Mohon tunggu...
MUHAMMAD GHIFARI ZIKRULLAH
MUHAMMAD GHIFARI ZIKRULLAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi 23107030110 UIN Sunan Kalijaga

Saya Zikry, saya tertarik artikel terkait olahraga, pendidikan, politik, agamis, atau berita-berita terbaru.

Selanjutnya

Tutup

Politik

"Dirty Vote", Anda Kok Tersinggung?

16 Februari 2024   00:57 Diperbarui: 16 Februari 2024   00:58 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun 2024 menjadi tahun yang memiliki peranan khusus di hati masyarakat, terutama bagi Gen-Z atau Generasi Z yang untuk pertama kalinya mendapat hak memilih calon presiden ataupun calon legislatif pada tanggal 14 Februari 2024. Namun dibalik semua hal itu, terdapat sesuatu yang menarik yang hadir setelah masa kampanye para calon presiden dan calon legislatif tepatnya disela-sela masa tenang menuju hari pemilihan tiba, yaitu hadirnya sebuah film yang semacam film dokumenter yang berjudul ‘Dirty Vote’.

Film yang berdurasi 117 menit dan disajikan oleh tiga pakar hukum tata negara yaitu Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari itu langsung ramai menjadi perbincangan publik sejak pertama kali di tayangkan pada 11 Februari 2024 pukul 11.00, film ini mengungkapkan apa yang disebut oleh mereka sebagai kecurangan dalam proses pemilihan presiden tahun 2024.

Pro dan kontra terus mengiringi film yang hingga saat ini telah ditonton lebih dari 8,47 juta kali tersebut, perbincangan terkait film ‘Dirty Vote’ pun masih belum surut dari media sosial. Bahkan tim kampanye Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, sebelum film itu resmi dirilis di Youtube, menuding bahwa para pembuat ‘Dirty Vote’ relah melakukan fitnah. Para jurnalis mulai mewawancarai para pakar terkait pendapat mereka tentang adanya film tersebut.

Ninik Rahayu selaku Ketua Dewan Pers Nasional berpendapat bahwa film ‘Dirty Vote’ tidak termasuk produk jurnalistik. Namun, dia memaparkan bahwa bukan berarti film tersebut berisi fiksi atau berita bohong. Alasannya, materi yang disampaikan ketiga pakar hukum tata negara tersebut merupakan fakta pengadilan, rekam peristiwa dalam rangkaian pemilu presiden, dan juga analisis akademik.

“Terhadap informasi seperti ini yang ada dalam film dokumenter ini, sebagian orang bisa memberi penilaian penting, meski ada juga yang mengatakan ini tidak penting. Tapi film ini merupakan film dokumenter eksplanatori, jadi bukan karya fiksi,” ujar Ninik.

“Banyak sumber bisa dijadikan rujukan untuk melengkapi data dan informasi yang disajikan dalam film ini, misalnya melihat putusan pengadilan, klarifikasi kelompok yang membantah, dan bisa juga dari buku atau literature,” tambahnya.

“Yang terpenting, film ini berbeda dengan karya yang dibuat untuk propaganda dan provokasi. Masyarakat tidak perlu sampai ke perdebatan itu,” kata Ninik.

Selain dari para pakar komentar juga beragam dari kubu capres-cawapres soal film ‘Dirty Vote’ ini. Mulai dari yang antusias hingga yang menganggap bahwa isi film tersebut hanyalah fitnah semata, seakan-akan ingin menurunkan elektabilitas salah satu paslon presiden. Dan berikut ini sedikit komentar dari ketiga kubu capres-cawapres terkait film tersebut.

images Kompas.id
images Kompas.id

Dari kubu pasangan capres-cawapres nomor 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, ikut berkomentar atas ramainya perbincangan film Dirty Vote. Wakil ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Habiburokhman, menyebut sebagian besar isi film tersebut adalah fitnah.

”Perlu kami sampaikan bahwa sebagian besar yang disampaikan film tersebut adalah sesuatu yang bernada fitnah, narasi kebencian yang bernada asumtif dan sangat tidak ilmiah. Saya mempertanyakan kapasitas tokoh-tokoh yang ada di film tersebut, di rekaman tersebut,” kata Habiburokhman dalam konferensi pers di Media Center TKN, Jakarta Selatan, Minggu (11/2).

Images Logo Bloomberg Technoz
Images Logo Bloomberg Technoz

Dan dari kubu Ganjar Pranowo-Mahfud Md turut menjadi sorotan dalam film dokumenter tersebut. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menepis anggapan pihaknya melakukan kecurangan. Ia awalnya berbicara terkait komitmen dari kubu Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Menurutnya, pemegang kedaulatan tertinggi adalah rakyat.

“Sejak awal Tim Pemenangan Nasional Ganjar-Mahfud punya komitmen besar didalam menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, karena itulah kalau mau menang gampang bagi kami enak, kita perpanjang aja Pak Jokowi, tapi kan kita memilih jalan konstitusi, jalan demokrasi, bukan memilih apa yang didapat PDI Perjuangan,” kata Hasto dalam jumpa pers di Media Center Ganjar-Mahfud, Jalan Cemara, Jakarta Pusat, Minggu (11/2).

“Tetapi bagaimana proses demokrasi yang oleh konstitusi melalui pemiluyang jurdil harus dijalankan, itu yang menjadi komitmen kami,” tambahnya.

Images Media Indonesia
Images Media Indonesia

Sedangkan itu, Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI, Jusuf Kalla (JK) mereson film dokumenter ‘Dirty Vote’ yang berisi dugaan kecurangan pemilu 2024. JK yang merupakan kubu dari Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) ini menilai film dokumenter tersebut masih ringan dari kenyataan di lapangan.

“Iya saya sudah nonton tadi malam. Dan itu, film itu betul luar biasa. Tapi semua kebenaran kan lengkap dengan foto, lengkap dengan kesaksian, tapi bagi saya, saya kira ini Dirty Vote, film ini tidak… masih ringan disbanding kenyataan yang ada di masa lalu,” kata JK di kediaannya, Senin (12/2).

JK menilai film dokumenter tersebut baru 25 persen dari kejadian di lapangan, dari peristiwa yang terjadi selama masa pemilu. Menurutnya, isi film tersebut belum mencakup di daerah hingga kampong-kampung.

“Kejadian bagaimana bansos diterima orang, bagaimana dating petugas-petugas mempengaruhi orang. Jadi masih banyak lagi sebenarnya yang jauh lebih banyak mungkin sutradaranya masih sopan lah. Masih sopan, bagian pihak lain masih marah apalagi kalau dibongkar semuanya,” ujar JK.

JK kemudian menyinggung soal pemilu kotor akan memberikan hasil yang tidak sempurna.

“Jadi okelah bagus lah untuk meringankan kita, bahwa demokrasi seperti yang selalu saya katakana, pemilu yang kotor akan hasilnya menyebabkan pemilih yang tidak sempurna. Saya tidak mengatakan kotor, katakanlah tidak sempurna. Kalau pemilih caranya begitu,” kata JK.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun