Berdasarkan keterangan tersebut, tampak bahwa hukum pidana Islam tidak diterapkan dalam soal makanan dan minuman yang haram. Di dalam Pasal 42 UUM menyebutkan barang siapa yang meminum minuman memabukkan dihukum 40 kali cambukan.
Biasanya hukuman cambuk bertujuan untuk mendidik dan memberi pelajaran kepada pelaku tanpa merusak hidup mereka sepenuhnya. Cambuk, sebagai bentuk hukuman fisik, juga berkaitan erat dengan ajaran agama dan norma sosial yang berlaku pada masa itu.
Penerapan hukuman ini pun sangat dipengaruhi oleh ajaran Islam, yang menekankan keadilan dan disiplin, serta kebutuhan untuk menjaga ketertiban di wilayah perdagangan yang ramai. Selain itu, kekuasaan penguasa Melaka juga memainkan peran penting dalam penegakan hukum yang keras ini.
Kritik terhadap hukuman berat seperti hukuman mati, potong tangan, dan cambuk diundang kritik karena potensi ketidakadilan dalam pelaksanaannya dan pelanggaran hak asasi manusia. Kritik ini muncul terutama terkait dengan perlakuan tidak setara antara kalangan bangsawan dan rakyat biasa, serta ketidakadaan rehabilitasi bagi pelaku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H