Mohon tunggu...
Muhammad Fauzan Amirdinardi
Muhammad Fauzan Amirdinardi Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya seorang mahasiswa ilmu komunikasi di telkom University

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Arca Nenek Moyang, Tidak Hanya Sebuah Medium Perantara Doa pada Zaman Dulu

15 November 2023   09:12 Diperbarui: 15 November 2023   10:02 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
arca nenek moyang di sri baduga/dokpri

Seperti yang kita ketahui sebuah arca merupakan salah satu peninggalan sejarah yang masih banyak diabadikan dalam sebuah museum, termasuk salah satunya adalah museum Sri Baduga Bandung. Sesuai tema yang diangkat pada artikel kali ini, arca nenek moyang sebagai salah satu objek bersejarah yang akan kita analisis pada artikel kali ini. 

Tidak hanya dari segi atau nilai sejarah dan budayanya, akan tetapi bisa saja dari nilai-nilai lain yang belum sempat kita temui karena kita belum menelaah atau menjelajahi tentang arca nenek moyang ini lebih dalam. 

Arca memang pada dasarnya memang banyak dan umumnya digunakan sebagai medium atau perantara untuk melakukan komunikasi atau berdoa pada dewa atau hal yang mereka percayai, begitulah kurang lebih kegunaan arca pada masanya waktu itu. Akan tetapi kami ingin mencari tahu apakah di masa sekarang masih ada kegunaan lain yang mungkin memang masih relevan untuk diaplikasikan pada masa sekarang.

 Alasan saya mengangkat tema ini adalah untuk menunjukkan pada khalayak banyak, bahwa benda bersejarah yang terfokus dalam hal spiritualis sekalipun atau yang dalam konteks ini adalah sebuah arca nenek moyang, dapat kita gunakan atau setidaknya masih relevan di masa sekarang. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek baik itu dalam hal pertukaran kebudayaan ataupun dalam segi pelajaran atau ilmu pengetahuan.

 Bila kita membahas mengenai budaya dan diberikan definisi secara resmi, budaya dapat diartikan sebagai suatu sistem yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, pengalaman, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi, dan kepemilikan yang diteruskan dari satu kelompok besar orang ke generasi berikutnya melalui upaya bersama baik dari individu maupun kelompok (Mulyana, 1996).

 Arca Nenek Moyang, dalam perbandingan dengan monumentalitas Arca Nenek Moyang yang diukir dari batu dan diartikan sebagai wujud persembahan serta simbolisasi keutuhan yang berdimensi sakral, menjadi sorotan dalam pemahaman budaya. Dalam konteks ini, penekanan pada Arca Nenek Moyang memberikan perbandingan yang lebih mendalam dan mempertegas pengenalan warisan budaya sebagai entitas multiaspek yang melibatkan dimensi sejarah, budaya, filosofis, dan berbagai aspek kehidupan manusia.

 Pemilihan tema ini tidak semata-mata tanpa alasan. Terdapat keinginan kuat untuk menginformasikan kepada audiens, khususnya para pembaca artikel ini, bahwa di balik keberadaan sebuah patung atau arca, tersimpan nilai-nilai yang melampaui hanya keindahan fisik. Patung tersebut menjadi wakil dari nilai-nilai sejarah, budaya, dan filosofis, yang sayangnya sering terabaikan dalam kesibukan kehidupan sehari-hari. Keengganan atau bahkan ketidakmampuan sebagian orang untuk mengakui hal ini menyebabkan peninggalan bersejarah semakin terhapus dari permukaan, kehilangan relevansinya dalam konteks zaman yang terus berubah.

 Perspektif alternatif yang relevan juga menyajikan pandangan yang mengemukakan bahwa kebudayaan bukanlah sekadar suatu entitas yang terbatas pada dimensi fisik atau materi. Lebih jauh, kebudayaan diartikan sebagai suatu realitas yang melibatkan aspek-aspek intelektual dan budi manusia. Dalam konteks ini, kebudayaan menjadi totalitas ide dan pencapaian manusia yang membutuhkan pemahaman mendalam melalui serangkaian proses pembelajaran .

 Makna kebudayaan tidak hanya mencakup produk fisik yang terlihat, melainkan juga melibatkan seluruh spektrum hasil kreativitas manusia. Hal ini mencakup ide-ide penuh makna, nilai-nilai yang mengarahkan tindakan, norma-norma yang mengatur perilaku, peraturan yang membentuk struktur masyarakat, dan pola perilaku manusia dalam berbagai konteks sosial. Sebagai tambahan, konsep ini melibatkan pula benda-benda yang dihasilkan oleh daya kreatifitas manusia.

 Pentingnya proses pembelajaran dalam memahami kebudayaan menekankan bahwa kekayaan intelektual dan spiritual manusia tidak dapat diabaikan. Seluruh hasil budi dan karya manusia dianggap sebagai bagian integral dari kebudayaan, yang secara keseluruhan membentuk identitas suatu masyarakat atau kelompok. Oleh karena itu, kebudayaan bukanlah sekadar sekumpulan objek dan artefak, melainkan suatu warisan abstrak yang mencakup semua aspek kehidupan manusia (Kistanto, 2017).

 Dalam sudut pandang ini, kebudayaan menjadi suatu entitas yang hidup dan berkembang, terus bertransformasi melalui generasi-generasi yang saling mewariskan pengetahuan dan nilai-nilai. Proses ini melibatkan upaya bersama baik dari individu maupun kelompok, membangun suatu keterhubungan kompleks antara satu generasi dengan generasi berikutnya.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan, menurut perspektif alternatif ini, tidak hanya mencakup dimensi material dan fisik, tetapi juga mencakup kekayaan ide dan intelektual manusia. Sebagai suatu totalitas yang kompleks, kebudayaan mencerminkan evolusi serta ekspresi dari pikiran dan kreativitas manusia yang terus berkembang seiring waktu.

 Tentu saja, pentingnya pelestarian budaya menjadi pusat perhatian dalam sudut pandang yang diusung. Budaya bukan hanya mencakup aspek fisik, tetapi juga dimensi pikiran dan jiwa. Ini mencakup ide, nilai, norma, dan aturan yang membentuk keseharian manusia, serta benda-benda yang menjadi hasil kreativitasnya. Dalam kerangka ini, pelestarian tidak hanya berarti menjaga benda-benda fisik, tetapi juga memahami dan mewariskan gagasan dan pencapaian manusia.

 Inti masalah yang diungkapkan adalah tantangan pelestarian budaya. Bagaimana seseorang dapat mempertahankan sesuatu yang dianggap tidak relevan dalam konteks masa kini? Beberapa orang lebih cenderung mengalihkan fokus mereka pada pengembangan hal-hal yang dianggap lebih praktis saat ini, daripada menjaga warisan yang mungkin jarang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

 Pentingnya artikel ini terletak pada dorongan kepada pembaca untuk lebih meningkatkan kesadaran terhadap warisan bersejarah, khususnya yang terdapat di daerah Jawa Barat, seperti yang diulas di Museum Sri Bandung. Melalui penambahan wawasan mengenai nilai-nilai bersejarah, diharapkan masyarakat dapat lebih memahami peran benda-benda seperti Arca Nenek Moyang.

 Dalam konteks Arca Nenek Moyang, yang dijelaskan dalam deskripsi Museum Sri Baduga, arca ini memiliki peran sebagai media pemujaan nenek moyang pada masa atau zaman batu. Nilai-nilai teoretis dan sejarahnya mencerminkan kreativitas manusia yang dianggap sakral dan memiliki nilai estetika yang tinggi. Kegunaannya melibatkan aspek spiritual dan pemujaan, di mana arca ini berfungsi sebagai objek pertolongan untuk fokus pikiran dan sebagai medium persembahan.

 Relevansi Arca Nenek Moyang dalam konteks budaya masa kini terletak pada nilai-nilai sejarah, budaya, dan spiritual. Dalam era globalisasi, pelestarian budaya menjadi kunci ketahanan identitas dan ketangguhan dalam menghadapi perubahan. Arca ini dapat dijadikan sumber inspirasi untuk membangun kesadaran akan warisan budaya dan memperkuat rasa memiliki terhadap nilai-nilai khas tersebut.

 Dalam upaya pelestarian budaya, masyarakat diharapkan semakin menghargai artefak budaya sebagai bagian integral dari warisan nenek moyang. Arca Nenek Moyang menjadi simbol pelestarian budaya masa lalu, mencerminkan nilai-nilai dan teknik seni yang perlu dijaga.

Pendidikan sejarah dan penghargaan terhadap warisan budaya juga menjadi fokus penting dalam masyarakat saat ini. Arca Nenek Moyang dapat menjadi sumber pengetahuan yang berharga, membuka kesempatan untuk memahami sejarah prasejarah dan meningkatkan apresiasi terhadap keberagaman peradaban.

 Dengan memanfaatkan potensi ekowisata dan pariwisata budaya, keberadaan Arca Nenek Moyang dapat memberikan kontribusi positif kepada komunitas setempat dan mendukung pembangunan ekonomi lokal. Oleh karena itu, Arca Nenek Moyang memiliki peran yang penting dalam menjembatani hubungan antara masa kini dan masa lalu, serta mendorong pelestarian warisan budaya yang kaya dan bernilai. Melalui promosi ekowisata, pengunjung dapat menjadi agen pelestarian budaya dengan lebih memahami dan menghargai nilai-nilai yang terkandung dalam Arca Nenek Moyang. Dalam perspektif ini, Arca Nenek Moyang bukan hanya menjadi objek peninggalan sejarah, tetapi juga menjadi landasan pembelajaran yang mendalam dan kompleks bagi generasi saat ini.

RFERENSI:

Kistanto, N. H. (2017). TENTANG KONSEP KEBUDAYAAN. Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan, 10(2). https://doi.org/10.14710/sabda.v10i2.13248

Mulyana, D. (1996). Komunikasi Antar budaya Panduan berkomunikasi dengan orang-orang berbeda budaya. Remaja Rosda. http://perpus.iainptk.ac.id/slims/index.php?p=show_detail&id=26758

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun