Mohon tunggu...
Muhammad Farras Shaka
Muhammad Farras Shaka Mohon Tunggu... Mahasiswa - Free mind, reflective, and critical.

Seorang terpelajar mesti adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dogmatisasi dan Despiritualisasi Puasa Ramadhan

19 Maret 2023   16:52 Diperbarui: 19 Maret 2023   17:01 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam puasa yang dogmatis, tentu saja ada upaya penyunatan hak sipil dalam konteks tersebut, penganut puasa jenis dogmatis ini akan terganggu dengan bukanya warung makan di siang hari dengan alasan tidak menghormati mereka yang sedang berpuasa, Tuhan yang mereka sembah rupanya Tuhan dengan kecerdasan emosional yang rendah sekali sebab Ia akan marah semata karena berjalannya ekonomi sektor kuliner di siang hari. 

Anggapan bahwa Tuhan akan atau telah marah tersebut kemudian mewujud dalam upaya sosio-politik berupa penutupan paksa warung makan atau restoran yang beroperasi di siang hari, luputkah mereka dalam memahami bahwa tidak semua orang di Indonesia ini memiliki keyakinan yang sama dengan mereka? Matikah empati mereka untuk membuka kemungkinan pandangan bahwa mungkin saja mereka yang membuka rumah makan di siang hari adalah upaya untuk mencari penghidupan mereka, agar diri mereka beserta keluarga mereka dapat bertahan hidup?

Spiritualisasi puasa ramadhan

Sungguh puasa ramadhan yang dipandang dengan sudut pandang dogmatis tidak akan membawa banyak faidah bagi kondisi spiritual serta kondisi sosial-politik kita, malah berpotensi hanya akan menimbulkan kemunduran spiritual serta mudarat sosial-politik yang tidak diperlukan. 

Puasa dogmatis dalam bentuk transaksionalisme teologis dengan Tuhan serta dalam bentuk penuhanan tekanan masyarakat membuat kita melaksanakan puasa dengan kesadaran yang tidak murni, ia ditopang dengan kesadaran yang bersifat imperatif hipotetis (lakukan A agar selamat dari B), puasa dogmatis juga akan mendorong pelakunya secara psiko-sosiologis untuk bersikap kurang memandang masyarakat pada dirinya sebagai satu struktur dengan elemen yang beragam, mereka menutup diri dari fakta bahwa tidak semua masyarakat di Indonesia ini menganut keyakinan yang sama dengan mereka serta menutup diri dari kemungkinan bahwa mungkin saja ada kehidupan yang perlu dipertahankan dalam beroperasinya rumah makan di siang hari tersebut.

Mereka yang berpuasa spiritual adalah mereka yang memanfaatkan momentum bulan ramadhan untuk berfokus bebenah hati dan bebersih perilaku, mereka berupaya untuk mengembalikan diri dan intensi mereka pada jalan yang benar, yakni jalan yang paralel dengan kebaikan universal dan cinta abadi. 

Mereka yang berpuasa spiritual adalah mereka yang berfokus pada peningkatan kualitas internal diri serta kualitas eksternal masyarakat seraya memandang bahwa di negara ini mereka bukanlah elemen pusat yang seolah mesti dihargai sedemikian rupa sehingga sektor ekonomi kuliner harus berhenti beroperasi di siang hari, sebab mereka yang berpuasa spiritual bukanlah mahluk berkulit tipis yang akan sobek kulitnya oleh bukanya rumah makan di siang hari. Mereka yang berpuasa spiritual ini menahan kebinatangan pada dirinya untuk mencapai rasa transenden dengan Tuhan sekaligus merangkul keberagaman sosial yang ada, dan merekalah orang-orang yang (semoga) beruntung, sebab mereka melakukan puasa dengan kesadaran yang murni, tidak terjebak pada transaksionalisme-subjektifikatif dengan Tuhan, apalagi menuhankan masyarakat itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun