Globalisasi telah menjadi suatu definisi atau term penting dalam abad ke 21 ini. Globalisasi membuat begitu banyak perubahan dalam berbagai variabel dan bidang di dunia saat ini. Namun dampak perubahan di dunia berkenaan perempuan masih perlu dipersoalkan dengan basis argumentasi keadaan ketidaksamarataan yang masih terus hadir. Pearson mendefinisikan globalisasi sebagai sebuah "proses di mana transaksi ekonomi, keuangan, teknologi, dan budaya antara berbagai negara dan masyarakat di seluruh dunia semakin saling berhubungan dan mewujudkan elemen-elemen pengalaman, praktik, dan pemahaman yang sama. Globalisasi harus dianalisis dari perspektif multidimensi dan hanya melalui proses ini dan dengan menganalisis pengalaman nyata para pelaku dalam beradaptasi dengan globalisasi, kita dapat memahami jangakauan globalisasi yang sebenarnya. Semua jenis globalisasi yang dikaji di sini harus diakui sebagai bias gender. Globalisasi ekonomi dapat menciptakan kesenjangan upah berdasarkan gender, globalisasi sosial budaya dapat menciptakan "kode-kode sosial" dan globalisasi politik mungkin memiliki pengaruh yang kecil terhadap pemberdayaan perempuan jika penugasan internasional (misalnya, melawan kekerasan) cenderung tidak dibatasi pada tingkat nasional.Â
Perempuan kerap menjadi pihak paling rentan dalam diskriminasi dan kekerasan gender akibat adanya disparitas antara laki-laki dengan perempuan di kehidupan sehari-hari. Disparitas yang hadir di era globalisasi karena pandangan patriarki yang masih menyelimuti, imbasnya ketidakadilan pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan globalisasi, yakni ekonomi, sosial-budaya, dan politik. Berkaitan dengan globalisasi politik, secara global atau internasional, Perserikatan Bangsa-Bangsa di ranah perempuan diciptakan demi menjamin pembelaan terhadap ekualitas jenis kelamin pada aspek pemerintahan, institusi, lembaga, konfigurasi atau wadah komunitas hingga kehidupan masyarakat dalam mewujudkan interpretasi regulasi ataupun peraturan pada hukum regional supaya menjadi senada terhadap CEDAW serta mampu mengoptimalkan pembaruan regulasi hukum yang dapat menegakkan ekualitas perbedaan jenis kelamin. Misalnya di kawasan Asia Tenggara yakni, Kamboja, Indonesia, Filipina, Myanmar dan Vietnam. Ditinjau dari konvensi HAM, keberadaan CEDAW bisa memfasilitasi penanganan yang berlandaskan hak, guna menuntut kedaulatan yang dimiliki, baik itu hak publik atau sipil, ketatanegaraan atau politik, perniagaan atau ekonomi, serta kultur atau sosial budaya, sebagaimana yang dijamin oleh Hak Asasi Manusia (HAM). Di tengah derasnya globalisasi yang kian dinamis menimbulkan hubungan terhadap kekerasan seksual yakni dampak yang luar biasa khususnya dampak negatif bagi perempuan dan anak. Dengan adanya globalisasi yang dinamis menimbulkan peluang terjadinya kekerasan dan diskriminasi semakin leluasa dan lenggang.
Etnis rohingnya merupakan salah satu etnis yang memprihatinkan, kewarganegaraan mereka tidak diakui oleh pemerintahan Myanmar, bahkan mereka dianggap sebagai imigran. Tindakan diskriminasi yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar seperti pembunuhan, pemerkosaan, pembakaran tempat tinggal, penganiayaan, dan penindasan sering kali hadir. Bahkan jelas terjadi kejahatan genosida yang termasuk dalam pelanggaran HAM berat. Akibat perlakuan diskriminatif tersebut, Muslim Rohingya terpaksa memilih untuk menjadi manusia perahu dan meninggalkan Myanmar untuk mencari keamanan di negara lain. Namun justru yang hadir dalam pengungsian mereka di negara transit ataupun negara tujuan adalah ketidakpastian regulasi dalam memberikan harapan kehidupan bagi mereka. Perdagangan manusia, diskriminasi, menjadi pekerja paksa, dan sebagainya menjadi momok bagi mereka, khususnya perempuan etnis Rohingnya. Inilah panggung yang nyata untuk globalisasi politik melalui instrument HAM yang menjadi agenda utama global dan mengekspor semangat egalitarianisme yang dapat menembus batas-batas imajiner sehingga bisa memberikan dampak yang konkret dalam masalah tersebut.
Terkait dengan kasus pemerkosaan yang banyak dialami oleh perempuan etnis Rohingya di Myanmar, Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan harus menjadi orientasi utama. Sejak dimulai pada bulan September 1981, konvensi tersebut telah menjadi instrumen internasional yang mewajibkan pihak-pihak untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan, baik secara politik, ekonomi, sosial dan sipil. Konvensi mengharuskan negara untuk mengambil semua tindakan yang tepat untuk mencegah dan tanpa menunda semua diskriminasi terhadap perempuan. Kekerasan seksual yang masih kerap terjadi adalah bentuk ketidaktaatan pemerintah Myanmar terhadap CEDAW. Berdasarkan asas pacta sunt servanda, negara berkewajiban untuk mematuhi dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah diratifikasi dalam perjanjian tersebut. Ratifikasi adalah tindakan di mana suatu negara setuju secara tertulis untuk terikat oleh perjanjian internasional.Â
Selain itu, pada doktrin inkorporasi, hukum internasional menjadi bagian dari hukum nasional. Dalam hal suatu negara menandatangani dan meratifikasi suatu perjanjian, ia dapat secara langsung mengikat warga negara tanpa undang-undang sebelumnya. Doktrin inkorporasi mengasumsikan bahwa hukum internasional merupakan bagian keseluruhan dari hukum nasional. Dengan kata lain, Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan telah menjadi bagian dari hukum nasional Myanmar.
Globalisasi yang membuat menghilangnya garis-garis demarkasi antar-negara membuat manusia mudah untuk melewati batas-batas antar-negara. Teknologi yang pesat juga membuat mobilisasi dalam menembus batas-batas antar-negara semakin mudah. Diskriminasi yang dialami oleh etnis Rohingya di negara sendiri, membuat mereka harus mencari tempat suaka yang aman dan nyaman bagi mereka. Namun lagi-lagi diskriminasi dan marginalisasi menjadi momok bagi pengungsi-pengungsi Rohingya. Belum saja mencapai tempat pengungsian mereka harus terombang-ambing selama berminggu-minggu di lautan luas, bahkan sebelum bersandar di daratan, mereka sudah mengalami penolakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H