Pulau Sebatik merupakan salah satu dari puluhan ribu pulau kecil yang dimiliki oleh negara Indonesia. Secara umum pulau ini tidak berbeda dengan pulau-pulau kecil lain di lepas pantai Indonesia, namun terdapat keunikan berupa pembagian wilayah di Pulau Sebatik ini. Secara administratif, Pulau Sebatik dimiliki dua negara berbeda yang dipisahkan oleh garis lurus yang menjadi perbatasan negara. Pulau Sebatik bagian selatan dikuasai oleh Indonesia dan bagian utara dikuasai oleh Malaysia.
Terbaginya Pulau Sebatik menjadi dua bagian merupakan peninggalan masa penjajahan oleh negara-negara Barat. Pada masa kolonialisme, wilayah-wilayah di  dunia terbagi berdasarkan kepentingan, serta ada anggapan bahwa wilayah-wilayah tersebut bukanlah tanah manusia.
Dampak kebijakan politik kolonialisme terasa ketika negara-negara jajahan memperoleh kemerdekaan. Hal ini disebabkan karena wilayah-wilayah yang memiliki kelompok budaya yang kurang lebih sama harus dipecah berdasarkan sistem administrasi nasional yang berbeda. Salah satunya adalah Pulau Sebatik.
Meskipun penduduk Pulau Sebatik berasal dari kelompok sosial dan budaya yang sama yaitu masyarakat Melayu, namun secara politik mereka juga berbeda karena tinggal di wilayah administratif yang  berbeda. Pulau Sebatik berada di antara Nunukan sebagai ibukota Kabupaten Nunukan dan Kota Tawau di negara bagian Sabah, Malaysia Timur.
Karena menjadi kawasan perbatasan, jadi wajar jika tidak hanya warga perbatasan Malaysia tapi juga warga Nunukan dan Sebatik yang melakukan aktivitas ekonomi lintas batas. Interaksi lintas batas di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia semakin intens karena adanya kesamaan sosial dan budaya antara kedua warga negara yang berbeda wilayah negara tersebut.Â
Kesamaan ini juga membuat komunikasi kedua warga di wilayah ini semakin mudah. Karena luas Pulau Sebatik yang kecil, pergerakan penduduk di dalam pulau relatif terbatas, dan interaksi antar kedua wilayah semakin meningkat.
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Pulau Sebatik sangat akrab dengan Kota Tawau, karena mereka membeli hampir seluruh kebutuhan sehari-hari di sana.
Bagi mereka, Kota Tawau adalah pasar tempat mereka membeli kebutuhan sehari-hari dan menjual sumber daya yang mereka miliki. Hal tersebut terjadi karena Kota Tawau menjadi kota terdekat dengan pemukiman penduduk Pulau Sebatik. Kota ini secara administratif berada di luar wilayah Indonesia. Dengan kata lain, masyarakat Pulau Sebatik harus membeli kebutuhan sehari-hari dari luar negeri.
Menurut sensus penduduk tahun 2010, Pulau Sebatik memiliki luas 246,61 km2 atau 246.610 hektar, dengan jumlah penduduk sekitar 30.000 jiwa dan kepadatan penduduk 33.263 jiwa/km2.Â
Pulau Sebatik yang relatif kecil tidak memiliki peluang kerja alternatif sebanyak kota-kota besar, dan juga memiliki tingkat pertumbuhan penduduk yang rendah. Dinamika pertumbuhan penduduk Pulau Sebatik tidak hanya terbatas pada pertambahan alami seperti faktor kelahiran dan kematian. Faktor migrasi juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan penduduk di Pulau Sebatik, seperti banyaknya WNI yang diusir dari Malaysia dan banyaknya penduduk yang tinggal di Sebatik.