Mohon tunggu...
Muhammad Hanif Aufa Taher
Muhammad Hanif Aufa Taher Mohon Tunggu... Mahasiswa - Finance Officer - Mahasiswa Magister Akuntansi - Universitas Mercu Buana

Mahasiswa Magister Akuntansi - NIM 55523110033 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pemeriksaan Pajak - Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

TB1_Pemeriksaan Pajak_Dialektika Hermeneutis Hanacaraka untuk Prosedur Audit Pajak

20 Oktober 2024   15:16 Diperbarui: 20 Oktober 2024   23:26 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Modul TB1_Dialektika Hermeneutis Hanacaraka untuk Prosedur Audit Pajak (Page 9 of 23)_Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

TB1_Pemeriksaan Pajak_ Dialektika Hermeneutis Hanacaraka untuk Prosedur Audit Pajak _Dosen Bapak Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

What ?

Apa itu Hermeneutika Aksara Jawa ?

Hermeneutika Aksara Jawa adalah suatu metode atau pendekatan yang digunakan untuk memahami dan menafsirkan teks-teks yang ditulis dalam aksara Jawa. Hermeneutika sendiri berasal dari kata "hermeneuein" dalam bahasa Yunani yang berarti "menafsirkan" atau "menjelaskan". Pada umumnya, hermeneutika berkaitan dengan proses interpretasi teks, baik itu teks sastra, hukum, agama, atau tradisi.  Di dalam hermeneutika ini, ada unsur-unsur seperti :

  • Latar Belakang Sejarah: Memahami bagaimana aksara ini berkembang dan digunakan sepanjang sejarah.

  • Konsep Filosofis: Menyelami nilai-nilai dan ide-ide yang termuat dalam teks-teks beraksara Jawa.

  • Aspek Budaya: Menghubungkan aksara Jawa dengan kebiasaan, adat istiadat, dan tradisi masyarakat Jawa.

Apa itu Dialektika ?

Dialektika adalah suatu metode berpikir dan pendekatan yang digunakan untuk memahami hubungan antara ide, konsep, atau fenomena dengan cara yang bercirikan pertentangan atau kontradiksi. Dalam dialektika, proses pemikiran tidak hanya melihat sesuatu secara statis atau terpisah, melainkan memperhatikan dinamika, interaksi, dan perkembangan yang terjadi antara elemen-elemen yang berbeda. Dialektika merupakan alat yang berguna untuk menganalisis dan memahami kompleksitas dunia, baik dalam konteks pemikiran filosofis, sosial, maupun ilmiah. Dari dialog sederhana antara Socrates hingga kompleksitas sistem dialektika Hegel dan analisis materialis Marx, dialektika terus menjadi alat yang kuat untuk mengeksplorasi ideologi, teori, dan realitas sosial.

Apa itu Hanacaraka ?

Hanacaraka adalah sebuah nama dari sistem penulisan aksara Jawa, yang juga dikenal sebagai aksara Hanacaraka atau aksara Jawa. Aksara ini digunakan untuk menulis bahasa Jawa dan memiliki sejarah yang panjang dalam literasi dan budaya Jawa. Hanacaraka adalah salah satu cara pengaturan huruf dalam aksara Jawa, digunakan sebagai mnemonik untuk mengingat urutan huruf. Kalimat ini terdiri dari 20 aksara dasar: "Ha, Na, Ca, Ra, Ka, Da, Ta, Sa, Wa, La, Pa, Dha, Ja, Ya, Nya, Ma, Ga, Ba, Tha, Nga". Kalimat lengkapnya juga seringkali digunakan dalam sebuah tembang atau cerita pendek yang memiliki makna filosofis dan historis. 

Contoh dari salah satu tembang adalah: "Hanacaraka, data sawala, padha jayanya, maga bathanga." Artinya: "Ada dua utusan, mereka bertarung, kekuatannya seimbang, mereka mati bersama.". Kalimat ini mengandung makna filosofis tentang dualitas dan keseimbangan, serta menyimpan kisah yang lebih dalam di balik setiap aksara.

Apa itu Prosedur Audit Pajak ?

Prosedur audit pajak adalah serangkaian langkah yang dilakukan oleh otoritas pajak untuk memeriksa dan memastikan kepatuhan wajib pajak terhadap peraturan perpajakan. Prosedur ini mencakup beberapa tahap utama yaitu Pemberitahuan, Pengumpulan Dokumen, Pemeriksaan Dokumen, Wawancara dan Inspeksi, Penilaian dan Penetapan, serta Pemberitahuan Hasil Audit.

Modul TB1_Dialektika Hermeneutis Hanacaraka untuk Prosedur Audit Pajak (Page 10 of 23)_Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG
Modul TB1_Dialektika Hermeneutis Hanacaraka untuk Prosedur Audit Pajak (Page 10 of 23)_Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Apa itu Dialektika Hermeneneutis Hanacaraka untuk Prosedur Audit Pajak ? 

Dialektika Hermeneutis Hanacaraka menekankan pentingnya dialog dan interpretasi dalam memahami teks-teks yang menggunakan aksara ini. Melalui proses ini, pemahaman tentang warisan budaya Jawa tidak hanya terbatas pada penerimaan pasif, tetapi menjadi interaktif dan relevan dengan konteks saat ini. Pendekatan ini membuka kesempatan untuk menemukan makna yang lebih dalam, memperkaya pengalaman pembaca atau penonton dengan budaya dan sejarah yang ada.

Dalam konteks Prosedur Audit Pajak, Dialektika Hermeneutis Hanacaraka adalah sebuah pendekatan yang lebih interaktif dan reflektif terhadap pengumpulan dan analisis informasi. Dengan melibatkan dialog, interpretasi kontekstual, dan refleksi pribadi, auditor dapat mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai kewajiban pajak dan dapat memberikan rekomendasi yang lebih tepat dan relevan bagi wajib pajak dan pihak terkait lainnya. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan akurasi audit tetapi juga mendorong kepatuhan pajak yang lebih baik dan kesadaran sosial di dalam masyarakat. 

Modul TB1_Dialektika Hermeneutis Hanacaraka untuk Prosedur Audit Pajak (Page 3 of 23)_Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG
Modul TB1_Dialektika Hermeneutis Hanacaraka untuk Prosedur Audit Pajak (Page 3 of 23)_Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

 

Why ?

Kenapa diperlukan Dialektika Hermeneutis Hanacaraka untuk Prosedur Audit Pajak ?

Dialektika Hermeneutis Hanacaraka diperlukan dalam prosedur audit pajak karena pendekatan ini menawarkan kerangka kerja yang lebih holistik dan kontekstual untuk memahami dan menganalisis informasi pajak serta membawa berbagai manfaat yang signifikan dalam memahami dan menilai kewajiban pajak dengan cara yang lebih komprehensif. Berikut beberapa alasannya :

1. Pemahaman Kontekstual 

Dengan menggunakan konsep Dialektika Hermeneutis Hanacaraka ini memungkinkan auditor untuk memahami konteks budaya, sosial, dan ekonomi di mana wajib pajak beroperasi. Dalam hal ini, membantu dalam menilai situasi secara holistik dan menghindari kesalahpahaman yang mungkin terjadi jika data dilihat secara terpisah dari konteksnya.

2. Interaksi dan Komunikasi

Dengan pendekatan konsep Dialektika Hermeneutis Hanacaraka ini, dapat mendorong dialog antara auditor dan wajib pajak melalui komunikasi yang terbuka. Dalam hal ini, auditor dapat memperoleh informasi yang lebih kaya dan relevan, serta menangkap nuansa yang tidak dapat terlihat dari dokumen saja. Ini meningkatkan kualitas dan akurasi audit.

3. Mendorong Keterlibatan Aktif

Dalam prosedur audit dengan konsep Dialektika Hermeneutis Hanacaraka, melibatkan pihak terkait secara aktif tidak hanya meningkatkan pemahaman, tetapi juga membangun kepercayaan. Keterlibatan ini membantu membangun hubungan yang positif antara auditor dan wajib pajak.

4. Analisis Kritis terhadap data 

Dengan menggunakan pendekatan konsep Dialektika Hermeneutis Hanacaraka, auditor dilatih untuk menganalisis dan menafsirkan data dengan kritis. Ini membantu dalam mengidentifikasi pola atau anomali yang mungkin menandakan ketidakpatuhan atau kesalahan yang perlu ditindaklanjuti.

5. Fleksibelitas dalam Interpretasi

Dialektika Hermeneutis Hanacaraka memperlihatkan bahwa interpretasi tidak bersifat tunggal. Banyak faktor dapat mempengaruhi makna yang diambil dari data atau dokumen. Fleksibilitas ini membantu auditor untuk lebih adaptif dalam menilai situasi yang kompleks.

6. Peningkatan Etika dan Tanggung Jawab Sosial

Pendekatan Dialektika Hermeneutis Hanacaraka ini, menekankan pentingnya etika dan tanggung jawab dalam praktik perpajakan. Dengan mempertimbangkan nilai-nilai sosial, auditor tidak hanya fokus pada angka, tetapi juga pada dampak keputusan pajak terhadap masyarakat.

7. Meningkatkan Kepatuhan Pajak

Dengan pendekatan yang lebih dialogis dan kontekstual dalam Dialektika Hermeneutis Hanacaraka, wajib pajak mungkin lebih Termotivasi untuk memahami kewajiban mereka. Ini berpotensi meningkatkan kepatuhan dan kesadaran pajak di kalangan wajib pajak.

8. Refleksi dan Pembelajaran Berkelanjutan

Proses audit bukan hanya tentang menilai laporan pajak, tetapi juga merupakan kesempatan untuk belajar dan beradaptasi. Dengan menggunakan Dialektika Hermeneutis Hanacaraka ini, refleksi dalam proses interpretasi, auditor dapat meningkatkan keterampilan dan metode mereka dari satu audit ke audit lainnya.

Modul TB1_Dialektika Hermeneutis Hanacaraka untuk Prosedur Audit Pajak (Page 14 of 23)_Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG
Modul TB1_Dialektika Hermeneutis Hanacaraka untuk Prosedur Audit Pajak (Page 14 of 23)_Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

How ?

Bagaimana Tafsir dari Hermeneutis ?

Tafsir dari Hermeneutis adalah sebuah proses pemahaman, penafsiran, dan elaborasi atas teks atau fenomena tertentu, yang memakai prinsip-prinsip hermeneutika sebagai pendekatannya. Hermeneutika secara umum adalah ilmu dan seni tentang pemahaman dan interpretasi, terutama dalam konteks teks, baik itu teks sastra, hukum, agama, maupun data empiris. Dalam hal ini terbagi menjadi Empat Elemen yaitu sebagai berikut :

1. Hana Caraka

Hanacaraka, yang merujuk pada sistem tulisan Jawa, memiliki makna yang lebih dalam dan merupakan simbol dari cara berpikir serta interpretasi yang mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal. Tafsir Hanacaraka, dengan pendekatan hermeneutis yang kaya akan makna dan nilai budaya, dapat memperkaya prosedur audit pajak dengan cara yang lebih integratif. Dengan memahami konteks lokal dan mengedepankan komunikasi yang terbuka, auditor dapat menghasilkan audit yang lebih akurat, adil, dan sesuai dengan nilai-nilai sosial yang ada. Hal ini pada gilirannya dapat meningkatkan hubungan antara pemerintah dan wajib pajak, serta menciptakan lingkungan perpajakan yang lebih transparan dan akuntabel.

2. Data Sawala

Data sawala dalam konteks ini bisa disebut sebagai alat atau metodologi untuk menggali, menganalisis, dan menafsirkan data dengan cermat. Dalam konteks yang lebih umum, "data sawala" dapat merujuk pada "data" yang terkait dengan diskusi, debat, atau perdebatan— di mana data tersebut digunakan untuk mendukung argumen atau pandangan dalam suatu diskusi. Tafsir data sawala berperan penting dalam prosedur audit pajak dengan menekankan pemahaman yang mendalam atas data dan konteks operasional wajib pajak. Dengan menerapkan prinsip-prinsip tafsir ini, auditor dapat memastikan bahwa proses audit dilakukan secara cermat, transparan, dan memberi manfaat baik bagi otoritas pajak maupun wajib pajak itu sendiri. Hal ini tidak hanya mendukung kepatuhan pajak, tetapi juga mendorong praktik perpajakan yang lebih etis dan bertanggung jawab.

3. Padha Jayanya

"Padha Jayanya" adalah sebuah ungkapan dalam bahasa Jawa yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai "sama-sama berjaya" atau "sama-sama berhasil." Ungkapan ini mengandung makna saling menghargai dan mendukung antara satu sama lain untuk mencapai kesuksesan yang diinginkan. Biasanya, ungkapan ini digunakan dalam konteks kolaborasi atau kerjasama, di mana semua pihak yang terlibat diharapkan mendapatkan manfaat atau keberhasilan yang sama. Konsep ini sangat relevan dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam hubungan pribadi, bisnis, maupun dalam masyarakat umum. Konsep kesetaraan dan saling menguntungkan ini penting untuk membangun hubungan yang harmonis dan produktif. 

"Padha Jayanya" dalam konteks audit pajak dapat ditafsirkan sebagai semangat kolaborasi dan saling mendukung agar semua pihak, termasuk auditor dan wajib pajak, dapat meraih tujuan yang diinginkan, yaitu kepatuhan pajak dan manajemen keuangan yang baik.  

4. Maga Bathanga

"Maga Bathanga" adalah istilah dalam bahasa Jawa yang sering merujuk pada suatu bentuk pernyataan atau ungkapan yang memiliki makna lebih dalam tentang berbagai aspek kehidupan, seperti nilai-nilai moral, etika, atau kebijaksanaan. Istilah ini seringkali dapat ditemui dalam konteks budaya Jawa atau dalam puisi, cerita rakyat, atau ajaran-ajaran bijak.

"Maga Bathanga" mengajak kita untuk menjalani hidup dengan prinsip yang benar dan etis, yang juga bisa diterapkan dalam prosedur audit pajak. Dengan menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam "Maga Bathanga," diharapkan dapat tercipta proses audit yang tidak hanya efektif dan efisien, tetapi juga adil dan transparan. Ini menyebabkan tercapainya tujuan bersama dalam kepatuhan pajak dan pengelolaan pajak yang baik.  

Modul TB1_Dialektika Hermeneutis Hanacaraka untuk Prosedur Audit Pajak (Page 23 of 23)_Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG
Modul TB1_Dialektika Hermeneutis Hanacaraka untuk Prosedur Audit Pajak (Page 23 of 23)_Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Bagaimana Penerapan Dialektika Hermeneutis Hanacaraka untuk Prosedur Audit Pajak ?

Penerapan dialektika hermeneutis Hanacaraka untuk prosedur audit pajak mengacu pada pendekatan pemahaman dan interpretasi yang menggabungkan aspek budaya untuk menjelaskan fenomena tertentu, dalam hal ini, proses audit pajak. Hanacaraka adalah sistem penulisan aksara Jawa, dan dalam konteks ini, dialektika hermeneutis mencakup pemahaman yang mendalam tentang makna yang terkandung di dalamnya yang memiliki 3 Elemen Dasar Dialektika Hermeneutis sebagai berikut :

1. Interaksi dan Dialog

Dialektika hermeneutis berfokus pada interaksi antara auditor dan wajib pajak. Proses ini melibatkan penjelasan, tanya jawab, dan diskusi untuk mencapai pemahaman bersama. Dalam audit pajak, auditor harus berinteraksi dengan wajib pajak untuk menggali informasi dan memahami latar belakang keputusan-keputusan perpajakan yang diambil.

2. Interpretasi Kontekstual

Setiap situasi harus dipahami dalam konteksnya. Dalam audit pajak, data dan dokumen yang disediakan oleh wajib pajak harus diinterpretasikan berdasarkan konteks sejarah, sosial, dan ekonomi wajib pajak tersebut. Hal ini penting agar auditor dapat melihat gambaran menyeluruh sebelum menarik kesimpulan.

3. Proses Iteratif

Dialektika hermeneutis bersifat iteratif, artinya proses pemahaman berulang kali dilakukan melalui langkah-langkah refleksi dan revisi. Dalam prosedur audit pajak, auditor mungkin perlu mengulangi analisis terhadap dokumen dan informasi yang dikumpulkan untuk mencapai pemahaman yang lebih baik.

Penerapan Dialektika Hermeneutis Hanacaraka dalam Prosedur Audit Pajak

1. Pemahaman Konteks

Auditor harus memahami konteks ekonomi dan sosial wajib pajak. Hal ini termasuk mengetahui sektor industri yang dijalani, historis pajak, dan dinamika ekonomi yang mempengaruhi pelaporan pajak. Dengan pemahaman ini, auditor dapat melakukan analisis yang lebih mendalam mengenai kepatuhan dan perilaku wajib pajak. Sebagai contoh : jika sebuah perusahaan beroperasi di industri yang terkena dampak besar oleh pandemi, auditor dapat mempertimbangkan faktor tersebut saat menilai pendapatan dan pengeluaran yang dilaporkan.

2. Interaksi Data

Dalam dialektika hermeneutis, terdapat perhatian pada interaksi dan relasi antara berbagai data dan informasi. Auditor perlu membandingkan data keuangan dengan informasi lain, seperti laporan tahunan, catatan akuntansi, dan data eksternal untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas. Sebagai contohnya : Auditor dapat menilai kemampuan perusahaan dalam membayar pajak dengan membandingkan laba yang dilaporkan dengan arus kas yang terdeteksi dalam laporan keuangan untuk memastikan konsistensi.

3. Interpretasi Nilai-nilai dan Prinsip

Prosedur audit tidak hanya berfokus pada angka, tetapi juga pada nilai-nilai yang mendasari pelaporan pajak. Auditor perlu mempertimbangkan dampak sosial dan etika dari keputusan pajak yang diambil oleh wajib pajak. Sebagai contoh : jika sebuah perusahaan mengklaim pengurangan pajak melalui pengeluaran sosial (CSR), auditor harus menilai apakah pengeluaran tersebut sesuai dengan nilai-nilai perusahaan dan dampaknya terhadap masyarakat.

4. Keterlibatan dan Dialog

Pendekatan hermeneutis mengedepankan dialog. Auditor perlu berinteraksi dengan wajib pajak untuk memahami pandangan dan niat mereka dalam menyajikan laporan pajak. Diskusi ini dapat membantu auditor dalam mengeksplorasi informasi yang mungkin tidak jelas hanya dari data yang tertulis. Sebagai contoh : selama proses audit, auditor dapat meminta klarifikasi mengenai item-item tertentu dalam laporan pajak, seperti pengakuan pendapatan atau pengeluaran, dan berdiskusi untuk memahami alasan di balik kebijakan akuntansi yang diadopsi.

5. Refleksi dan Penilaian

Dialektika hermeneutis mendorong refleksi kritis. Auditor harus membangun argumentasi berdasarkan interpretasi data dan konteks yang ada, serta mempertimbangkan berbagai perspektif sebelum membuat kesimpulan. Sebagai contoh : Setelah melakukan audit, auditor harus merefleksikan hasil yang didapat dan menilai apakah kewajiban pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak sudah mencerminkan keadilan dan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku.

 

Kesimpulan

Penerapan dialektika hermeneutis Hanacaraka dalam prosedur audit pajak melibatkan pemahaman yang mendalam tentang konteks, interaksi antara data, dan nilai-nilai yang berkaitan dengan pajak. Dengan mengintegrasikan pendekatan ini, auditor tidak hanya akan memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang kewajiban pajak dan kepatuhan wajib pajak, tetapi juga mendorong transparansi dan komunikasi yang lebih baik antara pihak auditor dan wajib pajak. Ini pada akhirnya dapat meningkatkan akurasi dan keadilan dalam pelaksanaan audit pajak.

 Sumber Referensi :

  • Alvin A. Arens, et al. (2017). Auditing and Assurance Services: An Integrated Approach.
  • Gadamer, H.-G. (1975). Truth and Method of Hermeneutika.
  • Hegel, G.W.F. Science of Logic dan Phenomenology of Spirit.
  • Marx, K. (1992). The Capital. 
  • Modul TB1 Dialektika Hermeneutis Hanacaraka untuk Prosedur Audit Pajak (23 Pages) oleh Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.
  • PMK No. 191/PMK.01/2016 tentang pedoman pemeriksaan, yang memberikan rincian lebih lanjut mengenai pelaksanaan prosedur audit oleh Direktorat Jenderal Pajak.
  • Soedjatmoko (2001). Seni Aksara: Warisan Budaya Indonesia. 
  • Tschakert, N. (2006). "The Role of Hermeneutics in the Audit of Taxation".
  • Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
  • W. Steve Albrecht, et al. (2011). Fraud Examination.
  • Zawawi Imron. (1999). Aksara dan Sastra Jawa: Suatu Pengantar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun