Cabai dan tomat sangat diminati oleh masyarakat indonesia. Kini, bahan pangan tersebut memiliki perbedaan harga yang mencolok. Harga cabai relatif mahal sedangkan harga tomat justru sempat jatuh pada titik terendah.
Sebuah prinsip ekonomi “Tingginya permintaan yang tidak sebanding dengan ketersediaan suatu produk maka menghasilkan kelangkaan dan harga yang melambung tinggi”.
Cabai dijual dengan harga yang relatif tinggi karena produksinya yang terbatas. Beberapa faktor penyebabnya seperti perubahan cuaca, teknik budidaya dan distribusi produk. Beberapa petani juga mengeluhkan gagal panen yang sangat merugikan.
Lantas mengapa harga tomat justru rendah hingga petani mengalami kerugian? Padahal sejatinya tomat dan cabai merupakan bahan pangan yang sangat dibutuhkan terutama menjelang bulan - bulan besar seperti bulan ramadhan.
Tomat pada saat ini memiliki masalah ketersediaan produk yang tinggi namun jumlah permintaan yang tidak sebanding. Produksi tomat di Jawa Timur melambung tinggi dan ketersediaan tomat di pasaran melimpah. Masyarakat pada dasarnya membutuhkan tomat namun permintaannya sudah tercukupi. Selain itu, tomat memiliki waktu penyimpanan 1 hingga 2 minggu di dalam lemari es. Akibatnya, masyarakat tidak berminat untuk membeli tomat dalam jumlah yang terlalu banyak untuk pemenuhan konsumsi keluarga.
Gambarannya, ketika produksi sudah mencapai ambang batas penyerapan produk / daya beli. Maka, semakin tinggi jumlah produksi barang akan menghasilkan kerugian yang tinggi pula dalam hal biaya produksi. Hal tersebut mengakibatkan kerugian bagi petani tomat.
Sejatinya, produksi tomat yang tinggi merupakan sebuah keuntungan yang menggiurkan. Tomat dapat diolah menjadi produk jadi seperti sambal tomat dalam kemasan botol. Harga jualnya barang tersebut menguntungkan karena dapat secara langsung dikonsumsi dan daya simpan produk relatif lebih lama. Produk tersebut juga dapat diekspor yang bisa meningkatkan pendapatan negara.
Sebuah fungsi produksi tertulis bahwa “jumlah produksi dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja, kapital, teknologi dan jumlah barang SDA”. Ketika jumlah barang SDA meningkat, seharusnya dapat menyerap jumlah tenaga kerja tambahan. Dampaknya, jumlah pengangguran dapat menurun. Namun, hal ini harus diikuti oleh peningkatan kapital / modal dan teknologi yang mencukupi. Harapannya, jumlah produksi akan meningkat diikuti oleh penyerapan tenaga kerja dan penghasilan.
Namun, kenyataannya tidak demikian. Petani tidak mendapatkan pembeli dengan tawaran harga yang pantas. Dampaknya, petani kebingungan untuk menjual produknya serta mengembalikan biaya produksi yang sudah dikeluarkan. Petani tomat terpaksa memanen hasil pertaniannya sewaktu tomat masih hijau serta membuang dengan percuma kelebihan produksi tomatnya.
Solusi yang tepat mengatasi hal ini adalah :
- Membantu distribusi serta pengolahan cabai dan tomat agar tidak terjadi kelangkaan atau kelebihan produk
- Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya mengolah produk setengah jadi untuk meningkatkan nilai jual.
- Membentuk regulasi pola tanam yang tepat waktu dan tempat agar produksi tidak mengalami kelebihan ataupun gagal panen.
- Meningkatkan upaya konservasi alam agar produksi pertanian menjadi stabil dan menguntungkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H