Sepuluh tahun berlalu. Tidak terasa waktu berlalu cepat. Ingatan itu menggugah rasa penasaran mengenai kebenaran ajaran Pak Ilyas. Apakah benar kita murtad karena meniru Spiderman?
Pikiran terus berkembang. Sepuluh tahun yang lalu kami hanya anak-anak yang hanya dituntut untuk mendengar. Sekarang kami adalah manusia yang merasa mempunyai kemerdekaan untuk mempertanyakan banyak hal, termasuk ajaran-ajaran yang kami terima pada saat masih anak-anak. Ajaran Pak Ilyas pun dipertanyakan. Banyak pertanyaan yang timbul sebab ajaran beliau.
Dalam Islam ada konsep tasyabbuh, yang berarti 'penyerupaan'. Menurut konsep itu, seorang muslim dilarang menyerupai orang nonmuslim. Adapun batasan larangan tersebut masih diperdebatkan. Akan tetapi, pendapat yang ekstrim menyatakan bahwa larangan penyerupaan itu meliputi segala hal, mulai dari busana, bahasa, perilaku, dan lain-lain. Jadi, segala hal yang berhubungan dengan nonmuslim diharamkan.
Jika diamati, konsep tasyabbuh sulit diterapkan. Jika konsep ini diterapkan secara ekstrim, semua muslim merupakan pelaku tasyabbuh. Contohnya adalah penggunaan bahasa Arab. Al Quran menggunakan bahasa Arab yang sudah digunakan oleh suku-suku pada zaman jahiliah. Bukankah hal ini termasuk tasyabbuh? Beranikah kita, selaku muslim, menyatakan bahwa Al Quran sesat karena terjerat undang-undang tasyabbuh? Benarkah demikian? Oleh sebab itu, konsep itu tidak dapat diterima secara mentah-mentah.
Hal yang menarik dari ajaran Pak Ilyas berikutnya adalah pernyataan bahwa Spiderman merupakan produk orang Yahudi. Mungkin Pak Ilyas menganggap bahwa Amerika merupakan markas Yahudi. Jelaslah klaim itu tidak benar. Sepuluh tahun berlalu. Pada saat inilah saya menyadari bahwa pendidikan madrasah saya dahulu sedikit banyak terkontaminasi fanatisme.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H