Dalam pengklasifikasian wilayah Minangkabau, Negeri Sembilan termasuk ke dalam wilayah Rantau Minangkabau dengan sebutan wilayah Rantau Nan Sambilan bersama dengan wilayah Rantau lainnya seperti Rantau Luhak Agam, Rantau Luhak Tanah Datar, serta Rantau Luhak Limo Puluah Koto. Wilayah Rantau adalah wilayah di luar luhak Nan Tigo (Wilayah asal Minangkabau) yang awalnya merupakan tempat mencari kehidupan bagi orang Minangkabau. Rantau Nan Sambilan (Negeri Sembilan) berada dalam kekuasaan kerajaan Pagaruyung yang berpusat di Tanah Datar sebagai wilayah dalam kerajaan. Seiring dengan runtuhnya kerajaan Pagaruyung, Negeri Sembilan mulai berpisah dengan wilayah induk nya dan pada akhirnya mulai menjadi wilayah kerajaan Melayu yang ada pada saat itu di semenanjung yang pada akhirnya menjadi Malaysia pada saat ini.
*Kehidupan nilai-nilai Minangkabau di Negeri Sembilan
        Negeri Sembilan memiliki ciri-ciri budaya yang sangat berbeda dengan daerah di sekitarnya yang berbudaya Melayu. Hal ini ditunjukkan dari penampakan yang dapat di lihat seperti rumah tradisional serta istana yang mengadopsi struktur bangunan khas Minangkabau seperti Rumah Gadang yang beratap Gonjong yang dapat dibuktikan dengan adanya beberapa bangunan seperti Muzium Negeri Sembilan. Bangunan di Negeri Sembilan ini dianggap sebagai evolusi dari Rumah Gadang di Sumatera Barat dengan akulturasi antara budaya Minangkabau dengan budaya setempat yaitu budaya Melayu yang melahirkan bentuk struktur yang ada saat ini.Â
Lalu jika kita tinjau bendera resmi dari Negeri Sembilan, kita bisa melihat ada tiga warna utama yang ada di kebudayaan Minangkabau yaitu merah, kuning, dan hitam. Tiga warna tersebut biasanya terdapat dalam bendera tradisional Minangkabau yang disebut dengan "Marawa". Warna-warna tersebut memiliki arti dan maknanya tersendiri bagi masyarakat Minangkabau. Warna merah dalam masyarakat Minangkabau melambangkan berani dan tahan uji, warna kuning (emas) melambangkan keagungan, cemerlang, dan bersinar serta warna hitam memiliki makna keabadian, atau disebut tahan tampo (tahan tempa).Â
Warna marawa juga dapat diartikan sebagai representatif dari Luhak Nan Tigo (Wilayah pusat Minangkabau) yaitu hitam mewakili Luhak Lima puluh kota, merah mewakili keberadaan Luhak Agam, dan kuning menunjukkan keberadaan wilayah Luhak Tanah Datar. Jika ditinjau dari arti resmi oleh pemerintah Negeri Sembilan, warna hitam menyimbolkan Dato'Undang dan Dato'Lembaga, warna merah di saat masa penjajahan Inggris memiliki arti perlindungan dari Inggris (bernaung pada Inggris) namun saat ini warna merah lebih merepresentasikan rakyat, sedangkan kuning melambangkan Raja.
       Rendang yang menjadi masakan yang sangat ikonik dengan etnik Minangkabau juga tidak lepas dari kebudayaan Negeri Sembilan. Dengan migrasi orang Minangkabau ke Negeri Sembilan juga membawa banyak masakan khas yang akhirnya tersebar ke seluruh wilayah semenanjung Malaysia. Rendang saat ini menjadi hidangan yang sangat terkenal dan sering dihidangkan di setiap kesempatan jamuan makan masyarakat Malaysia, bukan hanya terbatas pada komunikasi orang Negeri Sembilan namun juga pada masyarakat Malaysia secara umum. Hal ini terkadang menimbulkan beberapa perselisihan antara Indonesia dengan Malaysia tentang asal mula Rendang. Sudah beberapa kali masalah rendang ini membuat hubungan diplomatik Indonesia dan Malaysia panas dingin. Namun fakta sejarah bahwa rendang berasal dari Ranah Minangkabau di Sumatera tidak dapat dibantahkan.
        Lalu dalam kehidupan masyarakat Minangkabau Negeri Sembilan, nilai kehidupan Minangkabau juga masih digunakan. Seperti nilai kekeluargaan melalui nasab (garis keturunan) yang menggunakan Sistem Matrilineal. Sistem ini berbeda dengan sistem nasab yang digunakan oleh masyarakat Melayu yaitu sistem Patrilineal (Garis keturunan Ayah). Sesuai dengan namanya, ada sembilan komunitas (negeri) yang menyusun wilayah Negeri Sembilan, yakni Rembau, Sungai Ujong, Naning, Klang, Jelai, Hulu Pahang, Jelebu, Johol, dan Segamat. Seluruh komunitas yang ada di dalam Negeri Sembilan mayoritas beretnik Minangkabau kecuali Rembau. Hal ini membuat hanya Rembau yang masih mengandalkan sistem patrilineal yang dianut oleh orang Melayu dan adapun delapan komunitas lainnya menggunakan sistem Matrilineal sebagaimana budaya Minangkabau. Sedikit banyak sistem ini mempengaruhi pemimpin di Negeri Sembilan.
        Budaya Minangkabau yang diaplikasi dalam kehidupan keturunan Minangkabau di Negeri Sembilan di sebut dengan "Adat Perpatih" yang di mana memiliki dua tokoh sentral yaitu Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih nan Sabatang. Adat ini memiliki beberapa karakteristik di antaranya secara kebudayaan "Adat Perpati" masih berkerabat dengan Minangkabau yang ada di Sumatera Barat yang ditandai dengan dialek bahasa Minangkabau yang ada di sana. Ciri khas dari masyarakat Minangkabau "Adat Perpatih" adalah dalam penamaan serta pengelompokan suku. Dalam "Adat Perpatih" nama suku dalam masyarakat diambil dari asal mereka (Kampung) pada Ranah Minangkabau di Sumatera seperti suku Pariangan, Payakumbuh, Tanah Datar, Seri Lamak, dan sebagainya.
        Negeri Sembilan menjadi bukti betapa terkaitnya Indonesia terutama Sumatera Barat dengan Malaysia secara budaya yang didukung dengan letak geografis yang dekat. Keberadaan budaya Minangkabau di Negeri Sembilan menjadi bukti bahwa budaya tidak mengenal batas administrasi saat ini dan berperan pada keberagaman budaya dan masyarakat. Negeri Sembilan menjadi bukti nyata bahwa Indonesia dan Malaysia merupakan Negara Serumpun yang beratap kan budaya, walaupun hal ini terkadang mendorong adanya sedikit perselisihan namun kedekatan dan kekerabatan budaya yang ada dapat dijadikan sebagai perekat serta penjalin masyarakat berbudaya yang ada.
Disusun oleh :
Muhammad Fitrah Ramadhani