Vaksinasi menyebar dan masyarakat tidak sabar untuk berkehidupan seperti biasa lagi. Vaksin tampaknya menjadi satu-satunya solusi agar kemudian kegiatan masyarakat dapat berjalan seperti biasa kembali. Terlepas dari banyaknya isu dan kabar tentang hal-hal negatif tentang vaksin tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa vaksin menjadi suatu kebutuhan pada keadaan seperti sekarang. Baik vaksin yang didapatkan karena paksaan atau keadaan maupun karena solidaritas sosial atau gengsi.
Virus corona yang hadir di tengah-tengah kehidupan memang mampu untuk membuat masyarakat melakukan digitalisasi kegiatan. Berbagai macam kegiatan yang bersifat fiskal mampu didisrupsi secara paksa karena pertimbangan kesehatan dan pertimbangan lain yang terkait. Sehingga berbagai aplikasi komunikasi digital dipandang sebagai platform yang mampu mengakomodasi kegiatan masyarakat sementara secara digital. Namun tetap saja entah karena faktor pengalaman atau kurangnya informasi tentang aplikasi-aplikasi tersebut proses digitalisasi terkesan tidak berjalan sesuai semestinya. Sehingga banyak ditemukan kekurangan pada beberapa kegiatan yang dilaksanakan secara distancing. Oleh karenanya vaksinasi menjadi sebuah solusi agar kemudian kegiatan masyarakat berjalan seperti semula.
Bukan hanya itu, faktor lain yang menjadikan vaksinasi sebagai titik terang adalah masyarakat Indonesia yang masih terhambat pada proses digitalisasi tersebut terutama bagi teman-teman yang berekonomi menengah-kebawah. Tuntutan digitalisasi yang mengharuskan masyarakat memiliki sumber daya yang memadai menjadi penghambat karena tidak semua masyarakat mampu untuk menyediakan berbagai macam sumber daya tersebut. Hal tersebut terjadi karena masyarakat pun pada masa lockdown mengalami krisis kebutuhan primer. Sehingga benefit digitalisasi yang diberikan tidak maksimal meskipun masyarakat mampu untuk memenuhi persyaratan minimal digitalisasi.Â
Berdasarkan hal tersebut pembacaan saya tentang program vaksinasi yang digalakan oleh pemerintah Indonesia disambut baik oleh sebagian masyarakat. Sedangkan sebagian lain masih memandang vaksinasi dengan perspektif lain. meskipun demikian menurut saya kita tetap harus memberikan apresiasi kepada pemerintah untuk mengusahakan kesehatan untuk seluruh rakyat Indonesia. Sebenarnya masih banyak yang menjadi faktor lain mengapa vaksinasi menjadi euforia bagi masyarakat Indonesia, namun disini saya hanya menggambarkan beberapa hal yang dapat menjadi dasar mengapa vaksinasi diperlukan melalui fakta sosial yang terjadi di lapangan sehingga jika terdapat hal lain semoga dapat menjadi alasan utama mengapa kita perlu vaksinasi dan pentingnya menjaga kesehatan.
Euforia Vaksinasi dan Fluktuasi Modal Sosial
Vaksinasi yang mulai digalakan di berbagai daerah merupakan pertanda bahwa vaksinasi dapat menjadi harapan berjalan nya kehidupan masyarakat secara normal kembali. Seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya bahwa berbagai lini kehidupan sudah terpengaruh akibat keberadaan virus corona yang sudah membumi. Berbagai ilmuan kesehatan pun mengatakan bahwa virus tersebut tidak akan bisa hilang meskipun kita sudah dikatakan sembuh dari gejala yang ditimbulkan. Namun kenyataan bahwa kita sudah ditakdirkan untuk hidup bersamanya tidak dapat terelakan.
Sadar atau tidak sadar upaya vaksinasi ternyata mempunyai pengaruh dalam fluktuasi modal sosial masyarakat. Jika kita coba mengelaborasi definisi modal sosial - Ritzer (dalam Fathy, 2019) mengartikan modal sosial merupakan kapasitas daripada pluralitas seseorang untuk mendapatkan sesuatu atau barang melalui tindakan kolektif berdasarkan kebajikan dari hasil partisipasi sosial, kepercayaan terhadap suatu birokrasi atau komitmen dalam melakukan sesuatu. Kemudian Portes (dalam Fathy, 2019) mengemukakan bahwa modal sosial merupakan kemampuan daripada pemangku kekuasaan untuk kemudian menjamin benefit dengan cara bertumpu pada keanggotaan pada suatu struktur sosial. Kemudian yang terakhir Woolock (dalam Fathy, 2019) mengartikan modal sosial sebagai sebuah kohesi yang mengacu pada proses setiap orang dalam suatu kelompok membangun komunikasi baik dalam rangka mengkonstruksi jaringan sosial, kepercayaan sosial, serta memperlancar koordinasi dan kerjasama saling menguntungkan.Â
Dari beberapa pakar tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa modal sosial merupakan rangka sistematis yang disusun atas intensifitas komunikasi, tingkat kepercayaan sosial, dan kekuatan jaringan sosial yang menentukan kelancaran koordinasi dan kerjasama, hasil daripada partisipasi, dan tingkatan sesuatu yang diharapkan atau dicapai. Secara singkat modal sosial dapat dikatakan gambaran kondisi sosial hubungan setiap individu masyarakat dalam suatu kelompok yang dapat dikonotasikan kuat ataupun lemah. Sehingga berdasarkan elaborasi yang telah kita lakukan maka muncul sebuah pertanyaan apakah program vaksinasi yang dicanangkan oleh pemerintah di setiap negara dapat menguatkan kondisi modal sosial di suatu lingkungan masyarakat?
Penguatan modal sosial tentu dapat dilakukan melalui beberapa cara. Bisa dilakukan dengan penyusunan kegiatan rutinitas atau program pengakraban. Namun masyarakat adalah kelompok dengan kondisi yang homogen. Kita tidak bisa mengatakan bahwa mereka yang masuk dalam suatu komunitas dikatakan sama secara karakteristik ataupun sifat. Dalam pandangan filsafat pendidikan manusia adalah makhluk monopluarlis (satu namun berdimensi banyak). Sehingga persentase satu manusia sama dengan yang lain sangatlah relatif.Â
Euforia vaksinasi di setiap daerah selalu terjadi gelombang yang besar pada posko-posko vaksinasi. Hal tersebut bisa saja kita simpulkan bahwa vaksinasi dapat menguatkan modal sosial karena keuntungan dan manfaat yang didapat dan kemudian didukung secara penuh oleh beberapa kelompok masyarakat di suatu daerah. Namun terdapat isu yang berkembang di masyarakat jika seorang individu belum disuntikan vaksin maka tidak akan memperoleh sertifikat vaksin dan akan menghadapi beberapa kendala ketika mengurus beberapa berkas seperti SIM, STNK, SKCK dan berkas-berkas lain nya. Sehingga yang terjadi adalah masyarakat yang turut serta vaksinasi adalah mereka yang ikut karena dorongan pribadi bukan karena dorongan solidaritas sosial atas modal sosial.Â