"Bersyukurnya Umat Baginda Nabi Muhammad SAW karena beliau yang masih bersedia turun melakukan transformasi pasca bertemu Tuhan"
Satu hal yang masih menjadi pertanyaan bagiku. Apakah Nabi SAW ketika bertemu dengan Allah SWT memiliki keinginan untuk tetap bersamaNya, setelah melihat peliknya kehidupan manusia kala itu? Siapapun yang dapat menjawabnya ku utarakan banyak terima kasih karena aku berfikir jawaban dari pertanyaan itu adalah apa yang kita cari selama ini bagi kita yang berkeinginan melakukan transformasi sosial.
Pertanyaan itu muncul ketika aku pertama kali membaca buku Muslim Tanpa Masjid Karya Kuntowijoyo. Beliau mengutarakan soal Ilmu Sosial Profetik yang beliau gagas ketika melandasi gagasannya tersebut pada buku Muhammad Iqbal yaitu Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam pada pembahasan tentang "Jiwa dan Kebudayaan Islam". Beliau mengutip kata seorang sufi yang bernama Abdul Quddus:
"Muhammad telah naik ke langit tertinggi lalu kembali lagi. Demi Allah aku bersumpah, bahwa kalau aku jang telah mentjapai tempat itu, aku tidak akan kembali lagi."
Terenyuh dan terpana ketika aku pertama kali membaca hasil pentadabburan beliau. Tak bermaksud menyamakan baginda Nabi  SAW sederajat dengan manusia biasa - karena kita sepakat bahwa Beliau SAW berada pada tingkatan yang lebih tinggi - jujur saja aku pernah berpikir pasca membaca perkataan Abdul Quddus muncul sebuah pertanyaan sebagaimana yang sudah ku tulis diatas. Dan tentu saja, resah dan penasaran menghantui ku pasca membaca refleksi beliau.
Manusia biasa mungkin akan merasa nyaman dan tidak lagi berkeinginan untuk pergi setelah mencapai tempat terindah dan ternyaman apalagi pasca bertemu dengan Tuhannya. Kasarnya seperti ini, coklat yang selama ini kita rasakan sebenarnya bukanlah coklat yang sejati. Ketika manusia dihadapkan pada biji kokoa yang merupakan nenek moyang dari semua coklat manis ternyata rasanya pahit aku sendiri pasti akan membuangnya dan seakan tidak percaya bahwa ini adalah coklat yang sebenarnya. Adalah sifat dasar manusia untuk memilih yang terbaik baginya dan menghindari sedini mungkin tiap kemungkinan terburuk yang akan menimpanya. Namun pernah terfikirkan siapa orang yang rajin banget sampai-sampai berhasil membuat biji kokoa itu menjadi sangat manis and very pleasant to eat sampai sekarang?
Baik kembali lagi soal penuturan Abdul Quddus dan Isra' Mi'raj. Apa korelasi keduanya hingga membuat keduanya menjadi sebuah alasan manusia harus bersyukur menjadi umat Muhammad SAW? Bagiku jawabannya ada di perintah sholat :).
Sholat dan Transformasi Sosial
Syekh Abdul Quddus merupakan ulama sufi terkemuka dari India. Melalui penuturannya tersebut sebuah pesan tersirat kepada seluruh kaum intelektual (guru, dosen, cendekiawan, akademisi, dsb) untuk melakukan sesuatu pasca mendapatkan keistimewaan.
"Intelektual muslim adalah pewaris Nabi. Seorang intelektual tidak boleh berpangku tangan sementara dunia akan tenggelam (Kuntowijoyo, 2018:108)."