Mohon tunggu...
muhammad farhan
muhammad farhan Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang Pelajar

Muhammad Farhan

Selanjutnya

Tutup

Diary

Lingkaran Setan Keluarga -Enggak-Enakan

17 Mei 2023   20:57 Diperbarui: 17 Mei 2023   21:03 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membina keluarga yang harmonis merupakan dambaan orang-orang tua. Mereka ingin anak-anaknya selalu solid dalam menghadapi keadaan krisis, baik keadaan krisis bagi pribadi maupun keadaan krisis komunal dalam keluarga. Tulisan ini membicarakan sebuah keluarga besar dan lingkaran setan yang ada di dalamnya. Tidak hanya untuk mengkritik, tulisan ini juga berusaha mengungkap beberapa solusi untuk mengatasi lingkaran setan tersebut.

Keluarga yang di maksud dalam tulisan ini adalah sebuah keluarga sederhana yang tinggal di desa. Seorang ibu beserta kesepuluh anaknya yang sudah berkeluarga semua hidup rukun dan solid berkat didikan masa kecil yang terbilang keras. Ibu tersebut merupakan seorang janda yang telah memiliki selusin cucu. Berkat kepemilikan lahan pertanian, ladang, dan perkebunan yang cukup luas, ibu mampu hidup secara mandiri, tanpa berpangku tangan sepenuhnya kepada kesepuluh anaknya. Sejumlah anaknya sudah menjadi sarjana dan memiliki kehidupan yang harmonis dengan keluarga kecilnya. Beberapa dari mereka tidak dianugerahi kehidupan rumah tangga yang mulus. Beberapa dari mereka sudah menjadi janda beranak.

            Anak tertua dan salah satu adiknya menjadi pionir dalam menengahi urusan keluarga besar ini. Karena gempuran kehidupan dan respon atasnya yang berbeda-beda, beberapa anggota keluarga menjadi lebih tidak dekat seperti pada saat masih bujang dahulu. Konflik-konflik kecil mudah diatasi. Terlebih karena keluarga besar ini memiliki tradisi temu tahunan yang selalu dirayakan secara rutin. Acara temu tahunan selalu dirayakan secara meriah oleh semua anggota keluarga. Sebagai anggota keluarga besar, masing-masing anggota keluarga, yakni ibu, kesepuluh anak, dan lusinan cucunya, memiliki kesepahaman sebagai orang-orang ang terikat oleh ikatan keluarga; Tiap anggota harus saling membantu. Akan tetapi, dalam menghadapi masalah traumatis, ikatan tersebut mengendur. Alhasil, anak tertua dan salah satu adiknya lebih banyak berkontribusi dalam mengatasi masalah traumatis itu. Masalah yang dimaksud adalah sakitnya anak ibu yang terakhir. Ia menderita gagal ginjal dan harus cuci darah secara rutin dua kali dalam sepekan.

Selain sebagai seorang pesakit, anak terakhir ibu ini merupakan janda anak satu. Untungnya, ia punya kakak-kakak dan keponakan yang rela mengurusi dan memenuhi kehidupannya. Masalah menjadi semakin rumit karena pesakit memiliki watak yang manja dan ketergantungan kepada kakaknya, bahkan sebelum sakit. Wataknya yang demikian menjadi semakin merepotkan sejak sakit. Mungkin saja hal ini adalah hal yang wajar karena seorang yang sedang berjuang melawan penyakitnya sangat rentan tertekan sehingga membutuhkan pertolongan dan dukungan orang lain, terutama keluarganya.

Si pesakit belum memiliki rumah sendiri. Sampai sekarang ia dan anaknya tinggal di rumah ibu. Setiapkali hendak pergi ke rumah sakit untuk cuci darah, pasti ada salah satu saudara atau keponakannya yang rela meluangkan waktu untuk mengantar dan menjemputnya. Hal ini terbilang wajar. Namun, watak si pesakit membuat hal ini menjadi menyebalkan bagi beberapa keponakannya. Di mata kakak-kakaknya, kepengurusan si pesakit sudah dianggap kewajiban. Mereka telah tidak memperhitungkan harta, waktu, dan tenaga yang telah dan akan dikerahkan untuk mengurusi adik bungsunya itu. di sisi lain, mereka juga telah mengetahui dengan baik watak adiknya yang kurang menyenangkan. Akan tetapi, rasa bertanggung jawab sebagai kakak menghilangkan rasa sakit hati mereka atas watak adiknya yang kurang menyenangkan tersebut.

Sikap manja si pesakit selalu muncul tiapkali hendak cuci darah. Biasanya, ia akan mengirim pesan singkat kepada kakaknya untuk meminta tolong agar meminta keponakannya mengantarkannya ke rumah sakit. Bagi kakaknya, ini sudah jadi hal biasa. Bagi keponakannya, ini adalah hal yang melelahkan dan tidak efisien. 

"Mengapa tidak langsung minta tolong kepada saya? Mengapa harus melalui bibi?" adalah pertanyaan yang selalu diajukan oleh salah satu keponakan si pesakit. Masalahnya tidak hanya di situ. Di mata keponakannya, si pesakit adalah orang yang tidak tahu terima kasih. Jarang sekali si pesakit, di mata keponakannya, menunjukkan rasa hormat kepada dua kakaknya yang telah mengorbankan harta, waktu, dan tenaga untuk mengurusnya. 

Sikap tidak tahu terima kasih itu nampak dengan adanya sikap manja ingin diantar dan dijemput ke rumah sakit dan menyalahkan kakak-kakak dan keponakannya ketika mereka semua sibuk. Ketika semua orang sibuk dan tidak sempat meladeni kemauannya, si pesakit ngambek. Dia playing victim. Sikapnya ini menjengkelkan kakak-kakak dan keponakannya.

Sikap lain yang cukup menjengkelkan adalah si pesakit selalu tidak menyampaikan keluh kesah kepada keponakannya secara langsung ketika keponakanna itu dirasa kurang sigap. Ada salah satu momen ketika keponakan yang bertugas menjemput si pesakit terlambat beberapa menit. Si keponakan sudah mengabarkan keerlambaanna itu. Dia terlambat karena hendak salat terlebih dahulu di masjid dekat rumah sakit. 

Menanggapi hal iu, si pesaki mengiyakan. Setelah solat,si pesakit mengabarkan kalau dirinya sudah kesal menunggu. Si keponakan langsung terburu-buru pergi ke rumah sakit. Dia tidak menemukan bibinya. Kemudian dia menunggu beberapa lama di depan toilet karena berpikir bahwa mungkin saja bibinya sedang buang air atau sekadar cuci wajah. Setelah beberapa lama, tidak ada orang yang keluar. Bibinya mengabarkan tiba-tiba bahwa ia sudah di rumah. Sesaat kemudian bibinya (kakak si pesakit) memarahinya melalui WhatsApp atas keerlambatan menjemput si pesakit. Si keponakan pun jengkel. Ternyata setelah si pesakit mengiyakan keterlambaan si keponakan, dia langsung mengeluh kalau si keponakan tidak segera menjemputnya, si keponakan tidak memprioritaskan dirinya, dan berbagai keluh kesah lain.

Keesokan harinya, si keponakan menceriakan kejadian semalam kepada ibunya (kakak tertua si pesakit). Ibunya langsung memahami perasaan anaknya. Sang ibu lalu menenangkan anaknya dengan kata-kata bijaksana dan menceritakan bahwa dirinya juga telah dan sedang mengalami keluh kesah yang sama dalam menghadapi adik bungsunya itu. kakak tertua, di mata anaknya, memang berkepribadian pemaaf dan bijaksana. Dalam kebijaksanaan, kakak tertua selalu menjadi idola anaknya. Namun, karena berbeda generasi dan perkembangan emosional, anaknya selalu kalah dengan ibunya dalam hal menjadi pemaaf.

Di sisi lain, di mata anaknya ini, sikap pemaaf kakak erua seperti seringkali dimanfaakan oleh beberapa anggota keluarga, termasuk si pesakit. Anaknya sudah sering membicarakan prasangka ini kepada ibuna. Dan ibunya selalu saja menjawab dengan kata-kata mutiara seorang pemaaf. Si anak sangat ingin ibuna diperlakukan adil, tetapi sikap pemaaf ibunya seolah menghalangi keinginan tersebut. Si ibu, sebagai kakak erua, selalu mengalah dan memaafkan. Namun, ada juga momen ketika kakak erua bersuara. 

Salah satu momen ersebut ialah keika sudah mendengarkan keluh kesah anakna yang terakhir kali. Belliau langsug menelefon adiknya (bibi si keponakan ang memarahina kemarin) dan mengeluh balik  bahwa anakna tidak sepenuhnya bersalah. Adikna pun idak mau mengalah bergiu saja  pada awalna karena beliau juga merupakan orang yang telah lama direpoti oleh si pesakit, apalagi oleh sikap manjanya. Si pesakit selalu bermanja kepada beliau dalam berbagai hal, terlepas dari sosoksi pesakit yang merupakan ibu anak satu. Kemudian beliau berdua selesai menelefon dan keesokan harinya terlihat tidak seakrab kemarin. Kakak tertua dan adiknya (kakak objek manja si pesakit) itu merupakan dua orang yang paling berkontribusi di keluarga besar, terutama dalam mengurus si pesakit dan anaknya.

            Watak si pesakit yang menebalkan, sikap pemaaf dan pengalah kakak tertua, dan keponakan yang sudah muak mengurusi si pesakit yang menebalkan menjadi lingkaran setan yang mengguncang keharmonisan keluarga. Dibutuhkan sikap dewasa si pesakit dan sikap berani kakak tertua untuk tidak selalu mengalah untuk memutus lingkaran setan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun