Di sisi lain, nilai-nilai baru yang berkembang pada masa reformasi masih lemah dan tidak dapat dijadikan bahan acuan atau pedoman. Baru-baru ini, nilai-nilai baru telah muncul dalam hubungan sosial, yang mengarah pada pengutamaan kebebasan.Â
Hubungan sosial cenderung bercampur dengan kualitas yang lebih individualistis dan materialistis. Ada juga bukti bahwa hubungan sosial meniadakan nilai-nilai persatuan, moralitas, etika, dan toleransi.
Hubungan sosial yang esensial, yaitu hubungan di mana imbalan tidak dimotivasi secara ekonomi, menjadi hubungan eksternal, dan imbalan sering dimotivasi oleh kepentingan ekonomi (nilai materialistik). Mengapa rasa arah nilai hilang? Tentu saja, seiring dengan perubahan sosial, Â banyak faktor yang mempengaruhi proses terganggunya nilai-nilai tersebut.Â
Modernisasi yang terjadi di berbagai bidang kehidupan selama beberapa dekade tentunya turut andil dalam hal ini. Namun, banyak pengamat menduga bahwa gejolak nilai mungkin disebabkan oleh pengaruh ideologi asing yang terkait erat dengan globalisasi dan liberalisasi ekonomi.Â
Gotong royong tampaknya hanya berfungsi sebagai simbol. Sering dibicarakan, tidak sering dipraktikkan dalam konteks sosial kehidupan masyarakat. Dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan kehidupan modern, bahkan ada upaya untuk menghilangkannya.
Apa yang Perlu Dilakukan ke Depan?
Perubahan bisa  tiba-tiba dan tidak terduga. Memang ada masyarakat yang terus mengharapkan pemerintah (penguasa), bangsa dan elit politik berbenah untuk masa depan negara.Â
Namun, akhir-akhir ini negara semakin tidak berdaya (lumpuh) di bawah pengaruh kekuatan asing. Kontrol kekuatan ekonomi dan politik  melemah.Â
Akibatnya, tatanan politik nasional dan lokal tampak tidak berdaya menghadapi tuntutan sosial yang  tidak terduga dan tidak terarah sejak liberalisme memasuki kehidupan politik. Keragaman kepentingan masyarakat yang  menuntut persamaan hak, keadilan, dan partisipasi  aktif dalam berbagai aspek kehidupan, belum tersalurkan.Â
Lembaga (Partai) sebagai wadah masyarakat untuk menyalurkan aspirasi dan memperjuangkan perbaikan nasib dan kesetaraan  belum berfungsi sebagaimana yang diharapkan.Â
Para elit seringkali menggunakan kekuasaan sebagai alat untuk memperjuangkan keuntungan finansial individu atau kelompok, daripada mengekspresikan dan memperjuangkan kepentingan orang banyak untuk mencapai peningkatan kesejahteraan.Â