Rasio beban utang yang di tanggung Indonesia tersebut dua kali lipat dari batas wajar yang ditentukan oleh International monetary Fund (IMF).Batas wajar DSR yang tentukan IMF adalah sebesar 30-33%. Depresiasi rupiah dan kinerja ekspor yang melemah akan menjadi double hit utang pembayaran utang luar negeri. Pasalnya, kenaikan DSR hingga kenaikan 60%,45% berarti penerimaan ekspor barang, jasa, dan transfer pendapatan akan habis untuk pembayaran ULN pemerintah baik pembayaran pokok dan cicilan bunga. Dengan demikian, maka utang luar negeri negara menjadi hal yang sangat berarti sebagai modal bagi pembiayaan pembangunan perekonomian nasional. Bahkan dapat dikatakan, bahwa utang luar negeri telah menjadi salah satu sumber pembiayaan pembangunan perekonomian nasional yang cukup penting bagi sebagian besar negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia (Atmadja, 2008:87).
Penelitian yang dilakukan oleh Ayadi and Ayadi (2008) mengenai pertumbuhan output tahunan (menggunakan Nilai PDB) yang dipengaruhi oleh nilai ULN memberikan hasil yaitu, jika permintaan ULN meningkat maka kemampuan untuk membayar menurun.
Kesimpulan yang ditemukan adalah pemanfaatan dari nilai ULN cenderung menurun dan akuisisi ULN selanjutnya menyebabkan penurunan produktivitas. Negara berkembang seperti Indonesia menggunakan ULN sebagai dana tambahan dalam mengatasi defisit APBN, yang disebabkan pembiayaan dalam rangka pembangunan nasional. Hasil penelitian Fatmawati (2015) menunjukkan hasil bahwa pengaruh Nilai ULN Pemerintah Indonesia terhadap Nilai PDB Indonesia dalam jangka pendek tidak signifikan dan dalam jangka panjang berpengaruh positif dan signifikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H