Mohon tunggu...
Muhammad Ghathfan Faiz Faruq
Muhammad Ghathfan Faiz Faruq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Uin Maulana Malik Ibrahim Malang

Di harapkan tulisan yang saya susun dapat bermanfaat bagi para pembacanya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kecerdasan Kognitif dalam Toxic Relationship

13 Oktober 2022   10:55 Diperbarui: 11 November 2022   01:51 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
habio.app/blog/toxic-relationship

Dilihat dari judul pasti kalian bertanya-tanya apasih hubungan kecerdasan kognitif dengan toxic relationship ini? Sebelum itu kita pahami dulu apa itu kecerdasan kognitif dan toxic relationship

kognitif adalah semua aktivitas mental yang membuat suatu individu dapat menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian, sehingga individu tersebut mendapatkan pengetahuan setelahnya. Kognitif tidak bisa dipisahkan dengan kecerdasan seseorang.

Toxic relationship atau hubungan beracun sendiri mengacu pada hubungan atau relasi tidak seimbang, dimana salah satu pihak merasa direndahkan atau diserang. 

Orang yang terjebak dalam toxic relationship berkemungkinan kehilangan rasa percaya diri dan kebahagiaan. Hal ini dapat berdampak buruk bagi kesehatan mental maupun fisik. 

Oleh karena nya, penting untuk kamu agar mengenali tanda-tanda toxic relationship dan segera mengambil keputusan yang tepat jika itu terjadi pada hubunganmu.

Baik disini kita akan melihat kecerdadan kognitif seseorang yang terjebak dalam hubungan toxic relationship dari berbagai sudut pandang mulai dari sudut pandang pelaku maupun korban bahkan saya akan membawakan pada kalian ke sudut pandang orang ke 3 orang yang melihat toxic relationship di lingkungannya.

Tentunya orang yang memiliki kecerdasan kognitif yang baik pasti akan terhindar dari toxic relationship sebab orang itu pasti akan mengenali bahwa hubungan yang tidak sehat itu tidak baik untuk dirinya jadi sesegera mungkin ia akan mengakhiri hubungan tersebut lalu bagaimana dengan sudut pandang sang pelaku?

Untuk si pelaku atau orang yang toxic pasti memiliki kecerdasan kognitif yang baik atau bisa dikatakan orang yang cerdas sebab ia akan melakukan berbagai cara untuk mengontrol, memanipulasi seseorang dengan cara appapun agar orang tersebut sesuai dengan apa yang ia mau.

Kenapa demikian? Untuk melihat lebih jelas kita ambil contoh di sekitar kita pada pasangan si cowok selalu mengiyakan kemauan si cewek agar si cewek di ngambek atau silent treatment yang membuat si cowok tak bisa berbuat banyak dan pada akhirnya mengalah yang berdampak si cowik kehilangan jati dirinya.

Namun tak dapat seutuhnya dikatakan kognitif sang pelaku toxic relationship ini cerdas sebab orang yang toxic lambat laun akan kehilangan orang yang sayang padanya itu pergi kebanyakan orang yang toxic ini tidak menyadari bahwa dirinya itu toxic.

Bisa saja orang yang toxic muncul karena merasa dirinya sangat dicintai dan disayangi sehingga ia lupa menghargai bahkan merendahkan orang yang tulus padanya karena merasa paling disayangi dan dicintai disini kita melihat bahwa orang toxic bisa di katakan bodoh karena telah menyia-nyiakan orang yang telah tulus padanya.

Jadi seperti itulah gambaran kecerdasan kognitif dalam toxic relationship sang pelaku atau orang yang toxic lalu bagaimana gambaran kecerdasan kognitif sang korban?

Beralih kesudut pandang korban bisa dikatakan si korban toxic relationship ini kerap tidak menggunakan akal sehatnya untuk melihat bahwa dirinya itu dikasarin, direndahkan, dihina.

Bahkan, hingga kehilangan kepercayaan dirinya dikarenakan kerap diperlakukan tidak adil maka ia mengaggap dirinya pantas di perlakukan demikian itu semua karena kehilangan jati diri dan kepercayaan dirinya.

Pada kasus ini si korban tak dapat melawan karena rasa sayang si korban yang begitu besar kepadanya, lalu mengapa bisa sesayang itu? banyak faktor mengapa korban dari toxic relationship ini tetap bertahan meskipun sudah berkali-kali disakiti, dikecewakan bahkan direndahkan.

Pertama si korban ini merasa bahwa inner childnya itu senang dengan si pelaku sebab semenjak kecil si korban di perlakukan hampir sama dan yang ke dua bisa saja si korban orang yang sangat sulit untuk jatuh cinta jadi sekali ia merasa jatuh cinta ia akan mencintai perempuan yang bisa membuatnya jatuh cinta.

Bagaimanapun kondisinya yang yang terakhir besar kemungkinan si korban ini baru pertama kali dalam menjalin hubungan spesial jadi belum dapat membedakan mana itu hubungan yang sehat mana itu hubungan yang toxic.

Kebanyakan korban dari toxic relationship ini adalah orang yang tulus tanpa ada alasan untuk dicintai dan disayangi kembali dan ditambah lagi si korban merasa si pelaku suatu saat nanti akan berubah dan dia akan memetik hasil dari perjuangan penantian panjangnya.

Namun dari penjelasan diatas bisa di katakan bahwa si korban ini mengalami gangguan pada fungsi kognitifnya sebab ia tidak dapat merasakan dan mengenali hal yang telah dilakukan si pelaku toxic ini pada dirinya sendiri.

Di sini saya memiliki teman yang terjebak pada toxic relationship karena rasa sayangnya begitu besar pada pasangannya sehingga sulit untuk meninggalkan hubungan ini kesaksian beliau mengenai hubungannya ialah baik ia mau pun pasangannya ingin sekali berubah untuk menjallani hubungan yang sehat.

Beliau mengatakan pasangannya itu masih belajar untuk menghargai dia karena pasangannya itu memiliki trauma dan pasangannya itu kondisinya sedang tidak baik-baik saja banyak faktor yang membentuknya.

Maka dari itu ia berjanji sampai kapanpun akan senantiasa menemaninya sampai kehubungan yang lebih sehat bagi ia setiap perubahan membutukan proses selama berniatan baik pasti menghasilkan hal yang baik pula.

Menurutnya pasangannya itu bagaikan bunga mawar yang berduri, ia cantiik seperti bunga mawarr namun berduri ia berduri, menyakitkan karena ia hanya melindungkan dirinya dari semua yang berniatan jahat hanya orang yang sabar, pengertiin seperti dirinya yang dapat dekat dengannya sebab kalau tidak paham durinya untuk apa pasti melihat pasangannya itu jahat.

Jadi seperti itulah pembahasan kita mengenai kecerdadan kognitif seseorang yang terjebak dalam hubungan toxic relationship dari berbagai sudut pandang mulai dari sudut pandang pelaku maupun korban.

Pesan saya untuk si pelaku, orang yang tulus tak akan pernah datang dua kali dalam hidup kita maka jangan pernah menyia-nyiakan orang yang tulus. 

Untuk korban percayalah bahwa orang yang tulus dan dapat menghargai itu pasti akan datang dan pasti tak akan berniatan dengan sengaja menghancurkanmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun