Mohon tunggu...
Muhammad Fadhil Hafizh
Muhammad Fadhil Hafizh Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar SMA

Suka membaca dan berteman dengan banyak orang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ayah, Maafkan Aku

19 November 2024   10:58 Diperbarui: 19 November 2024   11:44 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

   Bel pulang sekolah pada sore hari telah berbunyi, para siswa dan siswi SMP pun berlarian menuju gerbang, begitu juga dengan Adinda, ia berjalan menuju gerbang sekolah untuk menunggu jemputan dari sang ayah. Adinda menoleh kanan dan ke kiri untuk melihat apa ayahnya sudah sampai disekolah apa belum, beberapa menit kemudian, ayah datang menjemput Adinda dengan senyuman yang mengarah ke Adinda,

  "Hai anakku yang cantik, maaf ya, ayah tidak langsung di sekolah saat Adinda pulang, jadi Adinda menunggu." ujar ayah. 

Lalu, ayah membawa Adinda tidak ke rumah langsung, melainkan ke tempat makanan yang sangat enak. Adinda tampak senang karena memakan makanan yang enak, sesudah makan, Adinda dan ayah telah pulang dirumahnya yang sederhana. Adinda selalu mendapatkan apa yang dia inginkan. Seperti handphone baru, sepatu baru, bahkan barang barang yang mahal. Tak pernah ada permintaan yang ditolak oleh ayahnya, Bagi Adinda, ayah adalah pahlawan yang selalu bisa memenuhi segala keinginan Adinda. Tetapi, Adinda tidak pernah tau dari mana uang itu berasal.

 Ayahnya, Pak Bagong, adalah seorang pegawai pabrik yang penghasilannya tergolong cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, Pak Bagong tampak memiliki uang lebih dari biasanya. Tetangga-tetangganya mulai curiga, tetapi tidak ada yang berani bertanya langsung kepadanya. Adinda, putri Pak Bagong, hanya tahu bahwa ayahnya selalu siap memenuhi semua permintaannya tanpa ragu, meskipun situasi keuangan mereka sebelumnya lebih sederhana.

Suatu hari, Adinda meminta uang untuk membeli sebuah Handphone pengeluaran terbaru yang bisa dibilang mahal. Pak Bagong, tidak menolak. 

 "Besok Ayah kasih uangnya, ya?" ujarnya dengan senyuman. Adinda pun senang. Dia membayangkan betapa bangganya ia bisa memamerkan handphone itu kepada teman-temannya.

Tetapi, hari yang dijanjikan ayah tak pernah datang. Polisi tiba di rumah mereka, suasana di rumah mereka berubah ketika polisi datang dengan kabar buruk. Pak Bagong ditangkap karena terlibat dalam perjudian ilegal. Adinda merasa tak percaya dengan kenyataan ini. tak percaya. Selama ini, uang yang ayah gunakan untuk memenuhi semua keinginannya ternyata berasal dari judi. Pak Bagong, yang terdesak oleh kebutuhan dan keinginan untuk membahagiakan anaknya, terjebak dalam perjudian. Awalnya, ia diajak oleh temanya, lalu, ia iseng mencobanya dan ternyata ia menang saat mencobanya. Tetapi, semakin lama ia tergoda untuk terus berjudi demi mendapatkan uang lebih banyak.

  "Pak, benar Bapak Bagong sering main judi? " ujar tetangganya dengan rasa tak heran dan tak percaya.

 "Sayang sekali, dia terlalu sering menang, sampai akhirnya kecanduan dan terjerat." jawab polisi sambil membawa Pak Bagong pergi.

Di dalam sel penjara, Pak Bagong termenung, merasa menyesal atas yang telah dilakukannya. Dia hanya ingin membahagiakan Adinda, tapi justru berakhir dengan kehancuran. Pengabdiannya sebagai ayah, selama ini terlihat mulia di mata anaknya, ternyata memiliki sisi gelap yang tak diketahui Adinda. Adinda, yang dulu selalu bangga dengan ayahnya, sekarang telah merasa bersalah. Ia menyadari bahwa permintaannya yang berlebihan membuat ayahnya terdesak. Jika saja ia tidak memaksa ayahnya untuk selalu memenuhi keinginannya, mungkin semua ini tidak akan terjadi.

 Kini, Adinda belajar hidup tanpa bantuan ayahnya. Semua barang mahal yang dulu ia miliki terasa tak berarti lagi. Dari balik jeruji penjara, Pak Bagong hanya bisa berharap anaknya belajar dari kesalahan ini, belajar untuk tidak memaksa, dan belajar untuk menerima bahwa kebahagiaan tidak selalu berasal dari uang. Pengabdian Pak Bagong sebagai ayah ternyata tak selalu benar. Di balik setiap pemberian, ada harga yang harus dibayar. Kini, mereka berdua harus menghadapi kenyataan pahit itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun