui praktik penghindaran yang disengaja, seperti penggelapan pajak atau penggunaan celah hukum (Alm, McClelland, & Schulze, 1992).

Faktor-faktor ini mengarah pada fenomena di mana kewajiban perpajakan tidak diindahkan, yang memiliki implikasi negatif terhadap pendapatan negara dan pada akhirnya dapat mempengaruhi pelayanan publik.

Sintesis: Pengembangan Kebijakan Perpajakan yang Lebih Adil

Sintesis adalah hasil dari interaksi antara tesis dan antitesis, di mana pengetahun yang didapat dari konflik ini digunakan untuk menciptakan solusi yang lebih baik. Dalam konteks perpajakan, sintesis dapat berupa pengembangan kebijakan perpajakan yang lebih responsif dan adil. Proses ini melibatkan langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Dialog antara Pemangku Kepentingan: Mengembangkan forum untuk dialog antara pemerintah dan wajib pajak untuk memahami isu-isu yang dihadapi oleh kedua belah pihak.
  2. Revitalisasi Kebijakan Perpajakan: Kebijakan perpajakan dapat direformasi untuk menciptakan sistem yang lebih sederhana dan transparan, mengurangi kesulitan yang dialami oleh wajib pajak.
  3. Edukasi Fiskal: Meningkatkan program edukasi fiskal untuk membantu masyarakat memahami kewajiban perpajakan mereka dan pentingnya pembayaran pajak untuk pembangunan negara.
  4. Teknologi dan Otomatisasi: Mengadopsi teknologi dan sistem otomatisasi untuk memudahkan pelaporan dan pembayaran pajak, sehingga mengurangi tingkat ketidakpatuhan yang disebabkan oleh masalah teknis atau administratif.

Dengan mengadopsi pendekatan ini, pemerintah dapat mengurangi ketidakpatuhan pajak serta meningkatkan kepuasan masyarakat sebagai wajib pajak, sambil memastikan bahwa anggaran publik tetap terjamin (Braithwaite, 2005). 

Dengan pemahaman lebih dalam tentang tesis, antitesis, dan sintesis dalam konteks perpajakan, kreativitas dalam kebijakan dapat ditingkatkan, dan efektivitas sistem perpajakan diharapkan dapat meningkat secara keseluruhan.

Relevansi Model Dialektika Hegelian dalam Auditing Perpajakan

Pendekatan dialektika Hegelian ini sangat relevan dalam konteks auditing perpajakan. Proses audit tidak hanya sekadar memeriksa kepatuhan wajib pajak terhadap undang-undang perpajakan, tetapi juga berfungsi sebagai medium untuk mengidentifikasi ketegangan yang ada dalam hubungan antara wajib pajak dan pemerintah. Dengan demikian, audit tidak hanya berperan sebagai pengawas, tetapi juga sebagai sarana untuk mendorong dialog dan perbaikan sistem perpajakan yang berlaku saat ini di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun