Mohon tunggu...
Muhammad Faizal
Muhammad Faizal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Orang Nomaden

Cuma orang yang doyan ngopi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Kebanggaan adalah Sebuah Penjara

6 Februari 2022   10:47 Diperbarui: 6 Februari 2022   10:57 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Tempo hari gelombang pendaftaran menjadi calon ASN menggelora di seluruh pelosok negeri. Menjadi ASN seolah-olah merupakan parameter seseorang mempunyai masa depan yang sangat cerah. Meskipun hal tersebut tidak salah. Namun bukan berarti bukan merupakan satu-satunya.

Orang-orang yang kemudian menargetkan dan mendedikasikan hidupnya untuk menjadi aparatur negara merupakan salah satu dari sekian banyak orang yang patut dicontoh. Big Respect untuk bapak/ibu yang saat ini masih mengabdi ataupun yang saat ini berjuang untuk mengabdi. Namun perjuangan untuk menggunakan seragam yang membanggakan bukan hanya menggunakan seragam ASN. Paradigma kita harus berubah dan bertambah -- Menggunakan seragam ketika bekerja di sebuah perusahaan besar pun sebuah kebanggaan ataupun seragam dari lembaga lain yang bersifat community service tanpa imbalan gaji jika memang sejalan dengan keinginan dan tujuan.

Namun bagaimana jika kemudian seragam ini merupakan label bahwa seseorang sudah berada dalam kendali orang lain? Apakah seorang manusia bangga jika berada dalam kendali orang lain? Lalu sebenarnya kamu bangga bahwa kamu mengenakan seragam tersebut atau kamu bangga jika kebebasanmu direnggut?

Berparadigma

Seragam adalah simbol identitas suatu kelompok komunitas yang mendedikasikan dirinya untuk membantu menggapai tujuan sebuah birokrasi ataupun seorang individu. Seragam menjadi ciri yang tidak boleh dibantah bagi mereka yang mengenakannya. Itu sebabnya mereka yang menggunakan seragam pada hakikatnya memiliki pantangan tentang apa yang boleh dan tidak boleh mereka lakukan selama menggunakan seragam tersebut. Namun pada kenyataannya, meskipun tidak pakai seragam pantangan tersebut akan selalu melekat di mata seseorang yang pernah melihat suatu individu menggunakan identitas tersebut.

Simpelnya adalah ketika kita mengenakan seragam ASN maka salah satu pantangan yang tidak boleh dilanggar adalah membolos di jam kerja. Bayangkan apa yang terjadi jika seseorang melihat kita berada di warung kopi dan mengenakan batik biru ASN. Cuitan apa yang akan terdengar ketika ada seseorang dalam lingkaran kita yang melihat kejadian tersebut. Tercorengnya nama kita dan status ASN menjadi sebuah ancaman yang tidak dapat dihindarkan. 

Namun seharusnya berbeda cerita jika kita membolos ke warung kopi tapi tidak mengenakan seragam ASN. Well maybe it's fine bagi mereka yang tidak tau kita ASN. Namun beda certia bagi mereka yang mengetahui kita ASN. Layangan surat peringatan pasti akan kita dapatkan jika seseorang tersebut melaporkan. Kecuali jika kita bernego dengannya agar mengamankan data A1 tersebut agar tidak sampai ke atasan. Itulah mengapaa seragam adalah bukti bahwa seseorang terpenjara dalam kebanggaannya.

No offense bagi teman-teman yang mungkin menargetkan hidupnya untuk mengenakan suatu seragam yang selama ini diimpikan. Apapun seragamnya kalian yang terbaik. Saya pun saat ini berseragam. Namun menyadari bahwa sebenarnya kita berada dalam sebuah penjara bagi saya adalah sebuah keharusan. Agar kemudian kita tahu kapan waktunya harus membebaskan diri untuk rehat dari cengkraman aturan dengan menikmati hidup sebagaimana antroposentris kita berkehendak.

Kebahagiaan: Kolaborasi Keinginan dan Kebutuhan

Tentu menyenangkan jika suatu hari nanti keinginan terbesar dalam hidup tercapai atas segala jerih payah yang telah dilakukan. Meskipun harus terpenjara dalam aturan birokrasi atau individu terlebih dahulu. Namun pada akhirnya terpenjaranya seseorang adalah bagaimana kemudian mereka memaknai hubungan terpenjaranya mereka dengan kebanggaan mereka karena terpenjara.

Pada titik tertentu seseorang akan membiarkan dirinya terpenjara dalam aturan orang lain karena kebutuhan hidup mereka menuntut untuk segera dipenuhi. Membiarkan dirinya tersiksa, tersakiti, dan terpenjara karena kebutuhan yang selalu bersuara. Ada kalanya seseorang merasakan lelah dan depresi karena terlelap di dalam penjara.

Menyadari kapan waktunya untuk keluar dari penjara adalah sebuah pilihan yang  opsional. Barangkali untuk rehat sejenak atau mengganti ke penjara lain. Atau memilih merdeka tanpa seragam dan kebanggaan. Mengertilah bahwa keinginan juga memiliki hak untuk dituruti.

Ingatlah bagaimana John Stuart Mill bercerita soal kebahagiaan. Kita yang terpenjara karena kebutuhan. Merasa senang karena individu atau birokrasi mencapai tujuannnya karena jerih payah yang kita lakukan untuk mereka selama ini bukanlah kebahagiaan sejati. Tidak ada yang dinamakan kebahagiaan di dalam statement "Aku bahagia melihatmu bahagia." Tidak ada lapar yang hilang di dalam statement "Aku kenyang ngeliatin kamu makan." Tidak ada kebahagiaan yang berkaitan dengan kebahagiaan orang lain. Berbeda konteks ketika sedang menolong orang yang sedang berada dalam kesusahan atau bencana alam. Memahami bagaimana diri mulai lelah dan depresi adalah suatu kebutuhan. Pemenuhan terhadapnya adalah dengan memenuhi hak keinginan yang selalu ditikung kebutuhan. Kamu hebat karena terpenjara selama ini. Mengetahui alasan mengapa kita terpenjara adalah kebanggaan agar kita rela meskipun di dalam penjara.

Selamat Pagi :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun