Mohon tunggu...
Muhammad Fajariansyah
Muhammad Fajariansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN RADEN FATAH PALEMBANG

saya adalah seorang mahasiswa ilmu politik “Dalam demokrasi, politik adalah seni membuat orang percaya bahwa ia memerintah.” - Louis Latzarus

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apatis Politik atau Realitas Pahit? Menakar Faktor-Faktor yang Mendorong Rendahnya Minat Berpolitik pada Generasi Muda Indonesia.

30 Mei 2024   23:00 Diperbarui: 8 Juni 2024   17:41 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : Microsoft Bing


Generasi muda Indonesia seringkali dianggap kurang tertarik dalam urusan politik. Hal ini menjadi perhatian serius mengingat generasi muda memiliki peran penting dalam menentukan arah masa depan bangsa. Namun, sebelum menyalahkan apati politik, perlu bagi kita untuk memahami faktor-faktor yang mendorong rendahnya minat berpolitik pada generasi muda Indonesia.

Salah satu faktor utama yang mendorong rendahnya minat berpolitik pada generasi muda adalah kurangnya pendidikan politik yang memadai. Pendidikan formal di sekolah-sekolah seringkali tidak memberikan pemahaman yang cukup tentang sistem politik, demokrasi, dan peran serta hak-hak warga negara. Hal ini membuat generasi muda kurang mampu untuk memahami pentingnya keterlibatan dalam politik dan bagaimana cara berpartisipasi secara efektif.

Selain itu, media sosial juga memainkan peran dalam menurunkan minat berpolitik pada generasi muda. Meskipun media sosial dapat menjadi alat yang efektif untuk menyebarkan informasi politik, namun seringkali informasi yang disajikan cenderung tidak terverifikasi dan penuh dengan konten negatif yang dapat menimbulkan rasa pesimisme terhadap dunia politik.

Tak hanya itu, rendahnya kepercayaan terhadap para pemimpin politik juga menjadi faktor yang mendorong apati politik pada generasi muda. Skandal korupsi, elitisme, dan ketidak mampu para pemimpin untuk memberikan solusi konkret atas permasalahan yang dihadapi masyarakat membuat generasi muda kehilangan kepercayaan terhadap institusi politik.

Selain faktor internal, faktor eksternal juga turut berperan dalam rendahnya minat berpolitik pada generasi muda. Dalam kondisi ekonomi yang sulit, banyak generasi muda lebih fokus pada mencari pekerjaan dan mencari nafkah dari pada terlibat dalam urusan politik yang dianggap jauh dari kepentingan sehari-hari.

Menurut penelitian dan survei, ada sejumlah faktor yang menyebabkan Generasi Muda Indonesia tidak terlalu tertarik pada politik.

 

  • Ketidakminatan terhadap Pencalonan Politik: Survei dari "Centre for Strategic and International Studies (CSIS)" menunjukkan bahwa mayoritas kaum muda tidak memiliki keinginan untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif atau kepala daerah. Hanya 14,6% responden yang memiliki keinginan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dan 14,1% yang ingin menjadi kepala daerah. Mayoritas, yaitu 84,7%, tidak memiliki keinginan mencalonkan diri sebagai anggota DPR/DPRD dan 85,2% tidak ingin menjadi kepala daerah. 

Faktor ini bisa disebabkan oleh berbagai hal, seperti kurangnya minat terhadap politik, persepsi negatif terhadap dunia politik, atau ketidak percayaan pada sistem politik. 

  • Keterbatasan Dana: Riset menunjukkan bahwa minimnya dana merupakan salah satu alasan anak muda enggan berpolitik. Terutama bagi mereka yang ingin mencalonkan diri, biaya kampanye dan logistik politik bisa menjadi hambatan signifikan. Keterbatasan dana juga mempengaruhi partisipasi dalam organisasi politik. 

Hanya 21,6% responden yang mengikuti organisasi kepemudaan, dan hanya 1,1% yang mengikuti partai politik.

  • Kurangnya Kesadaran Politik: Survei nasional Kompas menangkap rendahnya minat dan kepedulian generasi muda pada politik. Beberapa faktor yang memengaruhi termasuk akses pada kalangan elite politik dan kurangnya kesadaran politik.

Anak muda perlu memiliki pemahaman lebih mendalam tentang politik dan peran mereka dalam proses demokrasi.

  • Faktor Ekonomi dan Sosial: Kondisi ekonomi yang sulit, tingginya tingkat pengangguran, ketidakadilan dalam distribusi pendapatan, dan kesulitan memperoleh perumahan yang terjangkau dapat mempengaruhi pandangan politik generasi milenial.

Ketidakstabilan ekonomi dan ketidaksetaraan sosial dapat mengurangi minat berpartisipasi dalam politik.

  • Persepsi terhadap Politik: Beberapa anak muda menganggap politik hanya untuk orang "kuno" atau generasi tua. Persepsi ini dapat menghambat minat mereka untuk terlibat aktif dalam politik. 

Pendidikan politik dan pemahaman lebih lanjut tentang pentingnya partisipasi politik dapat membantu mengatasi persepsi negatif ini.

Meskipun demikian, penting bagi kita untuk tidak hanya menyalahkan generasi muda atas apati politik ini. Sebaliknya, kita perlu mencari solusi untuk meningkatkan minat berpolitik pada generasi muda. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah dengan meningkatkan pendidikan politik di sekolah-sekolah serta melibatkan generasi muda dalam diskusi dan kegiatan politik yang bersifat membangun, Selain itu, para pemimpin politik juga perlu berperan aktif dalam membangun kepercayaan generasi muda dengan memberikan teladan yang baik, mendengarkan aspirasi mereka. 

Generasi muda Indonesia menghadapi dilema antara keinginan untuk berkontribusi dalam proses demokrasi dan rasa frustrasi terhadap sistem politik yang ada. Faktor-faktor seperti kurangnya representasi dalam lembaga politik, sistem pendidikan politik yang belum memadai, dan kurangnya transparansi dalam pemerintahan berkontribusi pada persepsi apati politik di kalangan pemuda. Namun, kenyataannya lebih kompleks. Pemuda Indonesia tidak sepenuhnya apatis; mereka hanya mencari cara baru dan lebih efektif untuk berpartisipasi dalam politik, seringkali melalui kanal digital dan aktivisme sosial.

Dengan demikian, untuk meningkatkan minat berpolitik pada generasi muda, diperlukan pendekatan yang lebih inklusif dan adaptif yang memperhitungkan aspirasi serta cara berpikir generasi muda. Peningkatan pendidikan politik, pemberian ruang yang lebih besar untuk suara pemuda dalam pengambilan keputusan, dan pemanfaatan teknologi informasi dapat menjadi langkah-langkah strategis untuk mengatasi tantangan ini. Dengan begitu, generasi muda dapat bertransformasi dari sekadar menjadi objek politik menjadi subjek yang aktif dan berpengaruh dalam menentukan arah masa depan demokrasi Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun