Mohon tunggu...
Muhammad Fajri
Muhammad Fajri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Student of Islamic Philosophy

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Relasi dengan Tuhan, Konsep Kesucian, dan Menyempurna Secara Optimal sebagai Manusia

31 Juli 2022   02:05 Diperbarui: 31 Juli 2022   04:58 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Relasi Tuhan dengan manusia adalah gradasi, yang dimaksud adalah Tuhan bagaikan cahaya utama yang murni dan selalu ada cahaya selanjutnya atau level dari cahaya yang dipancarkan kepada makhluk-makhluknya. Saya mempercayai bahwa muara dari semua eksistensi adalah Tuhan, dan segala sesuatu harus direlasikan dengan-Nya agar lebih optimal, manusia memiliki keterbatasan dalam banyak hal. Manusia juga tidak sempurna, dan hal yang paling mendasar dari manusia adalah menyempurna dengan berbagai bentuknya, contohnya banyak fenomena yang terjadi pada hari ini terutama di kalangan anak muda dalam hal eksistensinya. Mereka menggantungkan eksistensinya terhadap yang terbatas atau tidak abadi, misalnya kekerenan mereka atau eksistensi mereka berdasarkan ketampanan mereka, dan mungkin pada usia diatas 60 tahun mulai memudar dan menua wajahnya. Dengan meluntur atau menghilang ketampanannya itu maka eksistensinya akan ikut hilang dengannya, sekalipun misalnya bertahan selama berpuluh-puluh tahun pada akhirnya itu akan habis karena terbatas. Sehingga banyak yang namanya dalam ilmu filsafat merasakan krisis eksistensi, dikarenakan mereka menggantungkan eksistensinya terhadap sesuatu yang terbatas.

Bila kita menggantungkan eksistensi kita terhadap yang tidak terbatas atau abadi, maka eksistensi kita akan ikut mengabadi dengannya. Tuhan adalah yang dimana kita harus menggantungkan segala sesuatu padanya agar lebih optimal dalam menyempurna.

Dalam cinta juga, banyak yang merasa tidak sempurna dalam merasakan cinta. Mereka mencintai sesuatu yang terbatas dan tidak abadi, dan mereka tidak bisa menemukan cinta yang hakiki. Pada akhirnya banyak yang berputus asa dalam cinta, dan menganggap bahwa cinta itu ilusi bahkan tidak ada, lagi-lagi dalam mencintai mereka mencintai sesuatu yang tidak sempurna, tidak abadi, tidak hakiki. Contohnya banyak orang yang mengidolakan idolanya seperti misalnya, Cristiano Ronaldo. Mereka menganggap bahwa idolanya yang mereka cintai sempurna, dan baik sepenuhnya. Maka parameter atau role mereka adalah idolanya otomatis, mereka menggantungkan definisi cinta itu terhadap Cristiano Ronaldo yang tidak sempurna, dan tentu mereka akan memahami cinta yang hakiki itu seperti apa karena parameter mereka adalah sesuatu yang tidak abadi, tidak hakiki. Banyak orang gagal dalam memahami sebenarnya hal yang fundamental.

Pentingnya merelasikan segala sesuatu dengan Tuhan atau memiliki relasi dengan Tuhan bukan lain untung kita sendiri, agar kita mengerti menemui tujuan penciptaan kita agar lebih mengoptimal dalam menyempurna. Seringkali kita menemui masalah yang tidak bisa temukan dimanapun dan terhadap siapapun. Disinilah pentingnya memiliki relasi dengan Tuhan, dan dibutuhkannya perantara karena dalam gradasi tersebut cahaya kita terlalu jauh. Pancaran cahaya yang kita miliki terlalu jauh dengan cahaya murni yaitu Tuhan. Dibutuhkannya perantara untuk kita memahami Tuhan secara optimal.

Bila kita ingin memiliki relasi dengan Tuhan namun tidak memiliki perantara atau role model kita dalam perjalanan untuk memiliki relasi dengan Tuhan tersebut kita sepenuhnya akan gagal. Hanya orang terpilih yang bisa menghubungkan kita dengan Tuhan, atau menyampaikan pesan-pesan Tuhan terhadap kita manusia biasa yang notabenenya terlalu jauh dalam gradasi cahaya.

Di sinilah konsep kesucian kita harus pahami secara holistic, agar tidak salah dalam berproses untuk memilih panutan untuk mengoptimalkan relasi kita dengan Tuhan. Karena Tuhan adalah Maha Suci dan yang tidak suci tidak bisa menerima atau berkomunikasi dengan Yang Maha Suci maka urgensi konsep kesucian sangat amatlah besar.

Contohnya orang bodoh berbicara dengan orang yang terlalu pintar, maka orang bodoh tidak akan bisa mengerti dan memproses apalagi mengimplementasi ajaran-ajaran yang diajarkan oleh orang pintar tersebut. Sama halnya seperti konsep kesucian yang ada pada manusia terpilih dan dengan mempunyai relasi dengan Tuhan.

Dalam konsep kesucian ini akan timbul kualifikasi atau kompetensi juga otoritas, kita harus mempercayai bahwa Yang Maha Suci hanya akan bisa berkomunikasi dengan yang suci juga. Gradasi cahaya yang dimiliki oleh para manusia suci ini lebih dekat dengan Tuhan sehingga memiliki kualitas relasi yang jauh lebih baik ketimbang manusia biasa.

Dengan hadirnya mereka kita bisa mengoptimal dalam memiliki relasi dengan Tuhan, mereka lah yang menjadi perantara antara kita yang terlalu memiliki gradasi cahaya yang jauh dengan Tuhan. Mereka hadir sebagai membawa pesan-pesan Tuhan, kasih-Nya, rahasia-Nya, dll. Maka tidak akan ada kekeliruan dalam berproses menuju memiliki relasi dengan Tuhan karena adanya konsep kesucian ini untuk menentukan siapa yang kompeten dan tepat dalam mentransformasi ajaran Tuhan terhadap manusia.

Karena mereka memiliki atau menganut konsep kesucian ini maka mereka adalah manifestasi Tuhan dalam bentuk wujud manusia, seperti Rasulullah s.a.w dia menjadi contoh dari manifestasi Tuhan dan memiliki relasi paling dekat dengan Tuhan. Alasan dia menjadi manusia agar kita bisa memiliki relasi itu sebagai manusia dengan Tuhan, agar kita bisa istilahnya relate dengan Rasulullah sebagai manusia. Banyak orang yang mencabut sisi kemanusiaan dari Rasulullah dan akhirnya mereka tidak bisa relate dengan Rasulullah.

Juga ada yang mencabut sisi kenabian atau kesucian dari Rasulullah, sehingga banyak yang tidak bisa menyempurna dalam proses untuk memiliki relasi dengan Tuhan. Seharusnya adalah kedua aspek ini kita percayai konsep kesucian dari Rasulullah dan juga percaya bahwa dia adalah manusia. Maka kita akan sempurna dan optimal untuk memiliki relasi dengan Tuhan karena kita percaya bahwa dia adalah wakil dari Yang Maha Suci dan dia juga manusia yang memiliki aspek kesucian atau konsep kesucian tertanam pada dirinya.

Pada hari ini seperti contoh tadi, kita tidak memiliki atau salah dalam memahami konsep kesucian itu, sehingga kita gagal dalam memiliki relasi dengan Tuhan. Karena urgensi konsep kesuciaan sangat amat besar di era sekarang, yang dimana banyaknya informasi terlalu cepat kemana-mana. Jadi gagalnya memahami konsep kesuciaan itu sendiri akan mengakibatkan kehancuran yang besar bagi diri sendiri dan yang lain.

Dalam proses memiliki relasi ada yang namanya kontinuitas dalam melanjutkan ajaran Yang Maha Suci terhadap orang-orang yang suci juga. Kontinuitas terdapat transformasi dan gradasi, transformasi adalah proses pemindahan ajaran atau potensi yang akan teraktualkan kepada orang-orang selanjutnya yang tentu menganut konsep kesucian itu sendiri. 

Gradasi yang dimaksud adalah tingkat kualitas penerima ajaran yang tadi, seperti Rasulullah melanjutkan estafet ajaran ini dalam mengaktualkan relasi manusia dengan Tuhan kepada Imam Ali. Imam Ali memiliki gradasi cahaya yang mirip dengan Rasulullah, sehingga dia yang dipercayai atau pantas untuk melanjutkan transformasi tersebut.

Dengan kita memahami konsep kesucian itu secara benar dan holistic kita akan memiliki relasi Tuhan, dan akan menyempurna secara optimal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun