Mohon tunggu...
Muhammad FadhilFirdaus
Muhammad FadhilFirdaus Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa FH Universitas Lampung 2019

Sekali berarti sudah itu mati

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketika Anak Dibawah Umur menjadi Kurir Narkotika, Dapatkah Dipidana?

5 April 2022   23:41 Diperbarui: 6 April 2022   00:35 2279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika Anak Dibawah Umur Menjadi Kurir, Dapatkah Dipidana?

Kasus penyalahgunaan narkotika nampaknya kian tak terbendung baik di Indonesia maupun di mancanegara. Hal tersebut dapat dilihat dari fakta di lapangan yang menunjukkan bahwa 50% penghuni LAPAS (Lembaga Pemasyarakatan) disebabkan oleh kasus penyalahgunaan narkotika. Berdasarkan pada temuan tersebut sudah seharusnya menimbulkan banyak pertanyaan di benak kita mengenai bagaimana para pelaku penyalahgunaan narkotika tersebut dapat dengan mudah melakukan transaksi jual beli narkotika serta dengan siapa saja mereka melakukan kontak dalam transaksi jual tersebut?

Peredaran narkoba di Indonesia biasanya dilakukan dengan melakukan pengiriman menggunakan jasa paket yang dikirim melalui darat, udara, maupun laut. Tak jarang juga pengiriman narkotika tersebut melibatkan anak dibawah umur sebagai kurir atau perantara. Sifat kepolosan dari anak dibawah umur menjadi alasan bagi para pengedar untuk menjadikan anak tersebut sebagai kurir narkotika. Selain itu, penggunaan anak dibawah umur dalam menjadi kurir narkotika dinilai dapat menyamarkan identitas asli dari si pengedar narkoba.

Maraknya pemanfaatan anak dibawah umur sebagai kurir jual beli narkoba tidak terlepas dari kurangnya perhatian dari orang tua mereka serta kontrol masyarakat disekitarnya. Anak yang tidak mendapat kontrol dari orang tua serta orang-orang di lingkungannya cenderung mudah percaya terhadap perkataan maupun ajakan dari orang yang baru mereka kenal tanpa memikirkan resiko yang akan dihadapi kedepannya. Hal ini diperburuk juga dengan pengaruh kemajuan teknologi, ilmu dan budaya yang pesat yang tidak sesuai perkembangan seorang anak. 

Sebagai contoh, ketika anak dibawah umur ditawari untuk mengantarkan barang yang tidak mereka ketahui dengan imbalan yang tergolong cukup besar untuk anak seusianya.

Melirik pada pada Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Convention on the Right of the child (CRC) atau Konvensi Hak Anak PBB menetapkan definisi anak, anak adalah setiap manusia dibawah umur 18 tahun kecuali menurut Undang-Undang yang berlaku pada anak, kedewasaan dicapai lebih awal. 

Menurut Pasal 34 Undang Undang Dasar 1945 anak adalah subjek hukum dari sistem hukum nasional, yang harus dilindungi, dipelihara dan dibina untuk mencapai kesejahteraan anak. Atas dasar tersebut, sudah sepatutnya bahwa anak yang diduga melakukan suatu tindak pidana tidak seharusnya dihukum, melainkan harus dibina dengan cara diberikan bimbingan.

Hukuman atas suatu tindak pidana yang dihadapkan pada anak pun harus dibedakan dengan hukuman dari orang dewasa. Hal tersebut dikarenakan masa anak-anak merupakan masa dimana anak tersebut sedang membentuk watak, sifat, kepribadian dan karakter-karakter lainnya. Kemudian anak yang diduga melakukan suatu tindak pidana masih dalam fase berkembang dari segala aspek dimana anak dibawah umur belum dapat sepenuhnya menentukan mana hal yang baik maupun yang buruk. 

Faktor-faktor penyebab kenakalan pada anak adalah suatu perilaku yang dilakukan oleh anak dari sejak dini sampai dewasa, kenakalan ini sangat merugikan banyak orang terutama dirinya sendiri, dan masyarakat sekitar. Kenakalan pada anak remaja ini bukan hanya merupakan perbuatan anak yang melawan hukum semata akan tetapi juga termasuk didalamnya perbuatan yang melanggar norma masyarakat.

Adapun dalam hal penyelesaian perkara pidana anak yang saat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak (UU SPPA), proses pengadilan anak mengupayakan segala kepentingan yang terbaik bagi anak dimana dalam pasal 5 ayat (1) UU SPPA disebutkan bahwa sistem peradilan Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif. 

Salah satu proses dari pengadilan anak adalah adanya diversi yang mana pada proses ini dilakukan berdasarkan pendekatan keadilan atau peradilan berbasis musyawarah atau keadilan restoratif. Hal tersebut sudah sepatutnya menjadi jalan terbaik bagi anak dalam menghadapi penyelesaian perkara pidana agar anak yang diduga melakukan tindak pidana mendapatkan dorongan pemulihan kembali pada keadaan semula (restitutio in integrum).

Tidak hanya melalui UU SPPA, anak juga memiliki instrumen hukum tersendiri lainnya dalam hal memberikan perlindungan hukum apabila terkait dengan tindak pidana, yakni Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (selanjutnya disebut UU PA). 

parapuan.co
parapuan.co

Dengan adanya UUPA ini juga memberikan perlindungan hukum kepada anak secara komprehensif serta bertujuan untuk memberikan konsep perlindungan yang menyeluruh kepada anak dari segala bentuk tindak pidana yang ada, sehingga anak dapat beraktivitas dan menjalankan kesehariannya terbebas dari bentuk tindak pidana.

Berbicara mengenai penjatuhan pidana terhadap anak yang menjadi kurir transaksi jual beli narkotika, anak dapat dikenakan pasal yang serupa dengan orang dewasa, yakni Pasal 114 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Akan tetapi terdapat perbedaan yang terletak pada penerapan penjatuhan sanksi dimana sanksi pada anak lebih rendah daripada orang dewasa. 

Hal tersebut didasarkan atas pengaturan pada Pasal 81 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, meliputi: Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. Menurut UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang dimaksud dengan anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.

Pemberian sanksi pidana bagi anak harus memerhatikan beberapa aspek seperti kesehatan mental pada anak maupun karakteristik tersendiri yang dimiliki anak. Doktrin hukum pidana terdapat beberapa alasan yang mendasari hakim guna tidak menjatuhkan hukuman pidana kepada pelaku tindak pidana atau kepada terdakwa dalam pengadilan karena melakukan suatu tindak pidana. Hal tersebut didasarkan atas alas an pengapusan pidana, alasan penghapusan pidana merupakan instrumen hukum yang dipegang oleh hakim dalam memutus perkara.

 Atas alasan penghapusan pidana tersebut, maka menetapkan pelaku tindak pidana yang telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang seharusnya dihukum menjadi tidak dihukum atau dipidana.

Peranan anak dalam tindak pidana narkotika sebagai kurir narkotika selain sebagai pelaku yang melakukan tindak pidana, namun juga memperlihatkan posisi anak sebagai korban dari peredaran narkotika tersebut. Sampai saat ini pula menjadi pertanyaan mengenai siapa sebenarnya yang menjadi korban dalam perkara pidana anak sebagai kurir. Sehingga anak sebagai pelaku tindak pidana juga sebagai korban, sehingga pendekatan secara keadilan restoratif menjadikan pilihan yang paling cocok.

Perlu digarisbawahi juga penjatuhan pidana bagi anak harus memenuhi rasa keadilan hukum dan keadilan bagi masyarakat sebagai preventif bahwa tujuan pemidanaan bukanlah semata-mata untuk memberikan penghukuman kepada Anak, namun juga memberikan kesempatan kepada Anak untuk memperbaiki diri karena dalam Lembaga Pembinaan khusus bagi pelaku Anak dan memberikan kesempatan kepada sistem tatanan sosial yang terkoyak oleh akibat perbuatan Anak untuk pulih, memberikan kesempatan masyarakat untuk dapat menerima kembali Anak di lingkungan sosial setelah keluar dari Lembaga tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun