Lewat Wayan, ia menggambarkan pedihnya penderitaan terus-terusan berada di bawah kekuasaan tanpa memiliki kebebasan, terlebih secara individu. Para orang tua kolot perlu diberikan kesadaran bahwa zaman sudah berubah. Bersama pergerakannya, lama kelamaan dengan sendirinya terungkap inilah perkembangan zaman yang sesungguhnya. Muda-mudi yang bisa bergerak lebih bebas dan dapat dipastikan punya kemampuan lebih seharusnya diberikan ruang lebih bebas ketimbang para orang tua yang cenderung berdiam di tempat. Sebuah kritik yang keras sekali bagi feodalisme.Â
Lebih jauh, konflik utama itu juga tak ada salahnya jika dikaitkan dengan kritik atas permasalahan sosial yang lain. Ekonomi misalnya. Prinsip ekonomi liberal cetusan Adam Smith boleh saja apabila kita mau menghubungkannya dengan status kebudakan Nyoman terhadap Gusti Biang. Boleh kita sedikit berandai apabila Nyoman dimasukkan ke dalam pasar bebas, dijadikan komoditas, lantas kemudian tenaga dan pengabdiannya dikuantifikasi.
Sebagaimana karya sastra yang perlu kegunaan menghibur, Putu Wijaya juga tidak lupa menyelipkan perputaran plot cerita yang mengagumkan. Cerita dibalik meninggalnya suami dari Gusti Biang yang dibongkar oleh Wayan dengan mudah membuat kita tercengang. Pada akhirnya, bila malam bertambah malam sama saja dengan bila malam tidak berganti siang. Siang yang penuh harapan dan perubahan untuk dimungkinkan.Â