Mohon tunggu...
Muhammad Fauzi
Muhammad Fauzi Mohon Tunggu... Buruh - Buruh

Hanya seorang buruh kecil yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Meski Jepang Legalkan Hubungan Intim, tapi Krisis Populasi Kian Meningkat

11 Desember 2023   10:03 Diperbarui: 11 Desember 2023   10:08 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meskipun Jepang menjadi negara yang melegalkan hubungan intim di luar pernikahan, namun krisis populasi kian meningkat dan belum teratasi. Hal ini menjadi perhatian serius bagi masyarakat Jepang dan juga dunia internasional. Bagaimana bisa sebuah negara maju seperti Jepang mengalami krisis populasi? Apakah legalisasi hubungan intim memang menjadi solusi yang tepat?

Jika kita perhatikan, Jepang memang dianggap sebagai negara yang melegalkan hubungan intim di luar pernikahan. Namun, hal ini malah menimbulkan pro kontra, karena dipandang sebagai sesuatu yang merusak moral dan norma yang ada. Sehingga, pada akhirnya Jepang memiliki kebijakan ketat terkait hubungan intim di luar pernikahan.

Namun, kenyataannya keputusan ini berdampak pada tingkat kelahiran yang rendah dan meningkatnya jumlah kematian di Jepang. Pada tahun 2022 saja jumlah kelahiran di Jepang mencapai hanya sekitar 771.000, sementara jumlah kematian mencapai 1,56 juta jiwa. Selisih tersebut semakin memperkuat krisis populasi yang dihadapi Jepang.

Selain itu, beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan krisis populasi di Jepang adalah perubahan gaya hidup masyarakat, meningkatnya biaya hidup, serta kurangnya dukungan dari pemerintah untuk mendorong perubahan perilaku dalam hal pernikahan dan keluarga.

Masyarakat Jepang yang cenderung lebih memilih untuk fokus pada karir dan hidup mandiri, mengakibatkan kurangnya minat untuk menikah dan memiliki anak. Biaya hidup yang tinggi juga menjadi kendala bagi pasangan muda yang ingin menikah dan memiliki anak. Biaya pendidikan, perumahan, dan kesehatan yang mahal membuat banyak pasangan memilih untuk menunda atau bahkan tidak memiliki anak sama sekali. Hal ini juga memicu meningkatnya jumlah orang tua tunggal yang harus menghidupi diri sendiri dan anaknya.

Pemerintah Jepang sendiri juga dianggap kurang berperan dalam menangani krisis populasi. Meskipun telah melakukan berbagai upaya, seperti memberikan insentif bagi pasangan yang ingin memiliki anak, namun hal ini dinilai masih belum efektif. Dibutuhkan solusi yang lebih komprehensif dan berkelanjutan untuk mengatasi krisis populasi yang semakin meningkat.

Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya mempertahankan nilai-nilai keluarga dan memperkuat ikatan antar generasi. Pendidikan mengenai peran dan tanggung jawab dalam keluarga juga perlu ditingkatkan secara masif. Selain itu, pemerintah juga perlu mengambil langkah konkret dalam mendorong pemberian dukungan finansial dan nonfinansial bagi pasangan muda yang ingin menikah dan memiliki anak.

Diperlukan juga perubahan dalam pola pikir masyarakat terkait karir dan hidup mandiri. Pasangan muda perlu disadarkan bahwa memiliki anak bukanlah penghalang untuk meraih kesuksesan, namun harus dianggap sebagai investasi jangka panjang bagi keberlangsungan bangsa dan negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun