Mohon tunggu...
MUHAMMAD GHIFARI ZIKRULLAH
MUHAMMAD GHIFARI ZIKRULLAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi 23107030110 UIN Sunan Kalijaga

Saya Zikry, saya tertarik artikel terkait olahraga, pendidikan, politik, agamis, atau berita-berita terbaru.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Hari Raya dan Tradisi di Desa Kemu, Sumatera Selatan

18 April 2024   23:15 Diperbarui: 19 April 2024   00:34 934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tradisi berziarah kubur di hari kedua Idul Fitri (Dok. Pribadi)

Yaqut Cholil Qoumas selaku Menteri Agama Republik Indonesia yelah mengumumkan tanggal penetapan hari 1 Syawal 1445 H atau Hari Raya Idul Fitri 2024 yang dilaksanakan pada Rabu, 10 April 2024. Sehari sebelumnya Kementerian Agama Republik Indonesia telah melakukan sidang isbat yang dilaksanakan di Auditorium HM Rasjidi, Kantor Kemenag RI, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.

"Disepakati bahwa 1 Syawal tahun 1445 H jatuh pada hari Rabu tanggal 10 April 2024 Masehi," ujar Menteri Agama Republik Indonesia, Yaqut Cholil Qoumas yang memimpin langsung dalam pelaksanaan sidang isbat penetapan Hari Raya Idul Fitri 2024 Selasa, 9 April 2024.

Penulis memulai perjalanan dari Yogyakarta, tempat penulis menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi negeri di kota tersebut, penulis pun membandingkan bagaimana sholat tarawih yang ia laksanakan di kota-kota yang penulis lalui mulai dari Yogyakarta, Bandar Lampung, hingga Sumatera Selatan. 

Pada saat di Yogyakarta penulis biasa sholat di Masjid Ash-Shiddiqi yang terletak di Kelurahan Demangan. Di masjid tersebut sholat tarawih biasa dilaksanakan dengan runtutan 8 rakaat tarawih dengan 2 kali salam dan 3 rakaat sholat witir dengan satu salam. Lalu kemudian setelah waktu libur tiba, tepatnya pada tanggal 4 April 2024, penulis pulang ke kampung halaman di Bandar Lampung. 

Di kampung halaman, penulis biasa sholat tarawih di Mushola Ar-Ridho yang terletak di Kecamatan Sukabumi. Di Mushola Ar-Ridho, sholat tarawih biasa dilaksanakan dengan runtutan 8 rakaat tarawih dengan 4 kali salam dan 3 rakaat sholat witir dengan 2 kali salam. 

Setelah menghabiskan 3 malam di Bandar Lampung, penulis melanjutkan perjalanan ke tanah kelahiran sang ibu di Provinsi Sumatera Selatan, tepatnya di Desa Kemu, Kecamatan Pulau Beringin, Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. 

Di desa tersebut, penulis hanya merasakan satu malam sholat terawih dikarenakan besok malamnya sudah tidak ada tarawih dan sudah digemakannya takbiran. Di Desa Kemu, penulis melaksanakan sholat tarawih dengan jumlah rakaat yang sama, yaitu 8 rakaat tarawih dengan 4 salam, akan tetapi hanya satu salam pada sholat witir dengan 3 rakaat.

Desa Kemu sendiri berada di Provinsi Sumatera Selatan. Menurut Google Maps, Desa Kamu berjarak sekitar 326 Kilometer dari ibukota Sumatera Selatan, Kota Palembang, dan membutuhkan jarak tempuh kurang lebih sekitar 6 sampai 7 jam perjalanan menggunakan kendaraan mobil. 

Sedangkan dari Kota Bandar Lampung menuju Desa Kemu berjarak kurang lebih sekitar 353 Kilometer dan memiliki waktu perjalanan selama kurang lebih sekitar 7 sampai 8 jam perjalanan menggunakan kendaraan mobil menurut Google Maps.

Pada malam hari menyambut datangnya Hari Raya Idul Fitri, masyarakat setempat mempunyai tradisi yaitu dengan biasa mengadakan pawai obor disertai dengan lantunan takbir yang digemakan dengan sound speaker yang turut dibawa dalam kegiatan pawai obor keliling Desa Kemu. 

Agenda pawai obor dimulai kurang lebih sekitar pukul delapan malam. Di Desa Kemu sendiri awal mulanya dibagi 3 daerah dalam satu desa, dan masing-masing daerah tersebut terdapat satu masjid. 

Ada daerah Kemu Ulu untuk desa bagian atas, kemudian Kemu Induk untuk desa bagian tengah, dan Kemu Anugerah untuk desa bagian bawah. Dan ketika puncak acara pawai obor atau pada malam menyambut Hari Raya Idul Fitri tiba, masing-masing masjid atau daerah akan mengirimkan masyarakat atau warga yang akan mengarak bedug yang telah dihias sedemikian rupa dengan lampu warna-warni sambil menggemakan takbir. 

Sebelum Desa Kemu dipisah dan dijadikan 3 desa dengan masing-masing nama tersebut, awal mulanya masing-masing daerah mengirimkan masyarakat yang ikut meramaikan malam tersebut ke sebuah pertigaan tempat yang menghubungkan Desa Kemu bagian Kemu Ulu, Kemu Induk, dan Kemu Anugerah tersebut, setelah itu baru masyarakat beramai-ramai keliling daerah-daerah atau bagian-bagian dari Desa Kemu tersebut.

Namun saat ini, Desa Kemu telah dipisahkan, dan dijadikan masing-masing daerah tersebut dengan Kades atau Kepala Desa masing-masing. Karena hal tersebut juga, tradisi pawai obor yang biasa di lakukan pun berubah. 

Saat ini masing-masing daerah atau desa tidak lagi berkumpul terlebih dahulu di pertigaan yang menghubungkan daerah-daerah Desa Kemu atau yang masyarakat setempat biasa menyebutnya Simpang Kemu. 

Seperti contohnya masyarakat atau warga yang berada di daerah atau di Desa Kemu Induk, saat ini hanya melakukan kegiatan pawai obor dengan berkeliling di sekitaran Desa Kemu Induk dan tidak melewati batas wilayah daerah Desa Kemu Ulu maupun Desa Kemu Anugerah.

"Ya beginilah sekarang, kayaknya pawai obor udah gak semeriah dulu lagi, jadi lumayan sepi gini pawai obornya," ujar Wawan, selaku warga yang bertinggal di Desa Kemu Induk.

"Kalau dulu enak (pawai obornya), jalannya juga jauh," kata Mahriniyati, seorang ibu kelahiran Desa Kemu yang saat ini bertinggal di Kota Bandar Lampung dan sedang mudik ke kampung halamannnya.

Pelaksanaan sholat Idul Fitri Berjamaah di lapangan (Dok. Pribadi)
Pelaksanaan sholat Idul Fitri Berjamaah di lapangan (Dok. Pribadi)

Tepat pada Hari Raya Idul Fitri, masyarakat setempat sekaligus juga pemudik melaksanakan sholat Idul Fitri di lapangan setempat di daerah masing-masing, seperti misalnya di Desa Kemu Induk masyarakat melaksanakan sholat Idul Fitri berjamaah di Lapangan Sepak Bola Kemu. 

Sholat Idul Fitri di Desa Kemu dimulai dengan pembacaan ma'lumat-ma'lumat atau informasi terkait masjid di desa tersebut oleh pembuka acara, lalu kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari Kepala Desa setempat, dan beberapa sambutan dari beberapa tokoh-tokoh masyarakat di Desa Kemu Induk begitu pula pada desa lainnya. Hingga setelah selesai sambutan-sambutan barulah dimulakan sholat Idul Fitri. 

Setelah sholat dan khutbah Idul Fitri selesai, masyarakat biasanya tidak terburu-buru pulang ke kediaman masing-masing, masyarakat terlebih dahulu halal bihalal atau mushofahah yaitu bersalam-salaman atau bermaaf-maafan kepada sanak saudara baik itu yang bertinggal di Desa Kemu tersebut atau pun kepada para pemudik yang mudik ke Desa Kemu.  

masyarakat menuju kediaman sanak keluarga yang dituakan untuk bermaaf-maafan (Dok. Pribadi)
masyarakat menuju kediaman sanak keluarga yang dituakan untuk bermaaf-maafan (Dok. Pribadi)

tradisi bermaaf-maafan dengan sungkem kepada yang lebih tua (Dok. Pribadi)
tradisi bermaaf-maafan dengan sungkem kepada yang lebih tua (Dok. Pribadi)

Setelah itu, masyarakat Desa Kemu memiliki tradisi untuk beramai-ramai menuju rumah orang tua seperti kakek dan nenek atau kerumah sanak saudara yang dituakan di anggota keluarga seperti paman tertua atau bibi tertua. 

Para anggota keluarga besar berkumpul dan saling bermaaf-maafan. Kegiatan halal bihalal atau bermaaf-maafan dengan keluarga biasanya akan berjalan sekitar sampai dengan hari ketiga Idul Fitri.

tradisi berziarah kubur di hari kedua Idul Fitri (Dok. Pribadi)
tradisi berziarah kubur di hari kedua Idul Fitri (Dok. Pribadi)

Masyarakat Desa Kemu juga memiliki tradisi pada hari kedua Idul Fitri untuk berziarah ke makam-makam keluarga yang telah tiada pada pagi hari sekitar pukul 7 sampai dengan pukul 9 pagi, dalam kegiatan tradisi ini, masyarakat beramai-ramai ke pemakaman umum menuju ke makam-makam saudara dan berdoa untuk mendoakan sanak saudara yang telah terlebih dahulu meninggalkan dunia. 

Selain mengirimkan doa kepada sanak saudara yang telah berpulang ke rahmatullah, masyarakat juga biasanya mengirimkan bacaan surah Yasin, selain itu juga menaburkan bunga dan juga menyiramkan air di makam-makam tersebut. Setelah berziarah ke kuburan sanak saudara, masyarakat biasanya akan kembali bersilaturahmi ke kediaman sanak saudara lain.

berfoto dengan orang tua setelah bermaaf-maafan (Dok. Pribadi)
berfoto dengan orang tua setelah bermaaf-maafan (Dok. Pribadi)

"Iya, kerasa beda lebaran sekarang sama dulu, apalagi desa nya udah di pecah jadi masing-masing desa," kata Bapak Ubaidillah, selaku pemudik yang sedang mudik ke kampung halaman istrinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun