Mohon tunggu...
Muhammad Fiki Alwi
Muhammad Fiki Alwi Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Mahasiswa UIN Radin Intan Lampung, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Manajemen Bisnis Syariah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mekanisme Bagi Hasil dalam Keuangan Syariah

4 Desember 2023   08:31 Diperbarui: 7 Desember 2023   19:48 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam menjalankan suatu bisnis tentunya tidak asing dengan sistem bagi hasil. Dalam Islam, hal ini dinamakan mudharabah. Abdul Rahman Al-Juzairi dalam buku Fiqih Muamalah 1 oleh Darwis Harahap & Arbanur Rasyid, mendefinisikan mudharabah secara bahasa cukup berbeda, yakni penyerahan harta milik oleh seseorang kepada orang lain untuk diperdagangkan dan keuntungannya dibagi dua, sementara bila ada kerugian maka ditanggung oleh pemilik harta.

Mudharabah secara istilah dimaknai sebagai akad di antara dua pihak, pemilik modal dan pengelola modal untuk menjalankan usaha, sehingga keuntungan yang diperoleh akan dibagi bersama dengan jumlah yang telah disepakati bersama saat kontrak. Laba yang dihasilkan dari usaha mudharabah yakni dibagi antara pihak bersangkutan sesuai yang telah ditetapkan ketika akad. Kalaupun ada kerugian yang ditimbulkan, maka ditanggung oleh pemilik modal selama bukan terjadi sebab kelalaian pengelolanya. Bila rugi tersebut akibat lalainya pengelola, maka si pengelola yang bertanggung jawab.

Mengenai dalil mudharabah, Firman Allah QS. al-Nisa' [4]: 29
"Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu...".

Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah:
"Nabi bersabda, 'Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual," (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).

Akad Mudharabah terbagi menjadi dua jenis. Hal itu berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpanan data seperti dikutip dari laman resmi OJK, yaitu:

1. Mudharabah Mutlaqah
Dalam akad ini, pihak bank tidak membatasi dana yang dihimpun. Sebagai pemilik modal, mereka juga tidak ikut campur terhadap jenis usaha apa yang akan dibuat oleh nasabah sebagai pengelola modal. Pihak bank hanya melakukan pengawasan terhadap usaha yang dibuat oleh peminjam dana. Mereka memastikan bahwa modal usaha yang dipinjamkan berjalan dengan lancar dan akan menerima nisbah dari usaha tersebut.

2. Mudharabah Muqayyadah
Akad mudharabah muqayyadah kebalikan dari mudharabah mutlaqah. Si pemilik modal berhak menentukan jenis usaha apa yang akan dibuat oleh di pengelola modal untuk dijalankan.

Secara umum, jumhur ulama' menyatakan bahwa rukun dan syarat mudharabah terdiri atas: 

1. Ijab dan Qabul

2. Dua orang yang bekerjasama

3. Adanya modal, adapun dalam modal di syaratkan 

4. Adanya pekerjaan ataupun usaha

5. Nisbah keuntungan

Adapun berakhirnya Akad Mudharabah yaitu:

1. Masing-masing pihak menyatakan akad batal, pekerja dilarang untuk bertindak hukum terhadap modal yang diberikan, atau pemilik modal menarik modalnya.

2. Salah seorang yang berakad meninggal dunia. 

3. Salah seorang yang berakad gila.

4. Pemilik modal murtad (keluar dari agama Islam), menurut Imam Abu Hanifah, akad mudharabah batal.

5. Modal habis ditangan pemilik modal sebelum dikelola oleh pekerja.

Dari pengertian tersebut, maka bisa disimpulkan bahwa akad mudharabah adalah perjanjian kerja sama suatu usaha antara pemilik modal dan pengelola modal. Akad ini sering kita jumpai di perbankan syariah. Menurut Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN - MUI), akad tersebut dikeluarkan untuk menghindari riba. Barang atau jenis usaha yang dipilih pun tidak diharamkan oleh ajaran syariah Islam. Ketentuan akad mudharabah tercantum pada fatwa DSN - MUI Nomor: 07/DSN/MUI/IV/2000. Keuntungan usaha akan dibagi antara pemilik modal dan pengelola modal berdasarkan nisbah atau bagi hasil yang telah disepakati saat akad.

Sumber: 

1. Fiqih Muamalah 1 oleh Darwis Harahap & Arbanur Rasyid.

2. Otoritas Jasa Keuangan, Konsep Operasional Perbankan Syariah.

3. Menurut Abdul Karim (2003:182),  (1993:181), Muhammad (2005:62-64), (2005:64) Dalam Syarat Syarat Mudharabah.

4. Menurut Ridwan (2004:99) Berakhirnya Akad Mudharabah

5. Menurut DSN - MUI Nomor: 07/DSN/MUI/IV/2000 Tentang Akad Pembiayaan Mudharabah (qiradh)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun