Pendidikan yang berbasis multiple intelligences, berpeluang memberikan pengalaman hidup yang menyenangkan bagi anak dan memantik kecerdasan mereka. Padahal, sebagaimana dikatakan oleh Howard Gardner (Armstrong, 2003) perkembangan kecerdasan ditentukan oleh crystallizing experience dan paralyzing experience. Hal ini menunjukkan pentingnya pengalaman baik yang mengesankan bagi anak, dan betapa berbahayanya pengalaman buruk yang menyakitkan anak. Dengan kata lain, anak-anak yang dididik dengan konsep multiple intelligences akan mendapatkan perlakuan yang adil, memperoleh dukungan yang sangat mungkin menjadi crystallizing experience. Mereka akan memperoleh kesempatan berkembang sehingga setiap indikator dari kecerdasan berkembang optimal, dan muncul dalam bentuk keterampilan yang menakjubkan.
Teori multiple intelligences membuka kemungkinan bagi setiap anak untuk belajar dan mencapai tugas perkembangan. Multiple intelligences menghindarkan anak dari kegagalan tugas perkembangan, seperti rasa rendah diri dan tidak bahagia, rasa ketidaksetujuan dan penolakan sosial, yang akan menyulitkan penguasaan tugas perkembangan baru. Tugas perkembangan akan terganggu jika anak tidak memperoleh kesempatan untuk belajar apa yang diharapkan oleh kelompok sekolah, tidak memperoleh bimbingan dalam belajar, dan tidak memiliki motivasi untuk belajar. Sebaliknya anak akan terdukung oleh lingkungan yang memberikan kesempatan anak untuk belajar, bimbingan belajar dari orang tua dan pendidik, serta motivasi yang kuat untuk belajar (Hurlock, 1997). Hal ini berarti, multiple intelligences memberi kesempatan pada anak untuk mendapatkan dukungan untuk pencapaian tugas perkembangan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H