Ponorogo, termasuk saya. Rasanya lega telah dapat melalui kegiatan perkuliahan selama satu semester penuh. Ini merupakan tahun kedua dan semester ketiga saya menjalani studi sebagai mahasiswa program studi Ekonomi Syariah di kampus yang berjuluk the Reog University. Mendengar kata "Reog" pastinya sudah tidak asing lagi bukan? Ya, warisan budaya tak benda yang baru saja diakui UNESCO pada 3 Desember 2024 lalu ini menjadi julukan khas bagi almamater saya; Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Bicara soal budaya, saya ingin membagikan kisah seru dan menarik selama perkuliahan semester kali ini, yaitu pada salah satu mata kuliah yang saya tempuh; Praktek Kewirausahaan. Selain terkenal dengan Reognya, Ponorogo juga menjadi sentra penghasil batik yang cukup diminati masyarakat. Pada mata kuliah ini saya bersama teman-teman melaksanakan praktek kewirausahaan di salah satu industri batik tulis di Ponorogo, yakni di LKP Sanggar Sakha Kencana. Beralamat di Jalan Pramuka Gang 2 Nomor 13, Kelurahan Mangunsuman, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo, atau lebih tepatnya berada di sebelah utara Pesantren Mahasiswa Al-Manar Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Batik di tempat ini terkenal karena kualitasnya yang bagus dengan corak yang indah. Kreativitas dan inovasinya telah menghasilkan desain-desain baru yang banyak diminati dan menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Ponorogo. Salah satunya ialah "Dhonta" yang telah berhasil meraih juara ketiga dalam lomba Karya Cipta Busana Wanita Pendamping Penadon oleh Pemkab Ponorogo 2023.
Pekan ketiga bulan Januari 2025 merupakan pekan dilaksanakannya Evaluasi Akhir Semester ganjil bagi para mahasiswa Universitas MuhammadiyahDalam proses praktek membatik, kami yang terdiri dari mahasiswa semester 3 dan 5 dibagi menjadi beberapa kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 orang. Setiap kelompok bertugas menyelesaikan satu kain untuk membatik dengan tenggat waktu selama satu semester. Kegiatan ini secara resmi dimulai pada 9 Oktober 2024 dalam acara seremonial dan dibuka langsung oleh Kaprodi Ekonomi Syariah Universitas Muhammadiyah Ponorogo; Bapak Azid Syukroni. Selama proses membatik saya dan teman-teman menjalaninya secara enjoy dan antusias. Ini juga merupakan pengalaman pertama kali bagi saya dan sebagian besar teman-teman membuat batik. Pak Widodo selaku pemilik LKP Sanggar Sakha Kencana beserta seluruh karyawannya menerima kami dengan sangat ramah. Lokasinya juga cukup sejuk karena dikelilingi taman dan pekebunan hijau dengan pepohonan rindang. Selain itu lokasinya juga cukup dekat dengan kampus, berjarak kurang lebih 1,1 Kilometer.
Proses membatik dimulai dengan membuat motif di atas kain putih polos menggunakan pensil. Karena kelompok kami sulit menemukan kreativitas membuat sketsa maka kami memutuskan untuk menjiplak desain motif dari kertas sketsa yang tersedia. Â Kemudian dilanjutkan dengan proses mencanting (pemalaman menggunakan canting). Ini merupakan proses yang paling membutuhkan waktu lama selama membatik. Berminggu-minggu waktu yang kami gunakan untuk mencanting. Kami secara bergantian mencanting motif yang telah kami buat dengan teliti dan hati-hati, karena cairan malam (lilin untuk membatik) cukup panas dan lengket. Proses ini benar-benar membutuhkan ketelatenan yang ekstra. Kemudian dilanjutkan dengan proses pewarnaan, bagi saya ini merupakan proses yang paling menentukan estetika hasil membatik. Kami berdiskusi mengenai apa saja warna-warna yang cocok untuk setiap sudut motif yang kami buat. Batik yang kami buat memiliki motif utama bergambar ayam jantan dengan ekor yang panjang memekarkan setiap bulu dan sayapnya. Dua pasang ayam yang saling berhadap-hadapan terletak di bagian tengah kain dengan dihiasi ornamen bunga di sisi belakang salah satu pasang ayam. Setelah selesai mewarnai motif, kami memblok seluruh bagian kain yang tidak tergambar motif dengan satu warna. Setelah selesai, kemudian kain batik dijemur sampai tinta warna kering. Setelah kering kain batik di olesi water glass secara menyeluruh, tujuannya untuk mengunci warna batik agar tidak mudah luntur saat dicuci. Kemudian kain batik dijemur lagi selama sehari semalam agar water glass-nya benar-benar meresap. Setelah cairan pengunci benar-benar meresap, dilakukan proses finishing di mana kain batik selanjutnya di celup-celupkan ke dalam air mendidih yang telah dicampur soda abu untuk melunturkan malam yang melekat pada kain. Setelah itu kain batik kembali dijemur lagi sampai benar-benar kering.
Setelah melakukan effort selama satu semester penuh, proyek membuat batik pun telah jadi dan membuat diri merasakan suatu kepuasan atas tuntasnya pekerjaan. Kesannya cukup memberikan pengalaman berharga tentang bagaimana tata cara pembuatan batik lukis secara real time. Merasakan betapa panas dan lengketnya cairan malam; proses mencanting yang seakan menguji kesabaran; Beda pendapat tentang warna apa yang pas untuk setiap sudut batik yang dibuat; Betapa licinnya telapak tangan setelah terkena cairan water glass; Panasnya uap air mengenai tangan saat proses pencelupan untuk melunturkan malam; Basah-basahan terkena cipratan air, dan akhirnya selesai sudah batik yang kami buat bagaimanapun hasilnya hati ini rasanya puas. Lebih puas lagi apabila batiknya ada yang mau beli, lumayanlah bisa buat makan bareng satu kelompok, lebih bersyukur lagi kalau batiknya terjual dengan harga yang mahal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H