Hujan memiliki efek menenangkan yang mendalam baik bagi lingkungan maupun emosi manusia. Suara hujan yang turun dengan lembut di berbagai permukaan menciptakan rasa ketenangan dan kedamaian, menjadikannya pengalaman pendengaran terapeutik bagi banyak individu.Â
Menyaksikan tetesan air hujan turun ke tanah, membasahi dedaunan, atau menelusuri jalur di jendela adalah pengalaman visual yang menenangkan. Suara hujan yang berirama dan konsisten bisa diibaratkan sebagai terapi yang memberikan relaksasi pada jiwa yang gelisah. Dengan mendengarkan rintik hujan yang lembut, masyarakat dapat menemukan kenyamanan di tengah hiruk pikuk kehidupan sehari-hari.
Selain suara, aroma khas yang menyertai hujan juga berperan penting dalam menimbulkan relaksasi dan ketenangan. Aroma ini, sering disebut petrichor, menyegarkan dan menenangkan, serta mampu membangkitkan rasa damai.Â
Aroma tanah yang khas ini memicu emosi positif dan meningkatkan relaksasi, mengingatkan kita akan pentingnya peran hujan dalam menyuburkan bumi, mencegah kekeringan, dan menunjang aktivitas pertanian. Pengalaman sensori ini semakin meningkatkan efek menenangkan dari hujan, menumbuhkan rasa kesejahteraan yang mendalam.
Kehadiran hujan juga menumbuhkan hubungan yang lebih dalam dengan alam. Alam sendiri memiliki efek menenangkan yang melekat pada banyak individu, mengingatkan mereka akan tempat mereka di alam dan keterhubungan semua makhluk hidup. Suara hujan, bersama dengan suara alam lainnya seperti ombak dan nyanyian burung, dikaitkan dengan relaksasi otak, menciptakan lingkungan harmonis untuk relaksasi dan refleksi.Â
Pola tetesan air hujan yang jatuh secara konsisten menjadikan hujan sebagai alat populer untuk meditasi, yang semakin meningkatkan pengaruhnya yang menenangkan pada emosi manusia. Dengan membenamkan diri dalam pemandangan, suara, dan aroma hujan, individu dapat merasakan ketenangan, keterhubungan, dan peremajaan yang mendalam.
Efek menenangkan dari hujan ini diangkat secara mendalam dalam buku Senja, Hujan, & Cerita yang Telah Usai karya Boy Candra. Buku ini adalah catatan harian dari penulis yang dituangkan menjadi sebuah karya, menggambarkan perjalanan hidupnya yang penuh dengan berbagai emosi, mulai dari suka hingga duka. Melalui tujuh bab, pembaca diajak untuk merasakan roller coaster suasana hati penulis, dari kisah perjumpaan hingga perpisahan.
Judul buku Senja, Hujan, & Cerita yang Telah Usai menarik minat pembaca karena menggambarkan hubungan yang dalam antara senja, hujan, dan cerita yang telah berlalu. Dengan gaya penulisan seperti curhatan, Boy Candra berhasil menyampaikan pesan-pesan kehidupan dengan baik. Pembaca mudah merasa sinkron dengan nasihat yang disampaikan, membuat mereka sering kali merasa "oh iya benar juga" terhadap isi buku. Buku ini memberikan pelajaran hidup tanpa terkesan menggurui, membuat pembaca merasakan pengalaman yang relatable.
Kelebihan buku ini juga terletak pada kumpulan kutipan atau quotes yang indah dan menyentuh dari awal hingga akhir. Kutipan-kutipan seperti "Sedihlah secukupnya, patah hati pada porsinya. Agar hidupmu tidak sia-sia" (hal. 186) dan "Untuk apa membenci seseorang yang pernah begitu kita cintai? Kalau saja dengan membenci kita malah menjadi lebih tidak tenang" (hal. 58) mampu memberikan refleksi mendalam tentang kehidupan dan perasaan. Kutipan-kutipan ini sering dijadikan motivasi oleh pembaca, terutama saat mereka perlu move on dari kenangan masa lalu.
Cover buku yang sederhana namun elegan juga menarik perhatian. Dominasi warna putih dengan sentuhan coretan hitam membuat buku ini tampak monokrom, dengan tetesan air yang seolah jatuh menghujani siluet kursi dan payung yang terbengkalai. Desain ini memperkuat kesan elegan dan menarik untuk dilihat berulang kali.
Secara keseluruhan, Senja, Hujan, & Cerita yang Telah Usai sangat direkomendasikan untuk pembaca yang sedang dalam fase baper atau sulit untuk move on.Â